3. Kalau Aku Yang Disuruh Memilih (1)

6.2K 860 86
                                    

Dari rombongan mereka, Munggar jadi orang pertama yang menyelesaikan proses donor darahnya.

"Pak Munggar? Bisa istirahat di sebelah sini sekitar setengah jam ya Pak," kata salah satu relawan berbaju biru dan celana putih, yang membawa papan kertas dan pulpen, tangannya mengarashkan ke puluhan kursi lipat yang berbaris rapi. "Jaga-jaga kalau pusing dan lemas. Silakan di meja sini bisa memilih snack, susu atau roti." Dengan cekatan, dia mengarahkan Munggar ke meja yang berisi makanan."

"Saya minta minum saja," kata Munggar dengan suara pelan sembari mengangguk, mengambil satu gelas air mineral yang bertutup, membawanya ke area tunggu di aula.

Sudah tinggal sedikit orang yang menunggu, mengingat acara donornya sendiri sudah selesai. Sudah tidak ada lagi penerimaan peserta.

Sembari memegang gelas dengan tangan kiri, Munggar mengambil ponsel dari saku celananya dan membuka layarnya.

Pesan dari Raka langsung masuk.

Pak Munggar, jangan lupa kirimkan foto yang tadi, hehehe...

Lalu berturut-turut dari Yoris dan anehnya, dari Bani juga...

Pak Munggar, maaf minta foto yang tadi ya.

Pak Munggar minta foto yang sama Bu Bestari dong...

Munggar berdecak kesal. Dia melirik ke arah ranjang-ranjang lipat di tengah aula. Tempat Yoris, Bani dan Raka masih menjalani proses donor. Sempat-sempatnya.... gerutu Munggar dalam hati.

Tapi tak urung, begitu Munggar sampai di kursi lipat dan duduk, dia mengecek galeri foto di ponselnya dan menandai dua foto yang tadi sempat Munggar ambil, lalu mengirimnya sekalian pada Yoris, Raka dan Bani.

Selesai mengirimkan foto, ibu jari Munggar otomatis hendak menggulirkan layar namun mendadak dia berhenti, menatap foto itu. Munggar termangu sejenak...

Munggar tidak ikut dalam perdebatan Bestari-mirip-aktris-film yang tadi terjadi, tapi Munggar, sebagai orang yang sehari-harinya berjibaku dengan kerapihan, keindahan dan keselarasan, sampai pada kesimpulan yang sama.

Bestari amat cantik.

Bukan cantik hati, atau kecantikan dari dalam, walaupun tidak ada yang memungkiri Bestari memiliki itu semua... Bestari sungguhan cantik. Tatapan mata gadis itu lembut, dengan bibir dan ujung hidung yang mungil dan mancung. Tulang pipinya tinggi sehingga wajahnya terlihat seperti bangsawan. Rambutnya digelung rendah dekat leher, cuping telinganya berhias giwang berlian, satu-satunya kemewahan yang terlihat dari penampilannya.

Munggar menatap foto itu dan berdecak kagum sembari menggeleng.

Luar biasa jelita.

Jenis kekaguman yang biasa menghinggapi Munggar kalau dia melihat karya arsitektur yang membuat hatinya tenang dan bahagia.

Tapi Munggar merasa ada yang salah membiarkan Bestari dikelilingi lelaki lain, maka dia menekan tombol edit, lalu memotong foto itu, hingga hanya ada Bestari di dalamnya.

Dia melakukan hal yang sama pada foto yang satunya lagi.

Munggar menatap wajah Bestari, kini sendirian, seolah balik menatapnya,

Andai Kita Tak Pernah JumpaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang