PROLOG

61.3K 1.8K 98
                                    

Hai guys, mungkin disini aku bakal bawain cerita yang gak biasa, bukan cerita ramaja melainkan cerita yang aku sendiri pun gatau kenapa aku buat.

Aku pengen aja gitu bikin cerita ini, kayanya seru. Kalian boleh vote kalau kalian suka dan kalian boleh gak baca ini kalau kalian gak nyaman.

Apalagi ini tentang bapak-bapak, aku yakin kalian gak akan tertarik.

*****

Felisa Anindira, gadis berusia 18 tahun itu dengan gembiranya berlarian didalam kamar sambil memeluk sebuah gaun berwarna hitam yang baru saja dia buka, bahkan saking senangnya Felisa sampai berteriak heboh. Sebenarnya gaun itu hanyalah gaun biasa, yang membuat istimewa adalah pemberinya.

Ceritanya gaun itu adalah oleh-oleh dari sahabat Papanya, sahabat Papanya itu baru saja pulang dari luar negri setelah mengurus bisnis barunya yang kebetulan memang dibangun di luar negri. Selama sebulan lebih dia tidak melihat sahabat Papanya berkunjung, awalnya itu menjadi pertanyaan besar untuk Felisa, tetapi Mamanya mengatakan jika sahabat Papanya sedang berada di luar negri mengurus bisnis.

Selama itu pula Felisa harus menahan rindu, hatinya galau mengetahui bahwa Bapak pengacara ganteng itu tidak ada di Indonesia. Sejujurnya Felisa khawatir jika Bapak gantengnya tidak akan kembali, tapi tadi dia mendengar sendiri jika pak pengacara idamannya itu tidak akan pergi kemana pun dan akan mengurus bisbis lewat Indonesia saja.

Flashback lima jam lalu...

"Jadi perusahaanmu yang di sana di-handle sama managermu?" tanya Surya, Papa Felisa.

Pria berahang tegas itu mengangguk, "Saya masih harus menyelesaikan beberapa kasus sebelum berhenti jadi pengacara. Makanya saya minta Danu yang handle sementara saya menyelesaikan pekerjaan sekarang."

Papa Surya manggut-manggut, jika dipikir berat sekali tanggung jawab sahabatnya yang harus mengurus perusahaan pusat yang memiliki dua cabang dalam negri dan tiga cabang di luar negri serta masih harus menjadi pengacara.

"Rencananya kapan mau berhenti jadi pengacara?" Tanya papa Surya kemudian.

"Tahun depan, masih ada beberapa kasus yang belum saya selesaikan."

Pok!

"Aduh!" Pria berahang tegas itu mengusap wajahnya yang dilempar bantal oleh Papa Surya, dia menatap tak terima.

"Kenapa dilempar, bang?" tanyanya tak terima.

"Geram, mukamu sok serius."

Pria bernama Arvin Bisma Pradipta itu mendengus, "Saya kebiasaan ngomong formal, bang. Susah ngubahnya." cetusnya.

"Assalamualaikum!" salam seorang gadis dengan pakaian SMA yang sudah penuh coret-coretan berbagai macam warna.

"Paaaaa, Felisa lulussss!!!" pekiknya girang, gadis itu tidak menyadari jika di dalam ruang kerja itu Papanya tidak sendirian.

"Wahh anak Papa pinter, juara gak nih?" goda sang Papa.

Felisa tersenyum lebar, matanya berkaca-kaca. Sebelum berucap gadis itu melirik pintu dimana kakak laki-lakinya berdiri sembari membawa piala dan medali miliknya, bahkan disana ada sang Mama yang ikut tersenyum haru.

AMOUR (Mr. Pradipta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang