Karina menatap ke arah Jina yang duduk di meja makan namun ia tak membuka suara sama sekali, Karina juga melihat wajah anaknya yang terlihat berbeda, anak itu juga sangat berbeda hari ini karena ia tidak berisik seperti biasanya.
Karina sangat merasakan perbedaan itu saat akan mengambilkan anaknya nasi, biasanya Jina akan merengek meminta diambilkan nasi dan lauk pauk untuk sarapan tapi kali ini anak itu mengambil sendiri lauk nya.
"Jangan makan itu Jina, itu ada saos tiramnya" ujar sang ibu saat Jina akan mengambil tumis daging, ia hanya diam lalu mengembalikan tumis itu.
Karina menatap perubahan Jina, ia hanya bisa menghela napas pelan, "Ini tumis khusus untukmu" ujar Karina memberikan tumis yang ia buat untuk Jina sendiri karena anak itu tidak bisa memakan masakan apapun yang terbuat dari kerang.
Jina hanya menerima tumis itu lalu makan tanpa suara. Semua orang menatap ke arah Jina, sangat aneh bagi seluruh punghuni rumah kalau Jina bisa diam di pagi hari.
Setelah makan, Karina menahan tubuh Jina yang akan berangkat sekolah dengan Jino. Ia menarik anaknya kembali ke dapur.
"Jina marah pada eomma?" tanya Karina to the point karena perubahan Jina sangat kentara setelah semalam mengunci diri di kamarnya.
Jina menggelengkan kepalanya sebagai balasan
"Kenapa kau diam terus hm? Eomma minta maaf ya? Semalam oppa mu tidak bisa tidur jadi eomma menemani oppa mu tidur sebentar, setelah itu eomma ke kamarmu tapi Jina sudah mengunci kamar"
Jina mengangguk membalas ucapan ibunya, Karina mulai jengah menatap anaknya yang tak mau membuka suara.
"Katakan sesuatu Jina" ujar Karina mulai lelah dengan tingkah anak itu.
Jina yang melihat ibunya akan marah mengambil ponselnya lalu mengetik sesuatu di ponselnya.
Jina tidak marah pada eomma, Jina sedang sariawan, mulut Jina sakit kalau berbicara
Karina menatap anaknya lalu tertawa kecil, "Mana sini eomma lihat" ujar Karina namun Jina menggelengkan kepalanya menghindari ibunya.
"Sini lihat dulu biar eomma obati" ujar sang ibu menahan tubuh Jina namun anak itu menggelengkan kepalanya tak mau disentuh ibunya, namun Karina lebih dulu menyentuh wajah gadis itu menahan wajah kecil Jina agar diam.
Namun Karina menyerngit, ia menyentuh lagi wajah Jina hingga ke kening anaknya, "Kenapa wajahmu panas begini?" ujar Karina
Jina menatap ibunya sambil menggelengkan kepalanya lalu berlari menuju ke keluar rumah dan masuk ke dalam mobil ayahnya.
"Jina!! Yak, anak itu" ujar Karina menatap Jina yang hanya diam tak mau menatapnya saat di dalam mobil.
"Appa ayo jalan" ujar Jina pelan
"Hah?" Jeno bingung, diluar Karina mengatakan agar jangan menjalankan mobilnya sementara Jina memintanya menjalankan mobilnya.
Dan Jeno memutuskan menjalankan mobilnya saat melihat mata puppy anaknya. Jeno tak mendengar teriakan Karina yang mengatakan kalau Jina sedang demam.
Karina menghampiri Jino, "Suru Jina pulang, dia sedang demam ck, anak itu"
Jino mengangguk lalu berpamitan pada ibunya.
Setelah kepergian anak dan suaminya, Karina memasuki kamar Jina, ia mencari sesuatu yang membuatnya penasaran, ia mengingat ucapan Wina saat itu kalau Jina ternyata menyiapkan hadiah untuknya.
Karina terus mencari di kamar anaknya namun bukannya hadiah yang ia temukan, ia malah melihat tisu yang dipenuhi darah di dalam bak sampah kamar Jina.
"Apa ini? Darah apa ini?" gumam Karina sedikit negatif thinking, anaknya tidak apa-apa kan? Lalu darah apa ini? Karina kemudian teringat kalau Jina berkata sedang sariawan, kemungkinan ini darah sariawan kan? Tapi apa akan sebanyak ini? Karina menghela napas pelan, karena tidak ingin berpikir negatif, ia meninggalkan urusan darah itu lalu melanjutkan pencariannya hingga ia menemukan sesuatu di dalam ransel anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
FanfictionKelanjutan cerita kehidupan rumah tangga sebuah keluarga bahagia Jeno dan Karina yang memiliki anak kembar bernama Jino dan Jina. Dua anak kembar tidak identik dan berbeda gender itu hidup dengan berbagai perbedaan. Jino si sulung yang terlahir 15 m...