[41] Double Date

3.1K 410 74
                                    

Aku kira duduk sendirian di dalam kamar sudah sangat menyakitkan. Tetapi ditinggal saat makan bersama jauh lebih sakit.

-Allara Redin Tama-

---•••---

Anisa terpaku hebat, dentuman memekik kala ia terduduk di sofa merah seraya mendongak, memandangi setiap rinci rumah kenangan saat dirinya bersama Adnan di sana, ia rindu hal yang terasa menyakitkan. Apa Anisa gila jika melakukan itu? Ia hanya merindu sesuatu yang tak bisa diberi obat.

“Bunda,” Anna mendekat, membawa segelas air putih dingin, meletakan di atas meja lalu ikut duduk. “Bunda Adinda datang untuk membicarakan apa Bunda?”

“Bukan apa-apa nak,” Anisa meneguk habis hingga tenggorokan yang kering terasa melegakan. Merunduk menyembunyikan lagi semua kebenaran yang terasa sangat sulit untuk ia bahas terlebih dengan Anna.

“Anna,” panggilnya. Anna menatap.

“Iya Bunda, kenapa?”

“Apa Anna punya masalah di sekolah, nak?” Anisa bertanya ragu. Kala mereka bersitatap, Anna memberikan senyuman singkat.

“Enggak Bunda,” ia berbohong. “Hubungan Anna dengan yang lain sudah membaik.”

“Dengan Darrel?”

Hembusan napasnya memburu kuat, Anna menepis kesakitan agar sang Bunda tak menyadari segala hal yang ia sembunyikan. Anna termenung sejenak lalu berucap.

“Apa Bunda Adinda mengatakan sesuatu, Bunda? Tentangku dan Kak Darrel?”

“Jadi...”

“Kak Darrel menjauh tanpa sebab. Anna nggak mengerti, semuanya baik-baik saja sampai tadi pagi saat Anna memanggil, ia mengalihkan tatapan. Mereka bertiga tertawa, memunggungi Anna yang masih diam di tempat,” terus ia tahan, mutiara bening yang mulai menumpuk di kedua netranya, Anna tahan agar tak meluncur dengan deras. “Bunda, kenapa Kak Darrel berubah? Apa yang membuat dia berhenti menjaga Anna? Apa Anna menyebalkan? Apa Anna selalu berada di sampingnya sehingga Kak Darrel muak? Apa Anna gadis yang cerewet? Apa-“

“Enggak,” Anisa menggeleng lalu memeluk tubuh kecil putrinya, ia menangis tersedu, meratapi rintihan sakit dari Anna, sangat sakit hingga berucap pun Anisa tak bisa. “Anna kesayangan Bunda, tolong jangan mengatakan itu, Anna bukan gadis yang cerewet apa lagi menyebalkan. Enggak Nak.”

“Tapi kenapa Bunda, kenapa Kak Darrel menjauh tanpa memberitahu kesalahan Anna?”

“Bunda yang salah. Bukan Anna.”

Anna mengusap tangisan yang jatuh di punggung sang Bunda. “Anna hanya punya Bunda dan Kak Darrel.”

“Masih ada Bunda, Nak.”

“Iya, Bunda memang selalu ada ketika Anna di rumah. Tapi Bunda tak bisa menemani Anna di sekolah.”

“Teman-“

“Anna gak punya Bunda,” Anna menyela secepat kilat yang membuat getaran dahsyat menghunjam tubuh Anisa. “Teman Anna terlibat dengan Kak Darrel, dan Anna harus berada di lingkaran yang sama. Saat dia pergi dan membenci Kak Darrel, otomatis dia ikut membenci Anna, sekarang, saat Anna telah sendiri, Kak Darrel ikut pergi. Anna sendirian lagi, untuk ke sekian kalinya sendiri, Bunda.”

“Rasanya percuma,” Anna melepas pelukan Anisa, menghapus habis jejak air mata lalu mendongak. “Datang jauh-jauh bertemu dengan seseorang yang berakhir ditinggalkan juga. Semua seolah sia-sia, susah payah Anna selama ini, tak membuahkan satu hasil pun."

Hai Darrel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang