Jangan lupa votement!
Tidak terasa, satu bulan sudah berlalu. Rumah tangga Jibril dan Jelilah tetap bertahan walaupun Jibril masih sering bersama Raline, entah sekedar menemani di rumahnya, menginap, bahkan jalan-jalan berdua.
Jelilah berusaha untuk tetap bertahan dan bersabar dengan sikap suaminya tersebut. Ia tidak pernah mengatakan pada orang tuanya bahwa ia tidak baik-baik saja. Jelilah takut orang tua, terutama ibunya sedih kalau mengetahui putrinya telah dipermainkan oleh laki-laki.
Menghela napas berat, Jelilah beranjak dari duduknya. Saat hendak bergegas, tiba-tiba perutnya terasa mual. Jelilah buru-buru ke kamar mandi, muntah-muntah di wastafel namun hanya saliva dan lendir saja yang keluar.
Jelilah melangkah keluar kamar mandi karena mendengar suara mobil Jibril. Tumben suaminya pulang siang, padahal biasanya sore atau lebih sering malam.
Membuka pintu utama, Jelilah mengernyit melihat suaminya datang bersama wanita paruh baya yang membawa tas besar.
"Assalamualaikum," salam Jibril.
"Waalaikumsalam," sahut Jelilah seraya menyalami tangan suaminya.
"Perkenalkan, ini Bu Sarmina, mulai sekarang dia asisten rumah tangga kita," kata Jibril.
Jelilah manggut-manggut lalu tersenyum ramah pada wanita paruh baya itu. "Salam kenal, Bu, saya Jelilah...."
Wanita itu balas tersenyum. "Saya Sarmina, Nyonya bisa panggil saya bi Mina."
Jelilah mempersilakan keduanya masuk. Jibril langsung ke kamar, sedangkan Jelilah mengantar bi Mina ke kamar kecil dekat dapur. "Silakan, ini kamar untuk bi Mina."
"Terima kasih, Nya," kata Bi Mina.
Setelah mengantar bi Mina ke kamarnya, Jelilah bergegas ke kamar utama menemui suaminya. Jibril masih berada di kamar mandi. Jelilah duduk di sisi kasur, menunggu laki-laki itu menyelesaikan mandinya.
Beberapa saat kemudian, Jibril keluar dengan handuk yang melingkar di pinggang.
"Kenapa menyewa asisten rumah tangga?" tanya Jelilah.
"Untuk membantumu membereskan rumah," sahut Jibril sambil menyemprotkan cologne ke tubuhnya.
"Padahal saya bisa bereskan sendiri," gumam Jelilah pelan, namun masih terdengar oleh Jibril.
"Kamu bukan pembantu, lagipula rumah ini terlalu besar untuk dibersihkan sendiri. Saya juga sibuk dan tidak sempat membantumu," ujar Jibril.
Jelilah tidak menyahut lagi. Jibril mengambil satu set pakaian dan memakainya. Bersiap-siap hendak kembali ke kantor.
"Saya harus kembali ke kantor, ada rapat penting."
"Tunggu!" tahan Jelilah. "Bolehkah saya meminta sesuatu?"
Jibril melirik arloji di tangannya. "Cepat katakan, saya buru-buru."
"Bisakah kamu membelikan saya motor? Kamu selalu sibuk dan sering menolak kalau saya ajak kemana-mana, saya ingin memiliki kendaraan supaya bisa pergi sendiri kalau ada urusan penting," tutur Jelilah.
Jibril mengernyit. "Tumben, biasanya kamu selalu naik kendaraan umum. Tapi, baiklah... nanti akan saya belikan, atau kamu ingin mobil sekalian?"
Jelilah menggeleng. "Tidak perlu, motor matic saja cukup."
Jibril manggut-manggut. "Oke, kalau begitu saya pergi dulu, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan," balas Jelilah sembari menyalami tangan suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Jelilah ✓
Fanfiction(Xinlaire series 2) Tentang Jibril yang dijodohkan dengan wanita bercadar bernama Jelilah. Walaupun sudah menikah, perasannya tidak berubah dan tetap mencintai mantan pacarnya, Raline. "Dilihat dari manapun, kamu memang lebih cantik dari Raline, tap...