15. Ayah Letta

975 37 0
                                    

Dengan beribu kecewa, Letta berlari tanpa arah. Namun tiba-tiba sebuah mobil avanza berwarna hitam berhenti di hadapannya. Keluarlah seorang pria berusia empat puluh tahun dari sana.

Letta terdiam, terkejut. Kedua matanya terbelalak dan langkahnya mendadak diam.

"Letta," sambutnya kian senang. Pria itu melangkah mendekat padanya.

Namun Letta pelan-pelan mundur darinya.

"Letta, ini ayah Nak. Kamu nggak kangen sama ayah?" tanyanya dengan mata penuh binar.

"Enggak, Letta nggak punya ayah!" jawabnya tegas dengan mata berkaca-kaca.

"Letta, bicara apa kamu Sayang. Ini ayah," jawabnya penuh harap.

Letta bersiap mengambil ancang-ancang. Namun saat hendak lari, tangannya langsung dicengkeram sang ayah.

"Ah sakit." Letta mengernyit padahal sebenarnya tak sesakit itu. Ayahnya langsung melepaskan cengktamannya, detik berikutnya Letta langsung berlari namun detik itu juga ada sebuah motor yang melaju dengan kecepatan tinggi, Letta terserempet dan jatuh, kepalanya menghantam trotoar dan membuatnya tak sadarkan diri.

Dengan bantuan sopir pribadinya ayah Letta lekas membawanya masuk ke mobilnya. Ia memerintahkan sopirnya itu agar berbegas ke rumah sakit terdekat.

Tiga jam setelah ditangani akhirnya Letta pun siuman. Pelan-pelan ia membuka matanya, ia melihat ke sekeliling lebih seperti hotel bukannya rumah sakit dengan pemandangan kota Jakarta yang indah, TV, sofa, yup ia saat ini berada di ruang rawat VVIV. Pastinya ada sang ayah di sana.

Namun bukannya senang, Letta malah memaksa ingin pulang. Bahkan mengancam akan melepas paksa infusannya. Namun sebisa mungkin ayah Letta menahannya. Ia pelan-pelan membujuk Letta.

"Iya, kita pulang tapi kamu diperiksa dulu ya."

Letta diam, menandakan ia setuju. Ayah Letta langsung memanggil sang dokter untuk memeriksa keadaan anaknya itu. Sebenarnya Letta masih harus di rawat inap selama beberapa hari namun setelah dibujuk lagi, dokter mengijinkan Letta agar dirawat di rumah saja namun harus dikontrol setiap hari.

Ayah Letta sama sekali tak keberatan karena ia juga memiliki dokter pribadi yang siap merawat Letta. Setelah semuanya diurus, akhirnya Letta dibawa pulang ke istana ayahnya yang saat megah. Sayangnya bukan itulah yang dia ingin.

"Letta mau ke Ibu," rengeknya.

"Enggak bisa Sayang, keadaan kamu masih belum stabil," bujuk ayahnya dengan lembut.

"Enggak mauuu!" rengek Letta.

"Sayang, dengerin ayah baik-baik. Kamu pulihin dulu kondisi kamu nan--"

"Letta enggak papa, Ayah. Letta mau pulang ke ibu!" Ia masih merengek.

"Iya, besok ya, ini udah malem."

Letta hendak berbicara namun tiba-tiba handphone ayahnya berdering, ayahnya pun mengambil jarak lalu menjawab panggilan tersebut. Dari mimik wajahnya, sepertinya ada masalah.

Setelah beberapa menit, ia mengakhiri panggilan tersebut dan kembali menghampiri Letta.

"Bibi udah masak kamu makan ya, nanti ayah suruh dia suapin kamu. Nanti obatnya diminum, ya. Maaf ayah harus pergi dulu, sebentar kok. Nanti ayah balik lagi, ya." Pria itu mengusap puncak kepala Letta membuat Letta terdiam.

Jujur, ia sangat merindukannya. Sudah lama sejak ayahnya ketahuan selingkuh, ia kehilangan elusan kasih sayang itu. Berkali-kali ayahnya ingin bertemu dengan Letta namun ibunya tak pernah mengijinkan.

Pamit Tapi tak PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang