35. Seribu Tahun Kedamaian (3)

2.4K 494 107
                                    

Tidak ada yang tahu apakah cerita Sakti adalah dongeng atau sungguh-sungguh terjadi.

Tidak ada cara yang tepat untuk menguji kebenarannya--bertanya langsung pada Munggar, jelas tidak mungkin.

Jadi keesokan harinya, setelah mendengar cerita Sakti, seluruh karyawan memperhatikan Munggar dengan seksama. Bagai setetes air penuh ganggang di bawah miskroskop, semua tingkah laku Munggar diamati baik-baik.

Tapi hari pertama, saat semua orang tegang dan waspada, semua yang dilakukan Munggar terhitung normal.

Lalu hari demi hari berlalu dan tidak ada yang aneh...

Munggar masih bisa ke kantor naik, fit dan sehat seperti biasanya. Wajahnya selalu segar seperti orang yang cukup tidur malam sesuai anjuran Kemenkes. Kalau ada makan siang bareng sekantor, Munggar makan dengan lahap.

Tidak ada tuh tanda-tanda seperti orang stres dan patah hati.

Maka, satu per satu pengamat Munggar berguguran, dan tidak ada lagi yang memperhatikan tingkah Munggar di kantor.

Lagi pula, belakangan Munggar seperti terobsesi dengan bekerja, hampir seperti awal-awal SAADA didirikan. Tender yang diikuti dan proposal yang disebar jumlahnya naik hampir lima kali lipat, bugdet untuk iklan akun Instagram kantor dinaikkan.

Proyek yang dikerjakan jadi bertambah, pekerjaan membludak dan kantor sampai harus menyewa pekerja temporer.

Secara keseluruhan, hidup berjalan normal-normal saja.

***

Saat bulan berganti dan hampir semua sudah lupa hampir lupa dengan yang terjadi pada Bestari, pada suatu siang, kantor SAADA didatangi sebuah mobil Alphard warna hitam.

Dua orang lelaki turun dan mendatangi meja resepsionis--memperkenalkan diri sebagai Abhyasa dan Wira, meminta dipertemukan dengan Munggar.

Resepsionis menghubungi sekretaris Munggar, dan sekretaris Munggar lalu menghubungi Munggar.

Hampir tidak pernah ada orang yang menemui Munggar tanpa membuat janji sebelumnya, untungnya Munggar sedang di kantor dan saat mendengar nama orang yang mencarinya, Munggar mempersilakan mereka masuk.

Di dalam kantor Munggar, percakapan antara Munggar, Wira dan Abhyasa hanya terjadi sepuluh menit sebelum mereka bertiga keluar.

Saat itu sedang jam makan siang jadi tidak terlalu banyak orang di kantor, tapi Munggar menitip pesan pada sekretarisnya kalau akan pergi ke suatu tempat dan tidak akan balik ke kantor lagi setelahnya, dia baru akan masuk kantor lagi besok pagi.

***

Munggar sebenarnya jengkel bukan kepalang.

Bukan main.... 43 hari... 43 hari tanpa kabar berita.

Munggar berharap posisinya jauh lebih kuat untuk bisa marah pada dua saudara Bestari yang datang menjemputnya siang ini.

Dia ingin bisa jadi diri sendiri, ingin kembali ke setelan pabriknya, ngomel dan protes kalau ada sedikit saja yang membuatnya kesal.

Tapi Munggar tidak berani ambil resiko. Bayangan bisa bertemu lagi dengan Bestari membuatnya sanggup menahan emosi biarpun kepalanya jadi sedikit pening.

"Maaf," kata Wira pelan.

Mereka duduk di captain seat di baris pertama kursi penumpang, sementara Abhyasa duduk di depan samping supir, dengkur halus terdengar pelan dari arahnya.

Andai Kita Tak Pernah JumpaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang