...tetapi cantik saja tidak bisa membuat seseorang menjadi pilihan.
***
Sebuah kafe bernama Moccalife kafe sedang ramai pengunjung. Maklum saja, di hari minggu yang cerah ini memang nyaman untuk bersantai di kafe yang sudah sangat terkenal di kalangan anak remaja itu. Selain dekorasi ruangannya yang menyajikan konsep vintage dengan beberapa hiasan seperti lukisan dan beberapa daun imitasi membuatnya tampak sangat aesthetic. Belum lagi iringan lagu akustik yang sangat ramah di telinga membuat siapa saja pasti betah berlama-lama di kafe itu.
Seorang pramusaji membawa segelas americano dan moccalatte lalu menaruhnya dengan sangat hati-hati di meja dekat dua croissant yang sudah lebih dulu terhidang.
"Selamat menikmati," ujarnya ramah lalu pergi.
Aroma kopi itu tercium begitu menggiurkan di hidung Riani. Sedangkan Juan, hanya diam saja. Hidung, telinga dan matanya mendadak hilang fungsi. Semua aroma kopi dan croissant di sekitarnya dihiraukan begitu saja. Suara beberapa orang yang mengobrol dan sesekali tertawa pun lenyap di telinganya.
Matanya terus menatap keluar jendela, namun bukan pemandangan di luar sana yang ia lihat, melainkan sosok Arimbi Letta Biani.
Sejak mereka putus dua minggu lalu, Juan benar-benar merasakan ada yang hilang dari dirinya. Dan yang sangat membuatnya sesak adalah Letta yang selalu tampak bahagia dan tak terlihat menyesal telah kehilangan dirinya. Bahkan beberapa kali Juan memergoki Letta tengah tertawa dengan sangat lepas bersama beberapa temannya yang diantaranya adalah pria.
Apa kehilangannya bukan hal yang berarti untuk Letta?
Ini adalah hari jadinya dengan Letta yang ke dua puluh bulan. Seharusnya Letta lah yang bersamanya saat ini. Namun kenyataan lain, mau kekeras apapun membantahnya tetap saja nyatanya Riani lah yang tengah bersamanya saat ini.
Semenjak Letta dan Juan putus, Riani semakin gencar mendekati Juan. Dan saat ini juga mereka bisa berada ditempat itu atas permintaan Riani. Riani tahu benar saat ini adalah hari jadian Juan dan Letta yang ke dua puluh bulan,ia takut Juan diam-diam menemui Letta untuk mengulang kembali kisah mereka,maka dari itu Riani berusaha mencuri waktu Juan sebanyak-banyaknya. Yang benar saja, membuat mereka putus cukup menguras tenaga Riani,ia tidak ingin menyia-nyiakan semuanya.
Bel berbunyi, tanda bahwa ada pengunjung yang masuk atau keluar dari kafe itu. Refleks semua mata menoleh ke arah pintu termasuk Juan.
Ia kaget, sekilas gadis yang baru saja masuk itu tampak begitu mirip dengan Letta. Rambut sebahunya,mata bulatnya dan tubuh mungilnya.Namun setelah diperhatikan lagi ternyata bukan Letta, hanya mirip bentuk tubuh, mata dan gaya rambutnya saja.
Rambut?
Mendadak beberapa kejadian saat Juan mengelus rambut Letta kembali hinggap membayangi pikirannya. Gadis itu mungkin terlihat kuat dan pemberani di depan orang banyak tapi dia sebenarnya gadis yang sangat lemah, cengeng dan manja. Juan tahu itu karena hanya pada Juan lah biasanya Letta menunjukkan kelemahannya itu.
Tapi sekarang,siapa yang akan memberinya pelukan ketenangan? Siapa yang akan menghapus air matanya jika ia menangis? Siapa yang akan memberinya semangat lewat elusan kepala?
Apakah Letta sudah menemukan penggantinya?
Tidak! Juan tidak rela jika ada pria lain yang menyentuh Letta. Juan tak sanggup membayangkan rambut lembut itu dielus pria lain.
Hampir setiap hari Juan mengirim pesan chat pada Letta,tetapi gadis itu masih memblokir nomornya. Juan hampir gila memikirkan bagaimana cara agar ia bisa kembali mendapatkan bidadarinya itu. Letta terlalu indah untuk dimiliki orang lain,Juan tidak akan membiarkan itu terjadi.
Huh~ lagi-lagi Letta! Seberapa keras Juan menepisnya tetap saja ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Ia sangat merindukan Letta.
"Juan!" ujar Riani kesal karena Juan terus saja melirik gadis yang gaya rambutnya mirip Letta itu.
"Ngapain sih ngeliatin dia terus? Masih cantikan aku tahu," ujar Riani, ia marah tetapi dengan nada yang manja.
Memang banyak orang yang berpendapat bahwa Riani jauh lebih cantik dari Letta tetapi cantik saja tidak bisa membuat seseorang menjadi pilihan.
Bukannya gemas dengan tingkah manja Riani, Juan malah kembali mengingat Letta. Bagaimana manjanya gadis itu saat Juan sengaja menatap wanita lain untuk membuatnya kesal.
Letta cemberut lalu dengan tanganya ia menghalangi pandangan kiri dan kanan Juan. Ia mendekatkan matanya dengan mata Juan sambil berkata, "Dia pacar orang, pacarnya galak! Lihatin aku aja, pacarnya nggak akan marah kok."
Juan tersenyum, tingkah Letta memang selalu membuatnya gemas.
Riani ikut tersenyum, ia pikir Juan tersenyum karena kemanjaanya.
Namun senyuman Juan memudar saat sadar bahwa yang di depannya saat ini bukanlah Letta. Ia menghembuskan napas panjang lalu kembali tersenyum, senyuman yang dipaksakan.
"Pulang, yuk!" ajak Juan dengan nada lembut.
"Loh kok pulang, kopinya aja belum kamu minum?!" kesal Riani.
Juan meneguk sedikit kopinya lalu tersenyum dan mengangkat kedua alisnya. Ia bangkit, mengambil kunci motornya di atas meja lalu pergi begitu saja tanpa persetujuan dari Riani.
"Loh Juan! Tunggu dong!" Riani hendak pergi namun sang pramusaji menghadang langkahnya.
"Maaf, Kak. Kopinya belum dibayar," katanya dengan ramah.
Riani berdecak lalu memutar malas bola matanya. Ia mengambil sejumlah uang dari dompetnya lalu memberikannya pada pramusaji itu.
"Tunggu, saya ambil dulu kembaliannya," kata pramusaji itu karena uang yang Riani berikan itu lebih.
"Cepetan!" ujarnya geram.
"Ini, Kak. Terimakasih sudah berkunjung ke Moccalife kafe," kata sang pramusaji berusaha ramah meski sebenarnya ia kesal dengan sikap Riani.
Riani langsung merebut uang itu dan pergi mengejar Juan dengan perasaan yang penuh geram. Jangan sampai dia menemui gadis sialan itu!
***
Bagaimana part kali ini?
Semoga kalian suka yaaa
Jangan lupa support dengan vote,komen dan share juga cerita aku ini yaaa
See youuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Pamit Tapi tak Pergi
Teen FictionKamu satu-satunya orang yang berhasil buat aku yakin kalau nggak semua cowok itu jahat. Tapi kamu sendiri yang matahin keyakinan itu. -Arimbi Letta Biani *** Juan Juniar, pria yang sudah menjalin hubungan hampir dua tahun dengan Arimbi Letta Ziani...