PROLOG

681 43 3
                                    

Aini terjaga tat kala cahaya mentari mulai mengganggunya. Pening terasa seketika. Meski begitu ia tetap berusaha terjaga.

Dia merapalkan sepenggal do'a hariannya lalu memijat-mijat pelan keningnya. Kenapa kepalanya terasa berat?

Dan saat itulah, ingatan semalam Aini mulai menyapa alam sadarnya. Terlebih ketika dia menyadari kehadiran seorang pria di sudut jendela dengan pendaran cahaya yang menerobos masuk. Memperjelas siluet si Pria dan memperjelas ingatannya seketika.

Aini yang mulai menduga-duga mulai memeriksa sekitarnya. Dia tak mengenakan hijabnya, rambut panjang indahnya terurai begitu saja, dia masih mengenakan gamis yang ia kenakan semalam, tapi... akh... apa ini? Kenapa dia merasa nyeri di area kewanitaannya?

"Apa yang sudah kau lakukan padaku?" Tanya Aini dengan mata setajam elang dengan gigi yang tetap mengatup.

Pria di sudut jendela dengan kemeja kotak-kotak biru laut dan celana putih panjangnya itu berbalik dan menatap nanar ke arah Aini yang sungguh, pasti sedang menahan emosinya.

"Aku akan bertanggung jawab." Ucapnya singkat setelah menghela nafas berat. Ada raut kesedihan di sana, tapi tidak nampak penyesalan yang kentara.

"Apa? Kau tidak melakukannya kan?" Aini mulai tak bisa menahan emosinya. Matanya mulai merebak. Marah, kecewa, sedih, semua bercampur aduk di dadanya yang bergemuruh hebat.

"Maafkan aku. Aku tak punya pilihan lain lagi." Ucap si Pria itu lagi singkat. Membuat Aini benar-benar kecewa.

"Apa katamu? Tak punya pilihan lagi? Lantas kau berfikir menjadikan aku sebagai jalangmu? Begitu?"

"AINI!" Pekik pria berkulit cerah itu yang tak percaya dengan apa yang dikatakan wanita yang selalu ia cintai itu. Bagaimana bisa ia menggunakan kata jahanam itu untuk menggambarkan dirinya? Tidakkah Aini tahu itu benar-benar menyakiti hati sang pria? Dia Aini. Wanita yang menempati sudut terindah di relung hati dan pikirannya.

Aini sudah mengalirkan air matanya. Entah apa yang harus ia lakukan sekarang. Otaknya benar-benar lumpuh seketika. Seperti orang linglung, Aini mencari hijabnya yang ternyata berada di atas nakas dan berusaha mengambilnya. Tapi baru setapak, ia justru ikut melantai bersama hijabnya.

"LEPAS! JANGAN MENYENTUHKU!!! KAU MEMBUATKU JIJIK." Teriak Aini ketika pria yang telah menzaliminya itu berusaha membantunya.

Tapi pria itu tidak mengacuhkan keketusan Aini dan tetap mengangkat wanita yang telah diklaimnya semalam, walau dia harus menerima pukulan kemarahan dari sang wanita.

"KAU BAJINGAN! MANUSIA RENDAHAN. Apa karena kau kaya kau bisa melakukan apapun yang kau mau? Hah? Termasuk merendahkan seorang janda?"

PLAK!

Aini ternganga dengan apa yang baru saja menimpanya. Seumur hidupnya, orang tuanya bahkan tak pernah menamparnya. Pria itu mengepalkan tangannya dan mengutuk perbuatannya. Kemudian dia bersimpuh di sisi ranjang dan menggenggam erat kepalan tangan wanitanya. Berusaha bicara baik-baik pada wanita keras kepala itu.

"Aku tahu apa yang aku lakukan salah dan aku tidak akan membela diri untuk itu. Kau boleh melampiaskan kemarahanmu padaku. Maki aku, pukul aku. Tapi demi Allah Aini. Jangan menilai dirimu sekeji itu. Aku mencintaimu. Dulu, sekarang, sampai nanti pun aku akan tetap mencintaimu. Kau... satu-satunya wanita yang ada di dalam hatiku. Tidak bisakah kau melihat hal itu? Hmm?"

Tatapan Aini menyalak menatap manik putus asa sang pria. Dia bukannya tak bisa merasakan betapa pria ini mencintainya, tapi apa yang harus ia lakukan? Mereka tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Tidak dulu dan tidak pula sekarang ataupun nanti.

Pria itu mengelus lembut pipi yang telah ditamparnya, lalu mengecupnya hangat hingga Aini tak kuasa menahan air matanya lagi. Sungguh, Dia pun ingin mengakui perasaaannya. Dia pun ingin  meraih cintanya. Tapi dia bisa apa? Seorang janda sepertinya bisa apa?

Pria itu kini menarik Aini yang sudah berlinang air mata ke dalam pelukannya. Aini menolak dan bahkan memukulnya terus menerus, tapi pria itu tetap mendekap Aini erat dalam rengkuhannya. Dia bersumpah, dia tidak akan pernah kehilangan wanitanya lagi. Dia bersumpah, akan menjaganya kali ini dan akan menghadapi siapapun yang akan menentang hubungan mereka, sekalipun itu keluarganya sendiri.

Sang pria bisa merasakan pukulan Aini melemah. Sang Pria menghela nafas lega dan  membiarkan emosi dan air mata Wanitanya mengalir. Dia bukannya tak tahu betapa Aini juga mencintainya. Apa yang ia ketahui semalam adalah buktinya.

"Berjuanglah bersamaku Aini. Kumohon. Hmm?" Pinta sang pria sambil memegang erat bahu kurus Aini yang terasa pas di tangannya.

Aini menatap pria yang benar-benar terlihat putus asa itu.  Pria itu bahkan memaksakan dirinya tersenyum, walaupun ia tahu, itu pasti berat baginya.

Aini masih menatap pria yang menatapnya penuh harap itu. Dan akhirnya, ia pun menggangguk dengan air mata yang mengalir lagi.

"Sungguh Aini? Sungguh? Kau akan berjuang bersamaku kan? Kau tidak akan lari lagi kan?"

Tubuh Aini berguncang karena guncangan di bahunya. Lihatlah binar bahagia yang terpancar dari pria itu. Ya. Aini akan berjuang bersamanya. Aini tidak akan lari lagi.

"Ya Allah! Demi Allah aku mencintaimu Aini. Aku sungguh-sungguh mencintaimu."

Dan Aini membiarkan tubuhnya direngkuh kembali, erat dan semakin erat.

Mereka tak tahu apa yang akan mereka hadapi nanti. Tapi setidaknya mereka akan mencoba. Ya, mereka akan mencobanya. Mencoba untuk bersama. Mencoba untuk bahagia.

CLBK sama jandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang