Meski Munggar sudah melihat foto Galuh, tapi saat lelaki itu menjemput Galuh di Bandara dan melihat secara jelas bukti penganiyaan Fathan, darahnya langsung mendidih. Yang ingin dia lakukan saat itu adalah membeli tiket ke Yogyakarta dan mendatangi Fathan, lalu menghajarnya. Tidak peduli kalau lelaki itu sedang mengajar di kampus, Munggar ingin semua orang tahu berapa sadis dan kejamnya Fathan."Aa," kata Galuh parau, lalu menyurukkan kepalanya dengan hati-hati di pelukan Munggar yang sudah berdiri menunggunya. Dia tidak menangis, mungkin karena sudah terlalu lelah menangis sehari ini. Luka sobek sudah di wajah Galuh sudah dijahit dan tercium aroma wangi obat
Seorang wanita berumur sekitar 40an tahun, berambut ikal yang diikat kuat dengan jepit, mengikuti di belakang Galuh dan tersenyum ramah pada Munggar. Dia mengenakan seragam khas relawan Tenang Hati, kaus polo merah marun dan celana putih, Dia menyerahkan sebuah tas spunbond dengan sablonan logo minimarket. "Ini jaket dan ponsel Mbak Galuh," katanya dengan logat lembut khas Solo-Yogya.
Munggar masih ingat ketika Galuh diantar ke Yogya dengan delapan mobil kerabat, isinya penuh aneka barang dan kado pernikahan, dengan riuh dan penuh kebahagiaan, menengok rumah tempat tinggal Galuh.
Kini Galuh diantar pulang kembali hanya dengan tas kantong sebagai bawaannya.
Masih dengan satu tangan memeluk Galuh, Munggar menerima tas itu. "Terima kasih banyak," kata Munggar. Kata-kata itu terasa amat kurang dengan bantuan yang diterima, tapi Munggar tahu tidak ada kata-kata yang sepadan. "Terima kasih banyak," kata Munggar lagi.
Relawan itu mengangguk dan tersenyum, lalu berkata, "Sekalian saya pamit, saya mau ke Cengkareng karena akan pulang ke Yogya lagi."
Galuh melepaskan diri dari pelukan Munggar dan balik badan, memeluk wanita itu. "Terima kasih banyak Bu Krisan, Galuh tidak akan lupa kebaikan Ibu."
Krisan mengusap punggung Galuh. "Sehat-sehat ya Mbak Galuh, jangan mikirin apa-apa, fokus sama kesehatan dan kehamilan Mbak Galuh aja."
"Iya Bu," kata Galuh dengan suara gemetar, sambil melepaskan pelukannya.
"Saya pikir mau menginap barang semalam di Jakarta?"
"Maunya sih begitu, mau ketemu Bu Bestari, sudah kangen, lama nggak ketemu beliau," kata Krisan. "Tapi kebetulan besok ada keperluan yang tidak bisa saya tinggalkan jadi harus balik hari ini juga..."
Munggar mengangguk, "Kalau begitu ayo Bu, saya antar, " kata Munggar.
"Tidak perlu," kata Krisan sembari tersenyum. "Saya sudah janjian sama teman saya yang akan mengantar, tuh sudah datang..." Krisan menunjuk ke suatu titik di belakang Munggar, dan saat Munggar menoleh, di belakang mereka sudah ada seorang perempuan dengan celana putih dan kaus polo merah marun, tersenyum sembari mengangguk.
***
Waktu berjalan cepat saat kita sedang bahagia.
Tapi waktu juga berjalan cepat saat salah satu anggota keluarga kita datang dalam keadaan babak belur dan hamil muda.
Rukmana dan Dewi berembuk soal tempat tinggal Galuh bahkan sejak mereka baru pulang dari RS.
Dewi berniat membawa pulang Galuh ke rumah mereka Bandung, agar bisa lebih tenang memulihkan diri, lebih dekat dari rumah sakit dan keluarga besar mereka. Nilai plus karena rumah mereka berada di dataran tinggi yang dingin dan sejuk.
Tidak ada yang membantah keinginan Dewi, karena diam-diam, ketiganya tahu kalau sewaktu-waktu Fathan atau keluarganya datang mencari Galuh, akan lebih sulit bagi mereka kalau Galuh berada di Bandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Kita Tak Pernah Jumpa
RomanceBestari punya banyak keinginan, yang hampir seluruhnya sudah tercapai. Keinginan Bestari yang terakhir sekaligus yang paling penting, tinggal satu; dia berharap, dia tidak akan pernah lagi bertemu Munggar. Start: 11 Mei 2022 Finished: 13 Juli...