36. Seribu Tahun Kedamaian (4)

2.5K 463 105
                                    

Di negara ini, ada sekitar 37 juta pria dari suku Sunda.

Panggilan Aa bukanlah sesuatu yang ekslusif atau langka.

Tapi Munggar tidak pernah dipanggil Aa oleh orang lain--yang memanggilnya dengan sebutan itu hanya orang-orang terdekatnya; keluarganya, sepupunya dan ART di rumah keluarganya.

Bestari tentu saja bukan orang lain bagi Munggar dan Munggar tak ingin mempertanyakan kedekatan di antara mereka.

Tak apa kalau Bestari mau memanggilnya Aa... atau sekalian saja memanggilnya Yang...

Hanya saja, karena konon ada yang salah dengan Bestari setelah dia tersadar dari struknya, mau tak mau Munggar juga merasa panggilan Aa itu juga terasa salah.

Munggar melirik ke arah perawat di samping Bestari, dan perawat itu sedang menatap Munggar dengan pandangan yang tajam dan penuh selidik, seperti pengawas ujian.

Munggar ingin bertanya apa masalahnya, tapi kemudian Munggar ingat perkataan perawat yang tadi mengantarnya ke sini.

Bu Bestari adalah pasien istimewa kami--selain karena statusnya--juga karena kondisinya. Apa pun yang nanti beliau katakan, usahakan untuk tidak terlalu membantahnya, dan biarkan beliau yang membawa alur percakapan.

Oh, mungkin karena itulah perawat di samping Bestari menatapnya setajam elang.

Apa yang nanti keluar dari mulut Munggar akan menentukan penilaiannya terhadap Munggar.

Tapi Munggar sudah memutuskan, jangankan membantah.... Munggar akan menganggap kata-kata Bestari sebagai satu-satunya kebenaran yang mutlak... Munggar akan memperlakukan ucapan Bestari sebagai pusat kebijaksanaan alam semesta...

Semua yang keluar dari mulut Bestari, hanya akan dibalas dengan 'iya', 'siap 🙏' dan 'setuju'.

Jadi Munggar tersenyum dan mengangguk, "Iya."

"Kok sore begini udah dateng," kata Bestari. "Hari ini nggak jadi narik?"

Narik apa???

Tapi senyum tak pernah lepas dari bibir Munggar dan dia kembali mengangguk, "Iya, nggak jadi. Mau pulang dulu ketemu kamu..."

Mata Bestari membulat, lalu dia tertawa kecil sembari menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Bestari menoleh ke arah perawat di sampingnya dan terkekeh lagi, seperti anak kecil yang meminta pembenaran dari orang dewasa.

Perawat itu tersenyum pada Bestari.

Reaksi Bestari dan ucapan Munggar rupanya membuat Munggar lolos ujian.

Perawat itu kemudian berdiri dan pamit, membuat perawat di samping Bestari merasa Munggar sudah lolos ujian, karena dia kemudian berdiri, mempersilakan Munggar yang masih setengah berlutut untuk duduk di bangku. "Mbak Ayu, saya ke situ sebentar ya," katanya, sambil menunjuk ke arah bangku yang kini sudah diduduki perawat yang tadi mengantar Munggar. "Mari, Pak Munggar."

Munggar mengangguk dan berdiri, lalu menunggu beberapa saat sampai bu perawat berjalan beberapa langkah sebelum duduk di samping Ayu.

Munggar mengambil buku yang tadi dibacakan oleh perawat Bestari. Sebuah buku anak-anak tentang kelinci-kelinci di ladang wortel.

"Mau kuteruskan baca bukunya?" tanya Munggar.

Bestari menggeleng. Dia masih duduk tegak menatap ke hamparan padang rumput di hadapan mereka.

Munggar terdiam, menunggu Bestari mulai bicara.

Munggar tidak tahu bagaimana cara membuka pembicaraan, takut salah memilih topik.

Andai Kita Tak Pernah JumpaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang