Rangkaian acara utama malam amal sudah berakhir.Agenda yang tersisa tinggal sesi hiburan dan ramah tamah.
Ballroom hotel yang megah dan luas itu terisi hampir tiga ratus ratus orang. Bestari dan rombongan, delapan orang pegawai Tenang Hati yang mengiringi kehadirannya, serta empat orang pengawal pribadi yang disewa panitia acara segera meninggalkan meja mereka dan beriringan berjalan menuju pintu keluar ballroom.
Saat melihat Bestari, beberapa puluh undangan turut berdiri terlihat dengan tertib mendekati rombongan Bestari. Mereka membuat semacam terowongan dari meja Bestari ke pintu keluar—mengantre meminta foto bareng. Ada yang hanya anak kecil saja, difotokan ibunya. Ada yang sekeluarga, minta difotokan oleh pegawai Tenang Hati.
Beberapa tamu lelaki juga minta difoto bersama Bestari, namun Ribka, sebagai staf paling senior dalam rombongan, dengan senyum sopan dan penuh penyesalan berkata, "Maaf Bu Bestari tidak menerima foto berdua lelaki. Bisa cari teman lagi? Minimal dua lagi ya..."
Pada akhirnya, butuh 45 menit hingga Bestari dan rombongan mencapai pintu ganda ballroom hotel dan keluar dari ruangan.
***
Armin mengetuk pintu ruangan perlahan. Tak berapa lama, pintu terbuka, dan wajah Munggar melongok keluar terlihat dari sela pintu.
Munggar kemudian membuka pintu lebih lebar, mempersilakan Armin masuk.
Armin memasuki ruangan lebih dahulu, sementara Munggar menutup pintu di belakangnya. Armin berdecak sembari mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Kamar suite itu diatur sehingga mirip ruang tunggu eksekutif. Di salah satu sudut kamar diletakkan meja panjang. Di meja itu, terdapat barisan air mineral botol kaca, botol minuman energi, dispenser air panas stainless steel, piring-piring lonjong berisi buah, cake potong dan aneka cemilan. Di ujung meja, mengakhiri barisan minuman dan makanan, terdapat buket rangkaian anggrek putih dengan kelopak ekstra besar.
Armin menoleh ke arah Munggar yang kini sedang berjalan masuk kamar, alisnya naik satu. "Hotel yang mengesankan. Bahkan meski kamu ditubruk pengawal-pengawal itu bukan sepenuhnya kesalahan mereka, meskipun mereka sedang ada event di ballroom, mereka masih sempat memberikan pelayanan prima padamu. Kayaknya kalau perusahaanku ada acara bakal pakai hotel ini juga."
Munggar menggosok bagian belakan telinganya, lalu duduk bersandar di sofa. "Coba cek kartu di buket bunga," kata Munggar dengan nada suara yang mirip seperti orang kecewa, yang membuat Armin terheran-heran.
Kalau insiden itu terjadi pada Armin--ditubruk sekelompok pengawal pribadi sampai terpelanting dan agak benjol, lalu diberikan complimentary service seperti anak band selesai manggung begini, Armin akan diliputi kebahagiaan.
Armin berjalan ke sudut meja dan mengecek buket bunga anggrek, mencari kartu yang talinya tergantung di salah satu tangkai bunga. Kartu itu terbuat dari kertas concorde tebal yang pinggirannya bergrafir emas, mewah dan elegan.
Tulisan di kartu itu:
Dearest Ms. Bestari and co.,
Enjoy your stay.
Warm regards, Claire Austin Hotel Group
Armin seketika terkekeh. Kekaguman yang sempat dia rasakan pada hotel ini seketika menguap, dan kini dia bisa memahami kenapa Munggar terlihat dan terdengar kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Kita Tak Pernah Jumpa
RomanceBestari punya banyak keinginan, yang hampir seluruhnya sudah tercapai. Keinginan Bestari yang terakhir sekaligus yang paling penting, tinggal satu; dia berharap, dia tidak akan pernah lagi bertemu Munggar. Start: 11 Mei 2022 Finished: 13 Juli...