[52] Siapa?

210 15 1
                                    

Matanya pernah mendatangkan kilatan cahaya untuk hidup gelapku.

---•••---

Dalam keremangan cahaya, Alice meremat kedua jemari di bawah meja. Bukan takut diinterogasi, hanya saja saat ini ia sedang memikirkan Darrel, laki-laki tak bersalah yang sekarang dituduh sebagai tersangka.

Meski belum terbukti, Alice meyakini satu hal. Darrel tak akan mungkin melakukan semua itu.

"Kamu tahu kenapa diinterogasi?" Alice menggeleng. "Karena semua murid di sekolah ini mengatakan kalau kamu dan korban sering bertengkar," mata tajam polisi itu menatap tanpa kedipan padanya, Alice membisu.

"Jawab saya, kamu terlibat, kan?"

"Tidak, saya tak mengetahui apa-apa," Alice menjawab. "Kalau sering bertengkar, saya akui benar. Tapi untuk melakukan kejahatan meneror orang bahkan sampai merenggut nyawanya, saya tak berani-"

"Menurut laporan yang saya baca, kamu pernah melempar batu hingga mengenai kepala seseorang. Apa maksudmu tak berani melakukan tindakan kejahatan?"

Udara yang Alice hirup terbuang cukup kasar. Itu dulu, dulu sekali.

"Kali ini saya tak tahu menahu tentang masalah ini pak, saya bersumpah."

"Tolong kerjasamanya Alice," pria tadi menghentikan pembicaraan, ia menunduk sedikit. "Jangan menutupi pelaku, katakan kalau kamu tahu siapa dia, atau di mana sekarang pelaku itu berada."

"Maksud bapak?"

"Darrel kan? Laki-laki yang menyebarkan video korban dan mengancamnya. Teman dekat kamu, dia pelakunya kan?"

"Bapak punya bukti?" Alice menegang. "Saya tahu siapa Darrel, dia gak akan mungkin melakukan hal gila seperti ini."

"Orang-orang bisa bertingkah gila dalam keadaan mendesak."

Tak bisa mengungkapkan kata lagi, Alice terpaksa membungkam mulut beserta pendengarannya. Satu hal yang ia tahu, selama dua puluh empat jam belum ada bukti maka Darrel akan dibebaskan. Selama itu pula, ia berharap pada Tuhan untuk tidak menyempurnakan ketakutannya.

"Mohon kerjasama-"

"Apa yang harus saya katakan! Saya tak mengetahui apa pun."

"Kalau begitu, apa kamu mencurigai seseorang? Apa ada orang yang pernah kamu perhatikan atau ragukan?"

Deg ...

Tiba-tiba saja, jantung Alice berdetak cukup kencang. Pertanyaan tadi mulai menggetarkan jiwanya. Siapa? Siapa dia yang sekarang mulai berbisik dalam pikiran Alice.

"Ada?"

"Tidak ada!"

---•••---

Langkah Adinda dan Regal bersahutan dengan langkah milik Anisa, mereka terlihat panik setelah menerima panggilan dari kantor polisi begitu juga pihak sekolah. Terlebih Adinda, keresahannya bersatu dengan panik yang luar biasa.

"Tenang, Darrel gak mungkin melakukan ini," Regal bersuara, masih menggenggam jemari hangat itu, ia menenangkan berkali-kali. "Senakal-nakalnya Darrel, dia tak akan mungkin sampai menghabisi nyawa seseorang," sambung Regal, setidaknya itu berhasil membuat kekhawatiran Adinda berkurang.

"Aku tahu, dan aku mengenal putraku," sahutnya.

Dalam perjalanan itu, Anisa hening. Semua yang ia pikirkan berpacu hebat di dalam sana.

"Anna, di mana Darrel?"

Gadis itu berdiri dari duduk, bersama dengan Bima. Terdiam mereka saat wajah-wajah panik di sana menghunus padanya. Jemari Adinda terulur menyentuh.

Hai Darrel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang