Dua puluh dua

2.9K 330 65
                                    

Jangan lupa vote komen!!!







Tak terasa, satu tahun berlalu begitu cepat.  Jelilah sudah berdamai dengan masa lalu dan lebih ikhlas menerima takdir. Dirinya terlihat lebih bahagia sekarang, bersama kedua putra kesayangannya. Ketiganya baru selesai mengunjungi makam Liam yang meninggal enam bulan lalu karena sakit.

Sebelum pulang, mereka singkah di sebuah pantai untuk sekedar bersantai. Arya sibuk bermain air, sedangkan Jelilah dan Aji duduk di bangku yang tak jauh dari pantai, mengawasi Arya yang sedang berlarian di pinggir pantai.

"Sudah memutuskan ingin kuliah di mana?" tanya Jelilah tiba-tiba.

Aji mengangguk. "Iya... aku akan kuliah di Indonesia."

"Kenapa? Bukankah dulu kamu pernah ingin kuliah di luar negeri?"

"Itu dulu, sekarang aku berubah pikiran... aku ingin kuliah di Indonesia saja."

"Padahal, itu mimpimu sejak kecil."

Aji tersenyum menatap sang mama. "Mimpi itu sudah lama hilang, sekarang... aku ingin menjaga Mama dan Arya, aku memilih kuliah di Indonesia agar kita tetap dekat."

Jelilah langsung memeluk Aji, mengusap lembut rambut putra sulungnya yang telah menginjak usia dewasa itu. Aji pun balas memeluk sang mama.

"Ngomong-ngomong... lusa aunty Rubia dengan om Theo menikah," kata Aji.

Jelilah melepas pelukan. "Oh ya?"

"Iya, kemarin papa mengabariku."

Jelilah manggut-manggut, akhirnya satu-satunya saudara perempuan di keluarga Xinlaire itu menikah. Rubia dan Theo menjalani proses ta'aruf yang singkat, setelah itu ia langsung melamar Rubia.

Karena hari semakin sore, Jelilah dan kedua putranya pun bergegas pulang.

###

Karena merupakan satu-satunya anak perempuan, pernikahan Rubia pun digelar dengan sangat mewah di sebuah hotel berbintang. Jelilah, Aji, dan Arya datang dan masuk ke ballroom hotel, tempat acara. Tamu yang datang sangatlah banyak, hingga Jelilah tidak melepaskan pegangan tangannya pada Arya dan menggandeng lengan Aji juga.

Melihat mantan kakak iparnya datang bersama keponakannya, Rubia sangat senang. Rubia langsung memeluk saat Jelilah sudah berada di hadapannya. "Kak Jelilah, i miss you so much!"

"I miss you too, Rubia... selamat atas pernikahanmu, you look gorgeous in this dress," puji Jelilah.

"Thank you, Kak," balas Rubia lalu menoleh pada Aji, mencubit gemas pipi keponakannya itu. "Ke mana perginya pipi gembulmu, hm? Sekarang jadi tirus begini, kamu juga sangat tinggi dan tampan sekarang."

"Terima kasih, Aunt...."

Sesudah mengobrol dengan Rubia, Jelilah mengajak kedua putranya duduk di kursi tamu undangan dan menikmati hidangan yang telah disediakan. Jelilah mengedarkan pandangan ke sekeliling, sampai matanya terpaku pada seseorang yang tengah berbincang-bincang dengan tamu lainnya.

Seseorang yang tak lain adalah mantan suaminya, Jibril. Sudah lama keduanya tidak bertemu, terakhir saat Jelilah mengunjungi Jibril di apartemennya setahun lalu bersama Aji dan Arya. Jelilah masih mengingat kata-kata Jibril saat itu.

Kamu tetap bisa berbahagia, dengan atau tanpa seseorang, karena kebahagiaan... kamu sendirilah yang menciptakannya, bukan orang lain.

Jelilah mengalihkan pandangannya ke arah Aji dan Arya yang tengah menyantap hidangan mereka. Tersenyum di balik cadarnya, kebahagiaan yang ia rasakan sekarang sudah cukup bersama kedua putranya itu.

Air Mata Jelilah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang