Late Dinner

250 8 0
                                    

Akhirnya aku sampai di apartemen. Rasanya pengen langsung tidur. Jadwal hari ini benar-benar kacau. Dari pagi sampai malem aku belum sempet makan makanan berat. Tapi karena sekarang sudah menunjukkan jam sepuluh malem, aku harus puas dengan masak mie instan nanti. Sebenernya pengen pesan makanan online tapi keburu laper.

Lagian aku nggak mungkin makan makanan berat malam-malam begini. Aku masih menganut ajaran dilarang makan makanan berat di atas jam tujuh malam. Tapi sering cheat day juga sih. Hehehe.

Aku membuka pintu dan segera beranjak ke kamar untuk ganti baju dan mandi. Rasanya badanku udah lengket banget. Aku terkesiap ketika aku melihat Rendra di sofa depan televisi dengan televisi yang masih menyala. Sepertinya dia ketiduran. Buktinya dia nggak mendengar aku masuk. Aku mendekati ke arahnya, berniat untuk membangunkannya agar bisa tidur di kamar. Walaupun sofanya memang besar, tetapi nggak nyaman banget kalau bangun tidur dengan tubuh yang pegal-pegal. Seenak-enaknya tidur sofa, masih sangat nyaman untuk tidur di tempat tidur.

Aku menunduk untuk membangunkannya, tetapi sebelum aku membangunkannya, aku menatap wajah Rendra. Aku nggak pernah menatap wajah Rendra sedekat ini. Aku nggak mau ngapa-ngapain, aku hanya ingin melihatnya.

Rendra memiliki wajah yang mempunyai khas orang Timur Tengah. Hidung yang sangat mancung, bulu mata yang sangat lentik dan alis yang sangat tebal. Bahkan aku iri dengan bulu matanya itu. Aku baru tahu kalau ternyata Rendra sangat tampan bila dilihat dari dekat seperti ini. Sepertinya juga dia harus bercukur karena brewok nya yang sudah terlihat tebal.

“Adeeva” Tiba-tiba saja mata Rendra terbuka. Dan tentu saja aku terkejut.

Shit.

Aku ketangkap basah ngelihatin Rendra. Aku segera menegakkan tubuhku kembali. Menjauh dari wajah Rendra, sejauh-jauhnya. “Hai Ren. Aku baru aja mau bangunin kamu”

Rendra menenegakkan tubuhnya untuk duduk. “Kayaknya aku memang ketiduran. Kamu baru pulang ?”

Aku mengangguk. “Kamu udah lama nyampenya ?”

“Iya De. Dari jam tujuh tadi”

“Kamu udah makan ?”

Rendra menggeleng.

“Kamu sakit Ren ?” Refleks tanganku memegang dahi Rendra. Ternyata dahinya lumayan panas. Sepertinya Rendra memang nggak enak badan. Sementara Rendra hanya diam.

“Kamu tidur aja di kamar dulu, nanti aku bawain makanan buat kamu. Trus kamu minum obat karena kamu pasti belum minum obat kan”
Rendra hanya tersenyum lebar.

“Aku disini aja De. Mau lihat TV”

Rendra memang pernah berkata padaku kalau di kamarnya dan kamar yang lain memang nggak ada televisi. Dia menghindari untuk meletakkan TV di kamar, alasannya karena dia nggak suka ada TV di kamar. Aku nggak masalah juga sih ada TV di kamarku atau nggak, lagipula aku juga jarang melihat televisi.

“Yaudah, aku mau ganti baju dulu. bentar ya” Aku segera beranjak ke kamar sebelum memasak untukku dan Rendra.

Beberapa menit kemudian, aku sudah berkutat di dapur. Setelah melihat bahan-bahan yang ada di kulkas, aku memutuskan untuk memasak omelet. Ternyata bahan-bahan persediaan untuk memasak sudah tidak layak dipakai.

Sayur-sayuran sudah mulai layu, namun wortel dan kacang-kacangan masih bisa diselamatkan. Selain itu tinggal telur dan frozen food, lauk yang tersisa di kulkas. Untungnya nasi di magicom masih ada, waktu aku masak tadi pagi. Aku langsung mencampurkan nasi, sosis, kornet, telur, kacang polong, wortel untuk membuat nasi goreng. Setelah nasi goreng sudah selesai, aku membuat omelet. Beberapa saat kemudian, masakan buatanku sudah jadi. Aku sama sekali nggak janji rasanya seperti masakan buatan koki terkenal.

Aku membawa sepiring omelet dan semangkuk nasi goreng. Sementara Rendra membantuku membawa piring dan sendok. Kami makan di depan televisi.

“Sori ya Ren, aku cuma bisa masak ini doang” ujarku. Entah mengapa rasanya aku malu karena nggak bisa masak makanan yang lebih enak.

Rendra mencicipi nasi gorengku. “Ini enak kok De” Lalu dia mencicipi omelet buatanku. “Ini juga enak”

Aku tersenyum. Lega banget rasanya dia nggak memuntahkan masakan buatanku.

“Masa sih ? Jangan bohong deh”

“Yaudah kalau nggak percaya cobain aja”

Aku mencicipi nasi goreng dan omelet buatanku. Rasanya ya standar sih, tapi yang jelas masih bisa dimakan.

“Nasi gorengnya buat kamu ya Ren. Abisin aja”

Rendra menatapku, lalu tersenyum “Oke. Jangan nyesel karena nggak kebagian”

Aku tertawa.

Sepuluh menit kemudian, makanan di meja depan televisi sudah tidak tersisa. Hanya menyisakan piring, sendok, mangkuk bekas makanan.

“Berkat kamu kayaknya aku jadi lebih gembul nih De”

Aku tertawa mendengar humor Rendra. Gembul dari mana kalau perut aja rata, nggak ada lemak sama sekali. Tentu saja aku pernah melihatnya beberapa waktu yang lalu ketika dia hanya dia menggunakan handuk saja.

“Kamu cepet minum obat gih. Sebentar aku ambilin di dapur deh sekalian” Aku segera membawa piring-piring yang kotor ke dapur.

Sementara Rendra membersihkan meja tanpa ku minta. Rupanya dia memang bertanggung jawab juga.

“Nih minum parasetamol aja Ren. Biar demam kamu agak turun” Aku segera duduk di sebelah Rendra.

“Makasih ya De”

Aku tersenyum.

“Jangan lupa lusa kita ke acara penghargaan musik bareng” Rendra mengingatkanku.
Hampir saja aku lupa kalau Rendra tidak membahas masalah ini.

“Iya Ren. Beres deh”

Aku terdiam kemudian, di acara penghargaan musik seperti itu kan banyak wartawan. Kok bisa aku lupa hal itu.

“Ehm Ren, jadi ngasih tau ke wartawan tentang kita kalau sudah menikah ?”

Rendra menatapku lalu menganggu. “Iya. Biar kita sama-sama nggak diganggu lebih lama lagi.”

Aku terkejut. “Yakin nih?”

Rendra mengangguk mantap. “Nanti kamu jangan khawatir. Biar aku aja yang jawab mereka kalau kamu nggak mau”

Karena Rendra menatapku sangat meyakinkan, aku hanya bisa mengikuti kemauan Rendra.

“Ren, aku mau ngomong sesuatu sama kamu” Aku akan mengatakan tentang kepergianku ke Bali dua minggu lagi.

“Ngomong apa De ?” Rendra menatapku dengan pandangan penasaran.

“Ehm, dua minggu lagi aku mau ke Bali. Memang sih, mungkin kamu nggak mau tahu tentang urusan kita masing-masing. Tapi aku rasa kamu harus tahu”

Rendra terdiam. aku jadi gugup.

“Yaudah berangkat aja De. Aku udah bilang kan, aku nggak mau nyampurin urusan kamu”
Rendra tersenyum padaku. Aku jadi lega.
Yess, akhirnya aku bisa ke Bali. Nggak sabar pengen ketemu Reinand Cs.

*****

Happy Reading. ❤️

Maaf ya kalau banyak typo.

enjoyed 🌵

Wedding SuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang