#Chapter 10

109 22 1
                                    

Jangan tanya betapa lancarnya usaha Aini sekarang, terlebih ada keluarga Bramantiyo yang terus mensupportnya.

Usaha Aini bukanlah usaha kacangan lagi. Dia kini memiliki link online yang tak pernah berhenti mengirim notif orderan. Dan jangan lupakan cup cake customnya yang diminati di sebuah coffee shop ternama. Plus, dia bahkan menerima job sampingan sebagai personal katering yang fee nya sangat lumayan.

"Apa pesanan online ready semua?" Tanya Aini pada karyawannya. Ya, dia bahkan memiliki karyawan saat ini. 1 orang operator online, 1 orang kurir dan 1 orang lagi yang membantunya di dapur. Dulu, Aini juga menerima katering lunch box, tapi kini, ia hanya menerima pesanan bakery. Pesanan bakery saja sudah membuatnya kewalahan, jadi tidak mungkin Aini mengambil orderan lebih dari itu. Job sampingannya sebagai personal katering tidak masuk hitungan, itu tidak mengganggu usahanya sama sekali.

"Ready, Bu. Tinggal menunggu kurir saja." Jawab Irma, sang operator online.

"Ari belum kembali?"

"Harusnya sebentar lagi. Mungkin jalanan agak macet." Jawabnya lagi cekatan. Irma mungkin hanyalah mahasiswi tingkat akhir,tapi dia sangat bisa diandalkan.

Aini membuka apronnya ketika dia melihat bidadari kecilnya datang menghampirinya dengan lukisan yang baru saja ia selesaikan.

"Bagus sekali. Bunda yakin, kau pasti juara nanti." Ucap Aini lalu mengecup kening putrinya.

Sang putri tersenyum dan mengatakan beberapa patah kata dengan bahasanya. Membuat Aini ingin memeluk putrinya itu, bidadari kecilnya.

"Apapun hasilnya, Bunda akan selalu bangga padamu. Di mata Bunda, Adibah adalah seorang juara."

Drrt... Drrrttt

Aini melepas putrinya dan mengangkat handphonenya. Alesha meneleponnya, tapi kenapa? Bukankah urusan kontrak sudah beres dan ditanda tangani? Apakah Boss komplain sesuatu?

"Ya, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?"

"....."

"Apakah tidak ada orang lain yang bisa mengeceknya? Kan Mbak sendiri yang bilang kalau saya tidak boleh mengetahui identitas Boss?"

"....."

"Begitu ya. Baiklah. Saya akan ke sana untuk mengeceknya."

***

Sekarang pukul 10.01 pagi. Masih jauh dari jam kerja tambahan Aini di apartemen mewah yang tengah ia datangi saat ini.

"Boss tidak bisa dihubungi. Orang apartemen juga tidak bisa menghubunginya. Bisakah kau menengoknya dengan key pass yang kau pegang?"

Aini tentu saja tidak ingin melakukan hal ini . Menerobos masuk ke apartemen Bossnya yang jelas-jelas adalah seorang pria. Bagaimana kalau ternyata dia sedang....... bersama wanitanya dan karena itulah dia mengabaikan semua panggilan. Oh tidak! Pikiran Aini langsung kacau memikirkan situasi seperti itu. Tapi bisa jadi kan?

"Kau sangat tahu kalau tidak boleh sembarangan orang masuk apartemen Boss. Aku hanya ingin kau pastikan dulu, apakah terjadi sesuatu pada Boss atau tidak. Itu saja. Kalau aku tidak di luar negeri, aku pasti tidak akan minta tolong padamu."

Aini kini sudah berada di depan apartemen si Boss. Tubuhnya gemetar padahal sudah berkali-kali ia masuk ke dalam apartemen mewah itu.

Biip.

Suara menandakan pintu berhasil dibuka dengan aman berbunyi, membuat Aini kaget setengah mati. Mungkin terdengar lucu, tapi semua mendadak horor bagi wanita tiga puluhan tahun itu.

Kosong.

Tak ada tanda-tanda ada penghuni di rumah itu.

"Terakhir kali seperti ini, asam lambungnya kumat dan dia harus diopname. Jadi kumohon, bantulah aku sekali ini saja."

Mengingat kata-kata itu, Aini memberanikan  dirinya tuk maju dan memeriksa ke semua sudut yang bisa ia lihat.

Tak ada apapun di ruang tengah. Aini melangkah lagi menuju kamar tidur yang tak pernah ia masuki.

Pintu terbuka, Aini mencoba melirik, tapi belum terlihat apapun. Dia membuka pintu lebih lebar dan saat itulah, maniknya menangkap sesuatu. Seorang pria dengan kaus biru laut sedang meringkuk di lantai.  Apa itu Bossnya? Dia terlihat sedang merintih kesakitan.

"Apa Anda baik-baik saja. Biar saya bantu. Mari."

Aini melupakan bahwa pria itu bukan mahramnya. Dia hanya berpikir untuk membantu pria yang mungkin adalah Bossnya. Dia berlari menghampiri dan langsung berusaha memapah pria yang ternyata lumayan berat itu. Gerakannya begitu cepat sampai...... ia menangkap wajah yang kesakitan itu. Dia... Tony Mahendra. Pria masa lalunya.

"Ku-rasa a-ku akan mati Aini. Heh heh.. Tapi setidaknya, aku sudah melihatmu. Heh-heh. Aku... "

***

Tony mencoba mengingat apa yang terjadi. Dia ingat kalau kemarin, dia melewatkan sarapan dan makan siangnya. Perutnya mulai terasa keram, tapi dia mencoba menahannya. Dia hanya makan malam dan pergi tidur. Berharap besok pagi, keadaannya akan jadi lebih baik. Tapi tidak, perutnya terasa perih sekali ketika ia terbangun. Dia mencoba menghubungi Alesha, tapi sialnya, dia lupa dimana ia meletakkan handphonenya. Perutnya semakin menyiksanya dan Tony hanya bisa bergelut merasakannya.

Sampai akhirnya, dia melihat wajah itu. Wajah yang sangat ia rindukan. Sialnya lagi, Tony tak sadarkan diri setelah itu. Aini pasti sudah pergi. Sekarang dia tahu siapa yang mempekerjakannya. Tony Mahendra. Pria yang telah merendahkan keluarganya. Jadi tidak mungkinkan dia masih di sini?

*

"Selamat pagi, Tuan Mahendra. Apa Anda merasa lebih baik? " Tanya dokter yang datang untuk mengeceknya, sedang 2 orang perawat langsung bergerak untuk mengganti infusannya.

"Kupikir aku sudah mati." Gurau Tony yang sepertinya tidak lucu.

"Berterima kasihlah pada istrimu. Dia membawamu tepat waktu."

Tony mengerutkan alisnya ketika kata istri keluar dari mulut sang dokter. Istri? Sejak kapan Tony memiliki seorang istri?

"Nah. Ini dia. Panjang umurnya." Ujar sang dokter ketika seorang wanita berkerudung masuk dan membuat Tony langsung terpesona.

Jadi...... Aini adalah istrinya? Hahaha.. Tony tak menyangka. Sepertinya dia benar-benar telah mati dan beruntungnya, Tuhan menempatkannya di surga.

"Dia hanya perlu recovery selama 3 hari. Besok Anda bisa membawanya pulang, dan merawatnya dari rumah. Pastikan awasi makanannya selama seminggu ke depan. Baiklah, sarapan akan datang sebentar lagi. Selamat pagi Tuan dan Nyonya Mahendra."

Tony masih terpesona dan menikmati perannya sebagai suami seorang bidadari seperti Aini. Senyum bodohnya tak henti-hentinya tersungging di rahangnya yang maskulin.

"Jadi kau pasti sengaja membuatku kerja di apartemenmu. Iyakan?"

"Iya."

"Apa Mbak Alesha juga berkomplot denganmu?"

"Tidak. Hanya aku yang licik di sini." Jawab Tony masih tidak menyadari kalau dia masih hidup dan wanita di hadapannya bukanlah bidadari di kayangan.

"Kau benar-benar sudah gila."

"Iya. Aku gila. Aku tergila-gila padamu istriku."

PLAK!

Dan tamparan keras itu telah menyadarkan Tony Mahendra dari dunia khayalannya. Wanita di depannya benar-benar pujaan hatinya dan dia masih hidup.

"Apa kau masih menganggap ini lelucon?"









CLBK sama jandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang