Seminggu kemudian.
Hari berganti hari. Aini terus menjalani hari-harinya yang biasa. Tanpa Tony yang mengganggu hati dan pikirannya. Tanpa seseorang yang terus saja mengusik hidupnya. Entah bagaimana kabar pria itu sekarang. Aini tak mau peduli. Dia tahu, ini yang terbaik. Ya, ini yang terbaik.
"Biar Mbak saja yang mengantar pesanan cup cake hari ini." Ucap Aini pada karyawannya setelah ia keluar dari kamar.
"Baik Mbak. Tapi Ari belum balik." Jawab Irma, sambil memasukkan 4 box pesanan yang sudah siap diantar.
"Tidak apa. Mbak naik taksi saja."
"Gak pesan online aja mbak. Taksi biasa kan argonya lumayan."
"Mbak dapat e-card dari customer kemarin. Katanya asal taksinya menerima pembayaran e-money, bisa dipake. Alhamdulillah banget kan." Ujar Aini sembari mengecek tas selempang kecilnya.
"Baru tahu aku ada kartu untuk taksi."
"Sekarang apa sih yang enggak pakai e-money. Mbak jalan ya. Titip Dibah. Dia masih bobo siang."
"Siap Mbak. Hati-hati."
***
Setelah perjalanan 20 menit tanpa macet, Aini tiba di sebuah cafe yang baru saja dibuka. Terlihat beberapa karangan bunga selamat di depan cafe yang bergaya minimalis itu. Aini langsung bergegas masuk. Acaranya akan dimulai setengah jam lagi.
Aini menemui pemesan cup cake dan membantu para pelayan untuk menatanya. Terlihat wah sekali dan tamu-tamu mulai berdatangan walau acara belum dimulai. Dan saat mengarahkan pelayan untuk menata tray cup cake terakhir, saat itulah manik Aini menangkap wajahnya. Pria yang sudah seminggu ini menghilang dari kehidupannya. Pria yang... entahlah, Aini mengeyahkan pikirannya. Dia tidak merindukan pria itu. Tidak sama sekali.
"Tampan ya? Itu Tony Mahendra. CEO dari perusahaan yang sangat besar. Partner bisnis suamiku."
Aini terkejut mendengar ucapan si Pemesan yang tiba-tiba sudah berada di belakangnya. Mau ditaruh dimana wajah Aini. Dia tertangkap basah sedang menatap seorang pria.
"Biasa saja Mbak. Sudah beres, aku pulang ya Mbak. Terima kasih banyak untuk pesanannya dan sukses tuk cafenya."
"Eits. Mau kemana kamu? Kamu ini juga undangan. Jangan kemana-mana sampai acara selesai. Siapa tahu ada yang mau pesan cup cakemu yang viral ini." _ "Ya sayang, sebentar. Aku ke suamiku dulu, kamu cari tempat duduk sana."
"Tapi Mbak.." Belum juga Aini menyelesaikan kata-katanya, Si Empunya hajat sudah meninggalkannya. Aini yang tak punya pilihan hanya duduk di sudut sembari menunggu acara dimulai.
Aini melihatnya. Tony melihatnya tapi segera berpaling, seolah mereka tidak saling kenal. Aini juga melihat para wanita terus saja mendekati Tony dengan genit. Membuat Aini jengah. Sepertinya dia akan pulang saja. Toh, Si Empunya hajat tidak akan menyadarinya karena dia terlalu sibuk menyambut tamunya yang terus berdatangan. Ya. Aini akan meminta maaf via teks nanti, yang jelas, dia hanya ingin segera pergi dari sini dan pemandangan yang membuatnya jengah ini.
"Permisi. Mbak Aini ya?"
"Ya?" Aini yang baru saja hendak pergi mendapati seorang pria maskulin mendekatinya. Pria itu tegap dan berpakaian formal. Bagaimana dia bisa tahu namanya?
"Aku tadi dapat info Dari Mbak Syer, katanya cup cake hari ini dari toko Mbak. Boleh kita ke teras belakang untuk bicara sebentar?"
"Teras belakang?" Tanya Aini tak mengerti. Kenapa juga mereka harus ke teras belakang? Kenapa tidak bicara di sini saja?
"Saya yang mendesign cafe ini. Ada VIP lounge di teras belakang. Saya ingin membicarakan kerja sama dan sepertinya akan lebih privat di sana. Di sini terlalu bising. Dan kalau mbak lupa, kita pernah bertemu di annive Mr. Bramantiyo. Mbak lupa?"
Aini memutar memorinya dan sepertinya dia memang sempat berkenalan dengan pria tegap yang memasang senyum sangat ramah ini.
Akhirnya tanpa ragu, Aini mengiyakan dan merekapun menuju teras belakang, yang ternyata sangat indah. Ada kolam renang, mungkin untuk pool party, gazebo dengan pergola yang menyulur beraturan dan juga beberapa meja juga sudah tertata apik di sekitar kolam tersebut.
"Kalau boleh, saya mau Mbak Aini membuatkan 100 paket bakery untuk anak-anak di panti asuhan. Apakah mbak tertarik?" Ujar si Gagah yang Aini lupa siapa namanya.
"Tolong Aini saja, saya merasa tua sekali dipanggil Mbak."
"Antony."
"Ya?" Aini bingung tak mengerti. Apa dia barusan menyebut nama Tony?
"Panggil saya Antony. Kamu sepertinya lupa namaku juga."
Ah ya, Aini ingat. Namanya Antony dan Aini berusaha mengenyahkna nama itu, malam itu juga, saat mereka berkenalan. "Maafkan saya."
"It's Okay. No worries."
***
Tony berusaha menahan diri saat melihat pujaannya, tapi ketika seorang pria mendekati Aini, Tony tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia ingin sekali menghajar pria perlente itu. Tapi sialnya, para wanita dan kolega yang kebetulan bertemu dengannya di Grand Opening Cafe Bonjour ini membuatnya sangat sibuk.
Tony mengecek jam tangannya.
Lima menit.
Sepuluh menit.
Lima belas menit.
That's enough. Persetan dengan semua orang. Dia harus mengecek jandanya saat ini juga. Apa yang Aini lakukan dengan pria perlente itu di teras belakang hingga selama ini?
Dan di saat itulah mata Tony terbelalak. Dia melihat si Pria sedang menyentuh tangan jandanya di tepi kolam. Tanpa pikir panjang, Tony melesat dan melayangkan tinju ke arah si Perlente. Membuat si Perlente langsung terjungkal ke kolam renang hingga memunculkan suara air yang berdebur hebat.
"APA KAU GILA? APA YANG KAU LAKUKAN?" teriak Aini tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Orang-orang mulai berdatangan. Tentu saja. Suara debur air dan teriakan Aini sukses menarik perhatian para tamu.
Bukannya menjawab. Tony malah menceburkan dirinya ke kolam dan terus berusaha menghajar perlente yang tidak tinggal diam itu. Dia membalas. Wajah tampan Tonypun tak elak dari tinju si Perlente.
"ADA APA INI?" Tanya Syerla Margaret, si Pemilik Cafe sekaligus pemesan orderan di toko Aini.
Aini tak tahu harus berbuat apa dan tak tahu harus berkata apa. Yang jelas, dia berharap Tony segera menghentikan kekonyolannya.
Beberapa pelayan turun dan memisahkan kedua pria gagah yang sudah basah kuyup itu. Membawa mereka ke atas kolam dan memastikan mereka tidak bergumul lagi.
Tentu saja, Tony berusaha menghajar kembali, tapi kemudian Aini menahannya. Dia menggenggam tangan Tony yang basah dan dingin. Mengalirkan panas yang langsung mengalir di dalam aliran nadi pria itu. Menenangkan adrenalin liarnya yang tengah berpacu hebat.
"Dia hanya ingin membantuku. Aku hampir terpeleset ke kolam tadi. Kumohon! Hentikan! Kau membuatku malu."
Tony mengatur nafasnya yang tersengal lalu melihat ke arah si Brengsek itu.
"Jangan sampai aku melihatmu lagi mendekati wanitaku. Kau paham?" Ancam Tony yang membuat semua orang berkasak-kusuk. Habislah sudah. Gossip hari ini, akan menyebar lebih cepat dari pada angin.
Dan jangan tanya betapa malunya Aini ketika Tony menarik tangannya dan membawanya pergi dari kerumunan. Dia Tony Mahendra. Aini bisa apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
CLBK sama janda
RomanceTentang mereka yang dulu terpisah Tentang mereka yang tak lagi saling menyapa Apakah Cinta Lama Bersemi Kembali? Ataukah Cinta Lama Belum Kelar? BUKU 3 SERI 4 SEKAWAN SAGA