"Enghh ...." Bellissa melenguh sembari berbalik ke sini lain dan menarik selimut sampai menutupi kepala. Saat Mama menyibak garden kamarnya.
"Bangun, Sa!"
"Masih ngantuk, Ma," sahut Bellissa mengeluh dengan suara serak khas bangun tidur.
Bellissa baru bisa terlelap jam dua pagi. Padahal dia mengatakan akan segera tidur dua jam sebelumnya pada Arrion saat berbalas pesan dengan cowok itu. Bellissa mengantuk namun sulit tertidur. Karena pikirannya mengajak bernostalgia dan memikirkan sesuatu yang lainnya. Yang diawali dengan kata 'seandainya'.
Seandainya Mama dan Papa tidak bercerai, apa hidupnya akan lebih baik dari yang dia rasakan sekarang?
Bellissa merasa sudah bisa berdamai dengan keadaan. Namun, saat pikiran-pikiran seandainya itu datang tanpa diundang, Bellissa tidak bisa menolak untuk membayangkan.
"Udah siang, kamu mau telat?"
"Lima menit lagi."
"Sheryl udah bangun dari tadi," Mama mulai membuat perbandingan, yang tentu saja membuat Bellissa kesal di waktu sepagi ini. "Sheryl selalu bangun lebih awal saat hari sekolah,"
Karena Sheryl dandannya lama, juga banyak yang dia bawa. Sheryl harus memastikan keluar rumah dan datang ke sekolah dengan penampilan sempurna.
"Dia juga tetep rajin bangun pagi saat hari libur lalu berolahraga. Nggak kayak kamu,"
Nah, kan?
"Hari-hari sekolah gini aja harus Mama bangunin dulu." nggak, Mama berlebihan. Ini hanya beberapa kali saja dari sekian kalinya Bellissa bangun sendiri. "Apalagi kalo hari libur. Kalo bukan karena lambung kamu yang kerasa perih, kamu nggak akan beranjak dari kasur. Apalagi keluar kamar."
Ya, memangnya mau ngapain?
"Perlu Mama teriak-teriak kebakaran biar kamu mau ke luar rumah?"
Ngapain sih, Ma?
Kebiasaan Mama. Satu kesalahan yang Bellissa lakukan, Mama akan menasehatinya sampai merambat kemana-mana.
Bellissa beranjak duduk sembari menggaruk kepala, membuat rambutnya semakin kusut dan berantakan. Namun, di momen ini saat menemukan kaca Bellissa justru merasa percaya diri. Merasa cantik di setiap kali bangun tidur.
"Ma-" Bellissa menatap Mama dengan kerjapan mata yang masih mengantuk nya.
"Sheryl kalo Mama nasehatin gampang banget paham. Tapi kamu, rasa-rasanya sebelum mulut Mama berbusa kamu nggak bakal mau nurut."
Mama cuma tau yang baik aja. Nggak tau aslinya Sheryl semenyebalkan apa.
Mama beralih pada meja belajar Bellissa, merapihkan barang-barang yang sedikit berantakan, yang tidak sempat Bellissa rapihkan setelah mengerjakan tugas sekolahnya semalam. Sembari terus mengabsen pujian untuk Sheryl dan menyudutkan Bellissa.
"Serumah sama Sheryl tapi kamu nggak bisa contoh di-"
"Ma," sekarang Bellissa yang memotong ucapan Mama. Merasa telinganya menolak mendengar nama dan omong kosong kebaikan Sheryl lebih banyak lagi. "Sekali aja ...,"
Bellissa menggigit bibir bawah sebelum melanjutkan ucapannya. Untuk menanyakan pertanyaan yang sedari lama sering Bellissa pikirkan.
"Mama ... pernah banggain aku apa di depan Sheryl?"
Seperti Mama banggain dia di depan aku.
Mama menoleh, menatap Bellissa sebentar sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya. Terlihat tidak menganggap penting apa yang Bellissa tanyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRICELESS
Teen Fiction⚠️17+ Arrion artinya mempesona. Kedatanganya sebagai siswa baru pernah menggemparkan sekolah pada masanya. Nyaris semua cewek disekolah menyukai dan terpikat pesonanya. Sebagian, bahkan terang-terangan mengejar, memberi dan menarik perhatian cowok i...