[37] Penyimpan Rahasia

2.8K 459 47
                                    

Aku berteriak setiap hari dengannya untuk menunjukkan rasa perhatianku.

-Frezdian Abraham Afras-

"Non, den Darrel datang."

Alice melengos memandangi. "Kapan Bi?"

"Dari tadi_"

Belum sempat pembantunya berucap, Alice melangkah tergesa, mengabaikan teriakan yang ia dengar bahwa hujan masih mengguyur deras di luar, Alice terus berlari tak terhenti hingga sampai di depan pagar.

Tak menemukan apa pun, Alice hanya menatap motor milik Darrel yang tertinggal, sedangkan pemiliknya tak terlihat.

"Rel," panggil Alice, ia mengusap lelehan hujan sesekali memutar penglihatan, namun, Darrel tak kunjung ketemu.

"Darrel, kamu di mana?" melangkah Alice sedikit menjauh dari rumah hingga sampai di trotoar, terpaku gadis itu dalam tegak ketika langkah besar lelaki yang teramat ia kenal mencoba untuk mendekat, dari kecil hingga berlari mengejar, Darrel lakukan agar sampai ke arah gadis yang juga basah kuyup.

"Rel, maaf aku datang terlambat, Bi Sira baru memberitahu kalau kamu_"

Hujan memang datang mengguyur tak henti, tetapi kehangatan dari pelukan Darrel menghapus rasa dinginnya, ucapan Alice terjeda tatkala Darrel mengabaikan yang berakhir memeluk erat tubuhnya, semakin ia pererat ketika Alice tak membalas pelukan itu.

"Alice, maafkan aku yang tak datang saat kamu membutuhkan, aku benar-benar merasa bersalah karena bersikap begitu pengecut," lirihnya.

"Wajah kamu kenapa Rel? Siapa yang mukul?"

"Tolong balas pelukanku, Al," pinta Darrel, ia tak menjawab pertanyaan Alice, ia hanya ingin dianggap dan dibalas.

"Rasanya sesak."

"Kamu tak mau menerimanya lagi? Kamu benar-benar akan melakukan semua ini, Alice? Perasaanmu untukku apa benar telah habis?"

Alice menggeleng tertahan, mulutnya kelu sedangkan Darrel enggan melepas dekapan itu.

"Rel, bolehkah aku meminta untuk dilepaskan selamanya."

"Enggak!"

"Atau, boleh aku pergi meninggalkan kamu?"

"Nggak akan Al."

"Ini melelahkan."

Darrel merenggangkan pelukan sehingga Alice mencoba untuk mundur beberapa langkah, semakin nanar tatapan Darrel, semakin berdesir darah berhamburan naik.

"Alice."

"Kalian menghukumku, semesta menyakitiku, takdir menghancurkan harapku. Mana ada seperti ini, keindahan apa yang pernah aku terima sebelumnya sehingga sekarang kesakitan datang bertubi."

"Alice."

"Bicaranya dari sana saja Rel, jangan melebihi batas dari apa yang kamu pijak saat ini," pertegas Alice, langkah yang semula ia ayun, Darrel mundurkan ke tempat semula.

"Kamu mengejarku keluar dalam keadaan basah kuyup, kamu mencariku sampai ke sini dan meminta maaf karena datang terlambat. Apa maksudnya ini? Bukankah baru saja kamu memberiku harapan?"

"Melihat wajah kamu membuatku merasa sedikit ragu."

"Bima memukulku tadi, dia mengatakan kalau kamu menangis seharian, dia juga bilang kalau kamu bertemu_"

Hai Darrel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang