Lima belas menit sebelum bel istirahat berbunyi, Bellissa sudah tidak bisa menahan hasrat ingin buang air kecilnya lagi. Jadi, Bellissa memutuskan izin pergi ke toilet sendiri.
Setelah merasa lega karena berhasil menyelesaikan kepentingannya, Bellissa bersiap kembali ke kelas. Untuk kembali melanjutkan catatannya yang tertunda diwaktu yang tersisa.
Namun, tepat di koridor depan kelas yang kosong karena penghuninya sedang mengikuti jam olahraga di lapangan, suara familiar yang tidak ingin Bellissa dengar malah memanggilnya.
Seandainya Bellissa yang pertama kali melihat Allredo, mungkin Bellissa bisa mengantisipasinya dengan bersembunyi agar tidak berpapasan dengan cowok itu lagi. Namun sayangnya, Allredo yang pertama kali melihatnya. Saat Bellissa berjalan sembari menunduk merapikan seragamnya.
“Sa,” Allredo menyapa dengan senyum manis andalannya.
Bellissa memang perlu segera menyelesaikan urusannya dengan Allredo. Tapi, tidak sekarang. Tidak saat mood-nya bagus seperti ini.
“Kok diluar, abis dari mana?” Allredo menghampiri Bellissa. Lalu berhenti saat jaraknya tinggal dua langkah lagi.
Bellissa menyunggingkan senyuman kecil, yang terlihat sinis. Dia tidak perlu lagi untuk tetap terlihat ramah saat sudah tahu tujuan berengsek Allredo mendekatinya, kan?
Tanpa mau menjawab, Bellissa memilih mengabaikan. Melanjutkan langkahnya yang sia-sia tertunda. Namun, Allredo menahannya, dengan mencekal pergelangan tangan Bellissa.
“Lepas!” Bellissa menepis kasar. “Jangan pegang-pegang gue!” sentak nya.
“Lho, kok, jadi jutek gini?” Allredo mengerutkan dahi. “Lagi PMS atau gue ada salah sama lo?”
Bellissa mendelik, menatap Allredo tajam. Lalu membuang pandangan hanya untuk menarik napas panjang. Agar sedikit tenang karena Bellissa punya rencana membuka sepatu untuk dia lemparkan pada wajah Allredo yang menyebalkan.
“Gue udah tahu tujuan lo,” ucap Bellissa setelah kembali menarik napas panjang. “Panggil teman-temen lo, biar gue sendiri yang bilang kalau lo ... gagal menangin taruhan.”
“Sa, lo ... ngo-ngomong a-apa, sih?” ucap Allredo tergagap.
“Lo cuma jadiin gue taruhan,” Bellissa menatap Allredo tidak suka. “Gue. Udah. Tahu.”
“Lo nggak bisa bikin gue jadi pacar lo atau buat gue sekadar suka sama lo. Lo .... ” Bellissa mengangkat alis. Lalu, “Kalah.” sambungnya, tersenyum mengejek.
“Sa—” Allredo meraih tangan Bellissa, tapi dengan cepat Bellissa menepisnya.
“Gue bilang jangan sentuh gue!”
“Oke,” Allredo mengangkat kedua tangannya. “Tapi, tenang dulu. Gue ... nggak ngerti lo ngomong apa,”
Bellissa memutar bola mata, mendengar Allredo menyangkalnya. Persis seperti Sheryl. “Udah deh, Do. Nggak usah pura-pura, gue udah tahu.” ucap Bellissa kesal. “Kenapa sih, nggak langsung pacaran sama Sheryl aja. Kalau pada akhirnya lo bakal sama dia?”
Allredo terdiam beberapa saat. Sebelum akhirnya, menyeringai menunjukkan sifat aslinya. “Jadi lo udah tahu semuanya, ya?”
Bellissa mundur selangkah sembari menelan ludah. Dia sedikit terkejut dan takut melihat Allredo seperti itu. Namun, Bellissa memberanikan diri dengan mendongakkan dagu.
“Berapa uang yang akan lo dapet dari hasil taruhan ini?” tanya Bellissa penasaran.
“20 juta.” sahut Allredo.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRICELESS
Teen Fiction⚠️17+ Arrion artinya mempesona. Kedatanganya sebagai siswa baru pernah menggemparkan sekolah pada masanya. Nyaris semua cewek disekolah menyukai dan terpikat pesonanya. Sebagian, bahkan terang-terangan mengejar, memberi dan menarik perhatian cowok i...