Halooo... aku update lagi~
Jangan lupa votement!Seminggu kemudian, Jelilah kedatangan tamu. Dua orang pria dan seorang wanita datang ke rumahnya. Mereka adalah kuasa hukum, manager, dan sekretaris mendiang ayah Jelilah. Kedatangan mereka adalah untuk menyerahkan surat ahli waris pada Jelilah dan alih nama perusahaan. Jelilah terkejut, ia bahkan tidak memiliki pengalaman langsung di perusahaan, namun, semua tanggung jawab perusahaan kini jatuh padanya karena dirinya adalah pewaris tunggal.
"Kalau tidak keberatan, Ibu akan dibimbing langsung oleh orang profesional untuk memimpin perusahaan. Beliau ini merupakan rekan yang paling dekat dengan pak Liam," kata Hartawan, kuasa hukum Liam.
Jelilah manggut-manggut saja, ia memang butuh bimbingan sebelum terjun ke dunia kerja karena belum memiliki pengalaman bekerja, apalagi harus mengelola perusahaan. Ia juga tidak mungkin meminta Jibril mengurus perusahaan ayahnya karena Jibril sudah punya perusahaan sendiri.
Sejak seminggu lalu, ia dan Jibril pisah rumah. Jelilah masih tidak terima dengan keputusan Jibril yang berniat poligami dengan Raline jika wanita itu bersedia meninggalkan keyakinannya. Selama seminggu itu juga, Jelilah menggunakan uang tabungannya untuk memenuhi kebutuhan. Sama sekali tidak memakai uang dari suaminya.
Hari ini, ia akan pergi ke kantor suaminya itu. Hendak memberitahu perihal dirinya yang akan mulai bekerja di perusahaan milik mendiang ayahnya.
Setelah beberapa menit dalam perjalanan, Jelilah akhirnya sampai di perusahaan milik suaminya. Ia segera bergegas ke lift menuju ruangan Jibril. Sampai di lantai sepuluh, Jelilah langsung bergegas menuju ruang CEO dan masuk. "Assalamualaikum," salamnya.
Tidak ada sahutan, Jelilah melangkah ke dalam, menatap sekilas meja Jibril yang hampir penuh oleh tumpukan kertas. Ia terus berjalan sampai ke depan pintu kamar dan mengetuknya, namun, sama saja, tidak ada jawaban juga. Mungkin Jibril sedang ada meeting, pikir Jelilah. Ia pun membuka pintu tersebut dan tertegun beberapa saat, ternyata Jibril ada di dalam dan sedang tertidur.
Jelilah melangkah masuk ke dalam kamar tersebut, duduk di sisi kasur. Jibril menggeliat pelan sebelum terbangun, begitu membuka mata, ia terkejut melihat istrinya datang. Jibril langsung bangun dari pembaringan dan memeluk Jelilah, memastikan ia sedang tidak bermimpi. "Akhirnya kamu datang, jangan pergi lagi, aku tidak bisa jauh-jauh darimu," kata Jibril.
"Saya ke sini hanya untuk mengatakan... kalau mulai besok, saya akan bekerja di perusahaan menggantikan ayah," ujar Jelilah datar, walaupun dalam hati kecilnya khawatir karena tubuh suaminya terasa sangat panas.
"Aku izinkan... tapi tolong, kita jangan pisah rumah...," gumam Jibril tanpa sudi melepas pelukan.
Jelilah menghela napas panjang. "Sikapmu yang membuat saya menjauh, saya tidak akan pulang sebelum kamu teguh pendirian memilih saya atau Raline."
"Aku memilihmu," sahut Jibril cepat.
"Lalu, kalau seandainya... suatu saat Raline mualaf, apakah kamu tetap memilih saya? Atau masih berniat poligami?" tanya Jelilah.
"...." Jibril diam, tidak bisa menjawab.
Helaan napas kembali lolos dari bibir Jelilah. "Lepas, saya tidak suka laki-laki yang tidak punya pendirian," ujarnya dingin.
Jibril masih enggan melepas pelukannya, malah semakin erat memeluk tubuh istrinya. "Itu pilihan sulit...."
"Tidak sulit kalau kamu punya pendirian tetap," sahut Jelilah.
"...." Lagi-lagi Jibril terdiam.
Jelilah menggeliat lalu mendorong kuat tubuh suaminya agar pelukan terlepas. Ia hendak beranjak, namun, Jibril buru-buru menahannya. "Statusmu masih istriku, kamu masih ada tanggung jawab untuk mengurusku, setidaknya temani sampai aku sembuh," mohon Jibril.
KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Jelilah ✓
Fanfiction(Xinlaire series 2) Tentang Jibril yang dijodohkan dengan wanita bercadar bernama Jelilah. Walaupun sudah menikah, perasannya tidak berubah dan tetap mencintai mantan pacarnya, Raline. "Dilihat dari manapun, kamu memang lebih cantik dari Raline, tap...