Hubungan kita sudah sangat usang sehingga terasa kian asing.
-Alice Freya Afras-
•••
Meredam rasa sakit dengan cara mengatupkan bibirnya kian rapat. Silet tadi terjatuh sedangkan jemari kirinya menekan erat dititik yang tersayat kecil, merintih Anna menahan perih kala lukanya berhasil meneteskan beberapa cairan darah hingga bertemu dengan lantai.
Bersandar punggung Anna pada sisi ranjang, menangis lagi membayangkan betapa lemah dirinya. Semua hal yang menggebu tadi, hilang setelah goresan kecil mengenai pergelangan tangannya. Anna tak paham, ternyata sekecil itu pun sangat amat menyiksa.
"G-gak bisa. Hiks... Anna gak bisa mati dengan menyayat tangan, rasanya sakit, Bunda."
"Anna harus apa? Sakit sekali."
Merintih pilu ia tanpa seorang pun yang datang menenangkan. Kenyataan tentang kehidupan rumit Bunda dan dirinya, ternyata menghanguskan hingga habis seluruh raga yang berdetak. Seperti disembur guruh tanpa hujan, dihantam petir tiba-tiba. Anna, merasa tak butuh lagi hidup setelah ini.
Di luar sana, Anisa menunduk menatap lantai, sedangkan Darrel berdiri di depan pintu tanpa mau berbalik badan. Ia tak mendengar apa pun di balik sana, hening seolah tak terjadi apa-apa. Atau lebih tepatnya, Anna berhasil membungkam isak yang meluncur.
"Rel, Bundamu mengirimkan pesan. Dia khawatir denganmu."
Darrel menoleh, memandangi wajah Anisa yang kentara sangat pucat. Banyak pertanyaan menyebabkan detak jantung Darrel memekik kian hebat.
"Pulanglah, biar Bunda yang akan menenangkan Anna."
"Kabari Darrel kalau terjadi sesuatu dengan Anna, Bunda. Darrel pasti akan langsung datang," jujur, Darrel juga kepikiran dengan sang Bunda saat ini.
Anisa mengangguk sendu. Menerima uluran jemari Darrel menyalim dirinya berpamitan untuk pulang. Sebenarnya. Banyak sekali kerapuhan yang bersarang dalam pikiran Anisa, bagaimana cara menghadapi kesakitan Anna, bagaimana cara menjawab pertanyaan pelik gadis yang sekarang mengurung diri membawa kepedihan.
Bangkit Anisa mendekat setelah motor Darrel terdengar jauh. Kembali menempelkan jemari pada pintu sambil menangis.
"Sayang, Bunda boleh masuk? Bunda temenin ya? Boleh ya Nak?"
"Bunda... Anna yakin semua ini hanya mimpi, kan? Tolong bangunin Anna, Bunda."
Pilu sekali. Suara getir dari dalam membuat sekujur tubuh Anisa ngilu. Ia sama sekali tak memikirkan kejadian seperti ini terjadi, tentang masa lalu yang diketahui oleh anaknya dan berakhir meruntuhkan dunia Anna, dunia yang sudah susah payah Anisa rancang penuh bunga dan kebahagiaan. Ternyata menunggu hari di mana semuanya mulai berserak, dan itu ulahnya sendiri.
"Maafkan Bunda, sayang. Maaf karena masa lalu buruk ini, kamu membenci segalanya."
"Katakan sekali lagi ini semua kebohongan, Bunda."
"Maaf, sayang," ucap Anisa dalam tangisnya. "Maaf."
"Kenapa harus Kak Darrel? Dari banyaknya manusia di dunia ini, kenapa harus Kak Darrel? Kenapa harus orang yang selalu ada buat Anna? Seseorang yang selalu memberi tawa singkat penuh makna, seseorang yang menjaga Anna melebihi penjaga seorang Ayah yang tak pernah Anna rasakan, Bunda?"
"Kenapa... Membiarkan Anna dekat dengannya jika ujung-ujungnya dipisahkan juga. Jika Bunda tahu bahwa kenyataannya begitu amat rumit, kenapa tak membawa Anna pergi jauh dan hilang dari hadapannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Darrel [END]
Dla nastolatków[Squel IKHLAS] "Di saat aku meyakini kamu sebagai penyembuh. Dan sekarang berakhir menjadi penyebab luka, aku bisa apa?" ••• Jika semesta terus saja bercanda. Semua seperti terulang. Darrel Atmaja Aditama, apa yang harus ia lakukan ketika berada di...