[50] Kematian Siapa?

1.9K 292 57
                                    

Selama masih hidup. Masalah pasti akan selalu datang. Kalau niat lo untuk banding-membandingkan, ayok! Siapa takut.

-Bima Astro Nadeo-

Berjarak sedikit ia dari Bima yang sedang duduk sembari mengotak atik ponselnya. Sesekali Alice lihat lelaki yang mengajaknya ke kafe dulu sebelum pulang. Dalam hening itu, banyak hal yang membuat lidah Alice kelu, terlebih kala mendengar permintaan pedih dari Anna, adik mantan pacarnya.

"Segitu bencinya lo sama gue, Anna?"

"Kak Alice-"

"Kalau Darrel tahu, dia pasti kecewa karena adik tersayangnya meminta gadis yang pernah paling dia cintai, disuruh untuk mati," jawab Alice lirih, hembusan napasnya terbuang sakit. "Dan andai aja gue bilang sama Darrel tentang keinginan lo ini, dia tetap memilih lo, Anna," tambahnya.

"Ck, seyakin itu kakak menilai Kak Darrel. Kenapa?"

"Karena lo adiknya. Di antara gue dan lo, itu bukan sebuah pilihan dan Darrel tak mungkin mau memilih," perkataan Alice membuat suara di balik sambungan itu hening. Tak ada lagi rintihan Anna, gadis di sana membisu.

"Gue hanya orang asing seperti yang lo bilang, orang lain dipaksa masuk ke dalam kerumitan keluarga lo, orang antah berantah yang diinginkan untuk dimanfaatkan. Mereka menerima gue dengan maksud dan tujuan yang lain. Sekarang, lo datang-datang meminta gue mati? Apa keluarga kalian memang suka menyudutkan orang-orang seperti gue?"

"Kak Alice, maksud kakak apa?" suara Anna melemah, terdengar getir.

"Jangan bandingin sakit tak seberapa lo itu sama kepedihan hidup gue. Jangan menyuruh gue mati saat orang lain memperjuangkan gue agar tetap hidup. Jangan mengusik ketika lo merasa Darrel berubah, karena pada dasarnya tentang laki-laki itu bukan lagi urusan gue."

"Kami sudah mengakhirinya dan lo tahu itu. Jadi, jika dia masih bersikap sama seperti saat bersama gue, artinya memang itulah dirinya. Dia Darrel yang sekarang saat lo masih berada di tempat yang lama."

"Coba bangun dan pergi. Lo akan paham kalau Darrel, tetaplah Darrel."

Tidak. Bagian hatinya berbisik riuh, Darrel masih sama, lelaki yang menjadi teman masa kecilnya pasti bersikap seperti dulu. Sebab, kehadiran orang baru bisa merusak pikiran Darrel sehingga keinginan baru juga tercipta di sana.

Dalam hening, Anna menelan pelan air liurnya.

"Pergi jauh aja kak. Jangan berada di sekitar Kak Darrel lagi," pintanya.

Alice tertawa singkat. Kalimat Anna mengusik dirinya. Kenapa semua orang selalu ingin jauh dan berharap dijauhi, kenapa semesta menempatkan dirinya berada di antara pilihan yang begitu pelik dan sulit.

"Gue gak bisa," Alice berkata jelas, sangat jelas sehingga sorot netra Bima terangkat, melihat punggung gadis yang masih betah berdiri.

"Dari awal gue di sana, Anna. Dan pergi pun, gue gak mungkin menggunakan alasan itu karena lo. Satu lagi, sulit memang menerima kenyataan-"

"Kakak mana tahu rasanya berada disituasi seperti ini, dipaksa menerima kenyataan segila ini."

"Apa? Gue gak salah dengar kan? Situasi yang seperti apa sih yang gak gue rasain. Jauh dari apa yang saat ini lo alami aja pernah. Jadi stop menelfon gue kalau cuma menyuruh untuk gue pergi atau pun lenyap. Kematian seseorang tak berada di tangan lo. Satu lagi, jangan gila Anna! Darrel kakak kandung lo."

Alice lebih dulu memutus sambungan telefon dengan dentuman yang bergemuruh. Kenapa mengatakannya sekarang jika dari dulu ia ingin mati, gadis itu terlambat sehingga sekarang pikiran Alice bukan lagi kematian, melainkan ketenangan. Ia ingin hening, ia ingin sepi.

Hai Darrel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang