Update lagi~
Readersku ilangan....Saran, baca part ini di tempat sunyi dan bacanya jangan buru² biar dapat feel-nya :)
Jibril menggeleng, menolak tawaran orang tuanya untuk tinggal di mansion. "Aku bisa hidup sendiri," ujarnya.
"Tidak, Nak... alzheimer itu berbahaya, kamu harus rutin minum obat dan terapi," kata Lytian.
"Aku tidak ingin melakukan itu semua, biarkan saja aku mati, Ma. Semangatku untuk bertahan hidup sudah tidak ada, setelah Jelilah pergi, sekarang Raline juga pergi. Aku sudah mendapat balasan dari apa yang telah aku perbuat. Aku menerimanya dan aku akan menikmati semua kepahitan ini sampai mati," ujar Jibril putus asa.
"Tapi kamu masih punya tanggung jawab, anakmu masih ada dan kamu wajib menafkahi walaupun sudah bercerai dari Jelilah. Setidaknya berjuang dan bertahanlah demi anakmu," ujar Jack.
Jibril menunduk lesu. "Jelilah bahkan tidak sudi mengakui bahwa itu anakku," gumamnya pelan.
"Itu tidak bisa merubah fakta, Aji tetaplah anakmu dan Jelilah," sahut Jack dan Jibril langsung terdiam.
Sementara Theo hanya duduk diam di luar, membiarkan Jibril bicara bersama keluarganya dan tidak ingin ikut campur. Theo ikut prihatin saat mengetahui bahwa bosnya itu menderita alzheimer. Suatu penyakit demensia yang tidak bisa dianggap remeh.
Jibril tetap keras kepala menolak ajakan orang tuanya untuk hidup bersama. "Aku akan tetap tinggal bersama Theo, kalau bersama kalian aku akan menjadi beban. Aku masih bisa bekerja, kalian tidak perlu mempedulikanku," ujarnya.
"Jangan keras kepala, Jibril... kalau kamu tinggal bersama papa dan mama, kamu akan lebih terawat," ujar Malik menambahi.
"Aku bilang tidak, ya tidak," balas Jibril sebagai keputusan terakhir yang tidak bisa diganggu gugat lagi.
Lytian menghela napas berat. "Baiklah, tapi berjanjilah, kamu akan tetap minum obat dan terapi agar penyakitmu tidak bertambah parah."
"Ya," sahut Jibril singkat.
Sepulang dari rumah sakit, Jibril tidak benar-benar mendengarkan perkataan ibunya untuk meminum obat. Jibril bahkan tidak melakukan terapi, itu membuatnya semakin sulit mengingat dan seringkali melupakan sesuatu. Mencegah kelupaan permanen, Jibril membuat catatan di buku kecil yang selalu ia bawa dalam saku. Mulai dari alamat rumah, hal-hal penting dalam hidupnya termasuk nama dan tanggal lahir Aji.
Jibril tetap bekerja seperti biasa bersama Theo. Mereka tidak berjualan siang malam lagi karena penjualan parfum melalui pasar online sudah lumayan mencukupi.
####
Beberapa tahun kemudian, Aji sudah berusia sepuluh tahun dan sedang berulang tahun hari ini. Pesta ulang tahunnya berlangsung dengan sangat meriah dan ramai. Sama seperti sembilan tahun sebelumnya, Jibril selalu memberikan hadiah ulang tahun melalui penjaga gerbang mansion milik Harsa. Ia tidak pernah masuk karena tidak diundang, Jibril juga tidak pernah melihat rupa anaknya itu selama beberapa tahun ini.
"Kiriman untuk Aji lagi?" tanya Aji saat penjaga gerbang datang ke pestanya dan memberikan sebuah kado.
"Iya, Den...," kata Penjaga itu.
"Orangnya masih ada di depan?" tanya Aji lagi.
"Tadi masih berdiri di depan, Den, mungkin sekarang sudah pulang."
Aji melirik ayah dan ibunya. "Ayah, Mama, Aji ingin keluar sebentar. Aji ingin berterima kasih pada orang itu," ujar Aji lalu langsung bergegas.
Jelilah hendak melarang, namun, Harsa menahan lengannya. "Biarkan saja," kata Harsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Jelilah ✓
Fanfiction(Xinlaire series 2) Tentang Jibril yang dijodohkan dengan wanita bercadar bernama Jelilah. Walaupun sudah menikah, perasannya tidak berubah dan tetap mencintai mantan pacarnya, Raline. "Dilihat dari manapun, kamu memang lebih cantik dari Raline, tap...