Tapi nyatanya waktu dua tahun itu belum bisa buat Kamu cukup sama aku aja,'kan?
***
Hari minggu bukanlah hari yang santai bagi Letta. Ia tetap harus bangun pagi-pagi sekali untuk beres-beres dan mencuci pakaian serta sepatu. Setelahnya ia harus pergi les matematika di tempat les yang lumayan jauh dari rumahnya.
Matematika adalah salah satu pelajaran yang lambat untuk Letta pahami, ia berharap dengan mengikuti les ia bisa memperbaiki nilai matematika di raportnya.
Ia benar-benar ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, tak ingin cukup sampai SMA saja. Target utamanya saat ini adalah lolos dalam SNMPTN. Meski masih kelas satu SMA tapi Letta rasa ia harus mempersiapkan semuanya dari sekarang agar tidak menyesal di kemudian hari.
Ia juga ingin menunjukan pada ayahnya bahwa Letta bisa berhasil tanpa dirinya. Meski hanya dibesarkan oleh ibunya seorang diri tapi Letta percaya bahwa ia bisa menjadi orang yang sukses dan membanggakan ibunda tercinta.
Letta mengikuti les matematika setiap seminggu sekali yaitu pada hari minggu dan les Bahasa Inggris seminggu sekali juga pada hari sabtu. Kebetulan guru kedua mata pelajaran itu adalah orang yang sama dan dia adalah ibu dari teman SMPnya. Jadi untuk harganya bisa sedikit dinego.
Lahir di keluarga yang sederhana dan hanya hidup bersama ibunya saja membuat Letta harus pintar-pintar mengatur uang.
Saat Letta berusia lima tahun, ayah dan ibunya bertengkar hebat. Ayahnya memilih pergi bersama selingkuhannya dan menelantarkannya begitu saja. Selama ini ia dan ibunya hidup dari penghasilan ibunya sebagai pekerja di tokoh kue yang masih berkembang. Gajinya juga tidak seberapa.
Setelah pusing bergelut dengan angka-angka di otaknya akhirnya tiba saatnya bagi Letta untuk pulang.
"Mau bareng?" tanya teman lesnya yang bernama Laskar, ia sudah siap dengan motor ninja kawasakinya.
"Nggak usah, lagian kita nggak searah," jawab Letta datar lalu pergi begitu saja.
Sejak kabar putusnya hubungan Letta dan Juan tersebar, semakin banyak pria yang gencar mendekati Letta. Namun Letta tak pernah memberikan respon yang berarti pada mereka,kecuali saat ada Juan di sekitar sana.
Ia benar-benar membatasi interaksinya dengan pria. Ia tak ingin dekat lagi dengan pria manapun. Ayahnya dan Juan sudah gagal menjadi sosok lelaki yang baik baginya dan membuatnya tak percaya lagi pada yang namanya laki-laki.
Berjalan kaki sambil menunggu angkot yang lewat adalah keputusannya. Namun tampaknya itu bukan keputusan yang benar karena langit yang mulanya cerah mendadak mendung dan tak lama setelahnya rintik demi rintik hujan berjatuhan. Letta menutupi kepalanya dengan tangannya dan berlari mencari tempat teduh.
Namun tiba-tiba sebuah motor berhenti di depannya. "Naik!" suruh pria yang mengendarai motor itu.
"Ni-" Letta langsung menjeda ucapannya, "Kak Juan ngapain di sini?" tanya Letta dengan kedua alis yang saling beradu. Ia mulai merasa canggung, pasalnya sudah dua minggu mereka tak pernah berinteraksi secara langsung seperti itu. Hanya saling pantau saja dari kejauhan.
"Cepet naik Bia, hujannya makin deres!" paksa Juan.
"Enggak!" tegas Letta sambil membuang muka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pamit Tapi tak Pergi
Teen FictionKamu satu-satunya orang yang berhasil buat aku yakin kalau nggak semua cowok itu jahat. Tapi kamu sendiri yang matahin keyakinan itu. -Arimbi Letta Biani *** Juan Juniar, pria yang sudah menjalin hubungan hampir dua tahun dengan Arimbi Letta Ziani...