2. Arzanka Arrion G.

34.8K 1.9K 105
                                    


Jam sembilan adalah waktu paling malam yang Mama tentukan untuk Bellissa dan Sheryl pulang. Namun, sepuluh menit lagi jam sembilan, Bellissa masih berteduh sembari menunggu ada taksi yang lewat dipinggir jalan.

Bellissa menggigit bibir dengan mata yang berkaca-kaca. Ingin menangis rasanya. Selain kedinginan, Bellissa juga tidak nyaman melihat dua pemuda berpenampilan urakan terus memperhatikannya.

Satu tangannya mengusap-usap lengannya sendiri, sementara tangan lainnya menenteng plastik belanjaan.

Ponsel Bellissa dipinjam Sheryl, yang mungkin masih di Mall atau di perjalanan pulang sekarang. Bellissa tidak menyesal meminta izin pulang lebih dulu pada Sheryl dan Naura. Menyebalkan rasanya melihat dua temannya itu berjalan lebih dulu di depannya dengan antusias membeli barang yang mereka suka. Sementara dirinya, mengekori keduanya dengan langkah terpaksa.

Sekali lagi Bellissa tidak menyesal, hanya saja Bellissa menyayangkan dia berakhir mengenaskan seperti sekarang. Bellissa sengaja mampir ke supermarket untuk membeli stok kebutuhan tamu bulanan dan beberapa camilan untuk mengembalikan mood-nya yang sempat buruk. Namun, dia justru terjebak hujan.

Seragam dan rambutnya nyaris basah kuyup, Bellissa sempat menerobos hujan yang turun lebat. Berlari dari pelataran supermarket sampai halte tempatnya berdiri sekarang. Dia harus segera pulang. Tapi sialnya, belum ada taksi kosong yang bisa mengantarnya.

Bellissa takut pulang terlambat, tapi lebih takut lagi kalau Sheryl-saudari tirinya, yang sampai rumah duluan.

Bellissa menghela napas panjang, dia sudah akan pasrah. Namun, seperti menemukan berlian, di detik selanjutnya jantung Bellissa berdebar kencang. Gigitan dibibir bawahnya tanpa sadar terlepas, mulut Bellissa sedikit menganga dengan mata yang berbinar.

Sebuah motor yang dikendarai seseorang yang dikenalinya baru saja melintas dan memasuki parkiran supermarket tempat Bellissa tadi belanja.

Kaki Bellissa bergerak semangat dan penuh harap. Namun, menjadi segan dan ragu saat langkahnya sudah sangat dekat dengan seseorang itu. Seorang cowok yang belum turun dari motornya, yang terlihat sedang membalas pesan di ponselnya.

Bellissa menghela napas dan memaksakan diri. Mereka tidak saling mengenal. Tapi mereka satu sekolah dan siang tadi dia dan cowok itu sempat ... saling menatap satu sama lain. Jadi, nggak aneh banget kan, kalau Bellissa meminta tolong pada cowok itu sekarang?

"Arrion!"

Satu kali panggilan tidak berhasil membuat cowok itu menoleh. Bellissa kembali memanggilnya dengan suara yang lebih keras, meski sekarang dia sudah ada tepat di samping cowok itu.

Persetan pada rumor buruk Arrion di sekolah, Bellissa hanya mau memikirkan cara untuk pulang.

"Arrion,"

Cowok itu mendongak, sempat terkejut dengan alis berkerut, sebelum ekspresinya berubah datar seperti biasa.

"H-hai," sapa Bellissa canggung.

Untuk beberapa saat Bellissa bahkan lupa pada tujuannya. Dia ... terpesona, menatap wajah tampan Arrion yang tersinari cahaya dari ponsel dari jarak dekat.

Siang tadi, mereka bertatapan dengan jarak kurang lebih dua meter, lalu sekarang Bellissa menatap cowok itu hanya dari jarak dua jengkal. Dipertemuan selanjutnya, apa mungkin mereka bisa saling menatap lebih ...

Bellissa mengerjap dan menggeleng kecil, menyadarkan pikiran nyeleneh nya sendiri. Dia menelan saliva sembari membuang pandangan ke sembarang arah sebelum akhirnya kembali menatap cowok itu dan berdeham.

"A-ar ...," panggilnya gugup. "Boleh minta tolong?"

Bellissa menarik langkah mundur saat Arrion turun dari motornya. Tinggi mereka yang tadi nyaris sama sekarang menjadi jauh lebih tinggi cowok itu. Arrion memasukkan ponselnya kedalam saku celana sebelum melenggang tanpa memperdulikan sosok Bellissa.

PRICELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang