Prolog

2.9K 108 0
                                    

Kamu satu-satunya orang yang berhasil buat aku yakin kalau nggak semua cowok itu jahat. Tapi kamu sendiri yang matahin keyakinan itu.

***

Melihat sepasang laki-laki dan perempuan berciuman, sudah tak asing lagi di mata Letta. Itu adalah makanan sehari-harinya sebagai penggila drama Korea. Sering sekali adegan semacam itu dia lihat di salah satu scene di setiap drama yang ia tonton.

Tetapi kali ini berbeda. Bukan di layar laptop melainkan Letta melihatnya secara langsung dengan mata telanjang. Kedua mulut itu kian lincah bertukar ludah.

Cih!

Menurutnya, itu tampak sangat menjijikkan. Berbeda sekali dari drama romatis yang sering Letta tonton. Dan yang paling membuat itu menjijikan adalah salah seorang pelaku itu adalah pacarnya sendiri.

Pacarnya sendiri!

Pria itu sepertinya memang sudah gila!

Iya, Juan Juniar. Pria tampan penuh pesona yang dua puluh bulan lalu mengatakan bahwa Letta adalah napasnya. Katanya, tanpa Letta dia tak bisa hidup. Bullshit! 

Walaupun bukan cinta pertama Letta, tapi Juan adalah pacar pertama Letta setelah sekian lamanya ia menjadi korban ghosting pria-pria tak bajingan. Sebelum memutuskan untuk menerima Juan,Letta sempat ragu tapi Juan selalu meyakinkan Letta. Dan apa ini? Jadi tak usah ditanya lagi seberapa sakitnya Letta melihat semua itu.

Beberapa hari belakang ini, Letta memang merasakan ada beberapa sikap Juan yang aneh. Seperti Juan yang sering panik sendiri saat ada pesan chat masuk sementara ia tengah bersama dengan Letta. Berbagai pikiran buruk juga sempat menjelma menjadi kecurigaan, namun demi cinta dan keutuhan hubungannya Letta menepis semua kecurigaannya.

Tapi apa yang terjadi?

Ternyata kecurigaan Letta benar adanya. Memang feeling seorang wanita itu kuat.

Letta diam tertegun. Rasanya sungguh seperti ilusi, halusinasi, tidak nyata. Hatinya masih tak terima dengan apa yang matanya lihat itu. Ingin rasanya ia menyangkal tapi itu sudah bukti nyata yang ia saksikan sendiri.

Letta masih diam di ujung pintu yang sedikit terbuka. Ingin rasanya ia memaki dua manusia sialan itu habis-habisan. Tapi Letta tidak bisa, ia tak seberani itu untuk memaki kedua kakak kelasnya itu karena wanita yang berciuman dengan Juan adalah seniornya di ekstrakurikuler PMR.

Dengan sangat pelan-pelan, Letta menutup pintu itu kembali lalu mengetuk pintunya. Berpura-pura tak tahu apapun, Letta membuka pintu itu lagi pelan-pelan. Terlihat wajah mereka tampak panik dan gelagat mereka juga tampak tak tenang.

"Ada apa,Letta?" tanya wanita itu dengan santun meskipun wajahnya masih tampak canggung tapi ekspresinya tidak sepanik Juan.

"Kata Kak Bisma, rapat sama pembina dimajuin dan sekarang Kak Riani di tunggu di ruangan rapat," jawab Letta dengan nada sopan tetapi wajahnya datar tanpa ekspresi, setelahnya ia menatap tajam ke arah Juan. Mata Juan sempat menangkap tatapan itu namun ia berpaling.

"Oh baik. Makasih infonya." Wanita yang dipanggil Riani itu tersenyum tipis lalu pergi meninggalkan  Letta dan Juan di dalam ruangan itu

Pamit Tapi tak PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang