07. Misi gagal

879 40 2
                                    

Setelah sekian lama, akhirnya kembali datang hujan di pagi hari. Langit masih mendung, sedangkan hujan yang mulanya begitu deras disertai angin kencang kini sudah lebih tenang. Hanya ada beberapa rintik yang jatuh bersama hembusan angin yang mulai jinak.

Karena dingin, Juan memakai jaket hitam kesayangannya dari rumah. Meski tak berniat tebar pesona, namun pesonanya semakin tampak menawan berkat jaket hitamnya itu.

Begitu sampai di sekolah, Juan tak langsung pergi ke kelasnya melainkan langsung pergi ke rooftop untuk menemui seseorang sesuai kesepakatan kemarin.

Setelah mendapati tak ada siapapun di sana, Juan memiringkan senyuman. Ia tak terburu-buru, ia diam di sana terlebih dulu menikmati pemandangan mendung dan basah itu.

Sepertinya langit turut bersedih karena jika Letta berhasil menemukan pria yang lebih baik dari Juan, kisah mereka akan benar-benar selesai.

Arimbi Letta, Gue udah di rooftop nih. Lo jadi ke sini nggak?

Akhirnya Juan mengirimkan pesan tersebut pada Letta dengan penuh harap. Ia berharap Letta tak akan datang ke sana, karena ia belum siap untuk mengakhiri semuanya.

Beberapa hari lalu Letta membuka blokirannya karena ada beberapa keperluan PMR yang bersangkutan dengan OSIS.

Setelah di cek, ternyata Letta hanya melihat pesan itu tanpa membalasnya.

Juan kembali memiringkan senyuman.

Nggak akan ada orang yang lebih baik buat lo selain gue, batin Juan dengan sangat percaya diri.

Juan langsung mengetik sesuatu...

Nggak jadi ya! Yaudah gue ke kelas aja-

Belum juga Juan selesai mengetik, suara langkah kaki terdengar mendekat. Juan berbalik, ternyata itu Letta, sendirian.

"Sorry nunggu lama ya?" katanya kali ini cukup lembut.

"Nggak papa, santai aja."

Juan celingukan mencari sosok lain.

"Nyari siapa?" tanya Letta.

"Yang kita sepakatin kemarin," jawab Juan. "Nggak ada, ya? Udah gue dug-"

"Letta, kok jalannya cepet-cepet sih?" ujar pria yang tiba-tiba datang. Pria itu bertubuh tinggi berisi dan berkulit sawo matang.

Dia adalah Erlangga, anak tunggal kepala sekolah, sudah pasti lebih terkenal dari Juan, banyak yang bilang dia juga lebih tampan dari Juan meski memiliki kulit yang lebih gelap. Ia adalah definisi dari pria hitam manis.

"... dan yang membuatnya lebih unggul lagi dia jago taekwondo, nggak kayak Kak Juan, nggak bisa berantem," ujar Letta, ia terus mendikte kelebihan Erlangga.

Memang benar, salah satu kelemahan Juan adalah ia tak bisa bertengkar secara fisik, maka dari itu setiap kali punya masalah dengan seseorang ia selalu mengajak orang tersebut berdebat saja dengan begitu ia akan menang tanpa harus menyakiti fisiknya.

Namun bukan Juan namanya jika tidak menghadapi semua itu dengan ketenangan.

"Udah? Atau masih ada lagi?" tanya Juan santai.

"Udah," jawab Letta penuh rasa bangga.

"Gue mau bicara empat mata sama Erlangga, sebentar ya," kata Juan. Ia menarik tangan Erlangga menjauh dari Letta dan berbicara beberapa saat dengannya.

Setelah itu mereka kembali menghampiri Letta.

"Gimana?" tanya Juan pada Erlangga.

"Gue mundur, gue nggak mau terlibat permainan kalian!" kata Erlangga lalu pergi.

Pamit Tapi tak PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang