41. Seribu Tahun Kedamaian (9)

3K 482 63
                                    


Jangan main-main, aku tahu kau ada di sana

Kurasa kau akan muncul jadi aku akan menunggu

Aku harus mencarimu, harus mencarimu

Karena mungkin saja jika aku menangis sekarang, aku tak akan bisa melihatmu

-

Air mata menggenang, pandanganku perlahan mengabur

Aku tak ingin menangis

Meski aku memiliki banyak air mata

-

Seventeen - Don't Wanna Cry

***

Ambulans yang membawa Bestari pergi lebih dulu bersama Wita. Munggar tinggal di rumah untuk mengemas bajunya dan baju Bestari, sebelum berangkat menuju Cisarua setengah jam berselang.

Jalanan ke arah Bogor sepi dan lancar. Sebelum tengah malam, Munggar sudah sampai di Gu Xiang Cisarua.

Hanya ada dua orang petugas pengamanan di gerbang, dan jalanan menuju gedung utama Gu Xiang amat sepi. Manusia lain yang ditemui Munggar hanya dua orang petugas di nurse station utama yang lebih mirip front office itu.

"Sepi sekali," komentar Munggar.

"Sudah mau pukul 12 malam Pak," kata salah satu petugas sembari tersenyum, lalu mengangsurkan lanyard yang sudah digantungi kartu akses.

"Apa ini?" tanya Munggar, membolak-balik kartu akses.

"Tadi Doktor Ghaisan titip pesan, Pak Munggar bisa langsung menunggu di wisma dulu... Bu Bestari sedang menjalani serangkaian tes, akan lebih nyaman buat semuanya kalau Pak Munggar beristirahat sekarang, besok pagi-pagi Doktor Ghaisan akan langsung menemui Bapak."

Ada wisma dua lantai di kompleks klinik ini, biasanya digunakan oleh orang-orang dari luar daerah sementara menunggu anggota keluarga mereka menjalani pengobatan Gu Xiang. Munggar hanya tahu informasinya tapi tak benar-benar tahu soal keberadaannya. Sepanjang pengetahuan Munggar, Indah dan adik-kakak Bestari juga tidak pernah menggunakan fasilitas wisma, bahkan saat Bestari dirawat berminggu-minggu di sini. Mereka selalu pulang pergi tiap kali menengok Bestari.

Munggar menggenggam handel koper yang masih dia pegang dan bertanya, "Bolehkan saya... ikut mendampingi Bu Bestari selama beliau menjalani tes?"

Dan melakukan apa?

Bahkan ketika Munggar menemani Isti dan Amira di RS, Munggar kebanyakan membantu di bagian administrasi dan tetek bengek perlengkapan. Munggar yakin Bestari cukup bawa badan dan sisanya sudah diurus secara lengkap oleh Gu Xiang.

Pegawai front office itu hanya tersenyum. "Saya rasa akan lebih baik kalau Bapak beristirahat malam ini..."

Munggar mengangguk. "Karena entah apa yang bakal terjadi esok, ya kan?" kata Munggar. Tanpa menunggu jawaban, Munggar menarik kopernya, dan mengecek ulang nomor kamarnya di kartu akses.

***

Munggar terbangun beberapa kali, pukul dua pagi, pukul lima pagi, dan akhirnya, pukul delapan pagi.

Dia menyempatkan diri untuk mandi dan berganti pakaian, dan meski di kamar wisma disediakan lemari, Munggar selalu mengembalikan barang-barangnya ke koper, waspada kalau sewaktu-waktu Ghaisan atau Martha datang, menyatakan kalau  yang tadi malam itu alarm palsu, semua baik-baik saja dan Bestari bisa pulang bersamanya pagi ini...

Munggar baru saja selesai melipat baju kotornya ke kantung laundri ketika mendengar suara pintu kamarnya diketuk. Jelas bukan layanan kamar karena ketukannya sedikit brutal dan penuh tenaga.

Andai Kita Tak Pernah JumpaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang