#Chapter 14

98 20 0
                                        

"Boleh kutahu sedang apa CEO-CEO sibuk seperti kalian ada di sini?" Fabian memutar bola matanya tak percaya ketika dia melihat dua orang sahabatnya sudah berada di ruang bilyardnya. Menyodok-nyodok bola bernomor seenaknya. Seakan-akan mereka sedang berada di pub atau semacamnya. Kenapa juga mereka berada di ruang pribadinya? Bukankah seeharusnya mereka di ruang tamu?

"Hey, pertanyaan macam apa itu? Kami kemari untuk menjengukmu. Bukankah kau sakit? Sekretarismu sendiri yang bilang seperti itu." Oceh Alex setelah berhasil memasukkan 3 bola sekaligus.

Fabian melirik ke arah Tony yang hanya terkekeh. Ini pasti rencana Tony. Dia pasti tahu, siapa yang sedang berada di rumah Fabian saat ini.

"Kalian pasti tahu, aku tidak sakit. Jadi jangan mengatakan omong kosong seperti itu. Lebih baik kalian pergi dan jangan mencoba cari masalah di sini. Istriku sedang hamil, dia butuh ketenangan."

Suara bola terus beradu dan masuk ke lubang satu per satu. Tony dan Alex tidak mengindahkan kata-kata si Empunya rumah.

"Aku hanya penasaran dengan masakan jandanya Tony. Katanya enak. Apa lebih enak dari masakan Nyonya?"

"Tutup mulutmu brengsek. Makanlah di restoran kalian sendiri." Ujar Fabian sembari melempari Alex dengan slippernya. Membuat Tony terkekeh lagi. Fabian dan segala kekonyolannya.

"Aku sudah memperingatimu Ton. Jangan bermain-main dengan Mbak Aini. Aku tidak segan-segan mengirimmu ke rumah sakit jika kau terus membuat masalah seperti ini."

"Wowowow. Chill man! Tony hanya ingin berjuang untuk kebahagiaannya. Apakah dia tidak layak untuk itu? Pemerkosa sepertimu saja boleh bahagia, kenapa Tony tidak?"

Bug.

Fabian melayangkan tinju ke Alex yang langsung membuatnya tersungkur ke lantai. Tony membantu Alex, tapi Alex menepisnya. Dengan cepat Alex berdiri kembali, dan merapikan jaket kulit hitamnya. Alex tidak ingin terlihat lemah,  meskipun begitu, diapun tidak berniat membalas perbuatan Fabian. Dia tahu, kata-katanya tadi memang keterlaluan.

"Kalian tahu bagaimana perjuanganku sebelum aku bisa sebahagia sekarang. Aku berjuang mati-matian untuk mendapatkan istriku. Aku bukannya tidak peduli. Tony berhak bahagia dengan pilihan hidupnya, tapi lihatlah kenyataannya. Dia berusaha mengejar janda beranak satu yang tidak mungkin diterima oleh standard keluarga Mahendra. Aku sudah bilang padamu Ton, dan aku akan mengatakannya sekali lagi. Janda beranak satu itu sudah seperti kakak bagi istriku dan aku berhutang budi padanya. Dia bukan sekedar janda beranak satu bagiku, tapi aku juga sudah menganggap dia sebagai kakakku sendiri dan aku, akan melindunginya dari apapun, termasuk dari keluarga Mahendra."

"Dan aku juga sudah pernah bilang padamu dan aku akan mengatakannya sekali lagi kali ini. Aku juga ingin berjuang mati-matian sepertimu Fabian. Tidak bisakah kau memberiku kesempatan untuk membuktikannya? Apa aku ini terlihat seperti bajingan bagimu? Apa kau masih juga tidak mengenalku?" Tony mulai emosional. Dia berharap, setidaknya, sahabat baiknya bisa mendukungnya kali ini.

"Dan suamiku yang tampan dan hebat ini pasti akan memberikan kesempatan itu padamu Tuan Mahendra. Bukankah begitu Mas?"

Fabian melirik istri cantiknya yang entah kapan datangnya. Emosinya langsung mereda ketika sang istri menggamit lengannya dan mengelus lengan yang ia gamit dengan lengan yang satunya. Senyum sang istri meluluhkannya hingga ia tak bisa berkata-kata.

Tony melihat ke arah Nyonya Bramantiyo dengan tatapan nanar. Berterima kasih atas kata-katanya yang seperti kekuatan baginya saat ini.

"Aku tidak akan mengecewakanmu Nyonya. Aku berjanji akan membahagiakan kakakmu itu."

Sang Nyonya hanya tersenyum tanpa kata.

"Baiklah. Jadi apa masakannya sudah jadi? Bukankah hari ini jadwal kursus memasakmu Nyonya?"

Dan Tony hanya bisa menyikut Alex. Si Mulut Besar yang membongkar kebohongan kecilnya.

***

Aini melirik ke arah jam tangannya. Dua menit lagi dan semua akan jadi. Beberapa pelayan sedari tadi sibuk membersihkan peralatan kotor walau Aini sudah berkali-kali bilang, dia akan membersihkannya sendiri.

Tak lama, terdengar suara mendekati ruang makan. Suara laki-laki. Dia tertawa terbahak-bahak. Apalah Fabian kedatangan tamu?

"Selamat pagi menjelang siang. Perkenalkan, Saya Alex Putra Wibisono. Salah satu pemilik perusahaan retail terbesar di Asia Tenggara, sekaligus sahabat Tuan Bramantiyo."

Aini hanya terdiam sedang Fabian memutar bola matanya jengah. Aini juga mendapati ada seorang laki-laki lagi bersama Fabian, Nayla dan si Gondrong Aneh yang baru saja memperkenalkan diri. Siapa lagi kalau bukan Tony Mahendra.

"Maaf Mbak. Suamiku kedatangan tamu. Mereka datang untuk menjenguk Mas-ku yang KATANYA sakit." Ucap Nay sembari melototi suaminya yang kedapatan berbohong.

Aini hanya tersenyum dan meminta tolong pada pelayan untuk menyiapkan alat makan di meja. Dia tidak terkejut. Pasti Tony memang sengaja merencanakan kejadian ini.

"Mac & Cheesenya sudah jadi, tinggal diangkat. Tapi panas, jadi kalian makan buah dulu sambil menunggu Mac & Cheesenya siap."

Aini yang sedikit kikuk harus larak-lirik mencari sarung tangan cempalnya yang ternyata sudah ia pakai. Diapun berjongkok ke arah oven, tapi belum juga dia membuka oven, Tony tahu-tahu sudah di sampingya. Membuat jantungnya kaget setengah mati, membuat otaknya sesaat berhenti.

"Biar aku saja."

Aini bangun dan menjauhkan diri. Dia membiarkan Tony mengambil alih tugasnya.

Tidak ada masalah sampai loyang terakhir di keluarkan dan Tony mengumpat kepanasan. "Aw Shit!" Jari telunjuk kanannya ternyata tidak memegang di daerah cempal, melainkan di bagian loyang panas yang baru saja keluar dari oven.

"Kau tidak apa-apa? Ya Allah, kemari." Aini yang khawatir menarik lengan Tony ke keran dan mengucurkan air ke telunjuk itu sambil mengurut-urutnya pelan.

"Nay, apa ada krim untuk luka bakar?"

"Iya Mbak. Ada. Nar, tolong krim bakar di kotak P3K di laci sana." Sahut Nai sambil menunjuk laci yang masih berada di salah satu kitchen set di dapur itu. Pelayan yang dipanggil Nar itupun setengah berlari mengikuti arahan majikannya.

Aini langsung mengambil krim yang dibawakan pelayan dan mengoleskan krim itu perlahan.

"Aku tidak apa-apa Aini. Hanya melepuh sedikit, aku tidak akan mati." Kekeh Tony yang melihat Aini begitu cemas.

"Tidak apa-apa katamu. Kamu tuh kenapa? Berapa kali aku harus bilang, hati-hati. Hati-hati. Kau selalu saja melukai dirimu sendiri. Selalu seperti ini."

Tony merasa bersalah karena membuat pujaannya menangis dan tak tahu harus berbuat apa. "Maaf, aku akan hati-hati lain kali. Hmm?"

Dan sadarlah Aini, kalau semua orang sedang memperhatikannya. Tanpa sadar, Aini membongkar perasaannya sendiri.

Aini mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum Nay menepuk bahunya. "Tidak apa Mbak. Tidak usah malu. Yuk, kita sajikan mac & cheesenya sebelum para Boss ini berulah lagi."

Aini menahan senyum & melihat ke arah Tony yang sudah kembali ke kursinya. Menikmati buah potongan sembari menunggu Mac & Cheese bagiannya disajikan.

Para CEO itu sepertinya tidak ingin membuat Aini lebih malu lagi. Jadi mereka bersikap biasa saja. Seolah, tidak ada drama yang baru saja mereka saksikan.

"Apa kau sengaja membakar jarimu?" Bisik Alex yang lalu disikut Tony. Habislah dia kalau Aini tahu kalau tadi hanya akal-akalannya saja untuk mendapatkan perhatian si Janda. Fabian yang mendengar bisik-bisik itu hanya memutar bolanya malas. Padahal Fabian tadi hampir percaya akting sahabatnya itu. Dia lupa, Tony sedang dimabuk cinta. Dan dia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan wanita pujaannya. Sama seperti dirinya dulu.


















CLBK sama jandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang