"Sementara ini dulu, tak perlu revisi," kata Munggar, dia mengembalikan laptop Bani. Mereka berdua ada di kantor Munggar pagi itu."Kirimkan ke email, ya," tambah Munggar.
"Siap, Pak."
Fahri, salah satu OB yang bekerja di kantor mereka, masuk setelah mengetuk pintu dua kali. Fahri membawa gelas tinggi berisi teh tawar untuk disuguhkan di meja kerja Munggar.
Munggar menatap Fahri, lalu menggeleng. "Fahri, saya hari ini nggak ngantor, cuma mampir sebentar sebelum ke bandara."
Fahri langsung berhenti, "Oh, gitu ya Pak."
Tapi Munggar melambaikan tangan agar Fahri mendekat ke meja kayunya yang lebar, dia lalu menunjuk ke sebuah vas bunga di mejanya. "Ini airnya diganti ya, sama kalau sudah layu kabarin saya. Saya tiga hari ke depan ada di Balikpapan."
Fahri dan Bani sama-sama melirik ke arah yang ditunjuk Munggar. Di meja Munggar, ada vas bunga yang diisi sebatang sedap malam dan sebatang mawar putih.
Meski sama-sama melihat bunga yang sama, tapi Bani dan Fahri memberikan reaksi yang berbeda.
Fahri menjawab, "Baik, Pak..."
Sementara Bani menjawab, "Memangnya kalau bunganya layu sama Bapak mau diapain?"
"Beli yang baru, lah..." jawab Munggar. Lelaki itu berdiri lalu mulai merapikan meja kerjanya. Setelahnya, dia mengambil ransel dan koper kecil seukuran bagasi.
Bani ikut berdiri.
"Di rumah saya sedang tidak ada orang, jadi sementara saya pergi ART di rumah saya liburkan," Munggar memberi penjelasan.
Munggar dan Bani kini berjalan menuju pintu ruangan kantor Munggar, lalu mereka berpisah di depan pintu. Bani mengangguk dalam sebelum Munggar melambaikan tangan dan berjalan cepat keluar kantor. Beberapa pegawai di ruangan menyapa Munggar yang dibalas lambaian tangan. Di bandara sudah menunggu satu pegawai junior SAADA yang akan menemani Munggar selama di Balikpapan.
Bani lalu keluar ruangan untuk merokok dan ketika dia kembali ke kantor, dia menatap sekeliling. Ruangan kantor lumayan sepi tapi ada suara-suara mengobrol pelan berasal dari pantri.
Sejutek-juteknya Pak Munggar, beliau cukup bijaksana dan terbuka sebagai atasan.
"Bani, gaji kamu sebulan kan 8 juta nih, ya kira-kira aja sejam saya kudu cari uang 50 ribu per jam buat gajian kamu. Plus yang kerja di sini ada 30an orang, tinggal dikaliin aja. Sama biaya operasional kantor juga tapi itu sih saya yang mikirin... Makanya kalau buat saya yang penting karyawan tahu hak dan kewajiban, mencapai target kerjaan serta bisa produktif memanfaatkan waktu; itu aja sudah cukup sebagai berkontribusi sama kantor..."
Bani ingat petuah Munggar itu karena Bani, yang sebelumnya sudah bekerja di dua kantor sebelum bekerja di sini, baru mendengar perspektif semacam itu dari pemilik usaha. Istilah yang mengerikan semacam 'bekerja sesuai target' kini jadi terasa masuk akal di telinga Bani.
Jadi melihat kantor sepi begini—melihat mereka tidak ada di kantor saat jam kerja—bukan hal yang aneh, Bani tahu rekan sekantornya semua pernah mendengar ucapan yang sama dari Munggar.
Bani mendengar sayup-sayup percakapan dari arah pantri dan berjalan ke sana. Makin lama, pembicaraan itu makin terdengar jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Kita Tak Pernah Jumpa
RomanceBestari punya banyak keinginan, yang hampir seluruhnya sudah tercapai. Keinginan Bestari yang terakhir sekaligus yang paling penting, tinggal satu; dia berharap, dia tidak akan pernah lagi bertemu Munggar. Start: 11 Mei 2022 Finished: 13 Juli...