Why

400 13 0
                                    

Sudah lebih dari sepuluh menit mobilku terparkir di area parkir apartemen Rendra. Sepanjang perjalanan ke sini, kami berdua saling diam. Kalau bukan hal yang penting, Rendra nggak akan ngomong. Kalau aku ya pasti diam.

Aku setuju dibawa kesini, karena memang bukan tempat umum. Sebenernya Rendra mau mengajakku untuk ke apartemennya, tentu saja aku menolak. Bisa dijadiin pecel lele sama mama kalau sampe ke rumah laki laki sendirian.

"Sorry banget De, gue ngajak lo ke tempat kayak gini"

Aku ngga tau dia beneran menyesal atau engga. Sikapnya sangat dingin.

"Udah, buruan lo mau ngomong apa ? Keburu malem. Capek gue" aku melihat jam di ponselku, udah jam sebelas malem aja.

"Lo setuju sama pernikahan kita ?" Tanyanya dengan nada datar

"Apa lo masih perlu tanya ?" Jawabku ketus.

"Sorry De, kalau bukan karena Opa gue, gue juga nggak akan mau"

Lah terus tujuannya ngajakin gue kesini cuma bilang gini doang ?

"Udah ?" Tanyaku tak sabar.

"Bisa nggak sih, nggak usah pakai emosi. Kayak anak kecil tau nggak"

Amarahku memuncak, "Lo nggak berhak ngejudge gue kayak gitu"

"Trus gimana gue mau ngomong sama lo, kalo lo ketus banget" Rendra memandangku dingin. Seketika itu, suasana di dalam mobil tambah mencekam.

Aku ngga suka kalau Rendra mengeluarkan aura dingin kayak gini.

Aku masih terdiam.

"Gue tau lo juga ngga suka sama perjodohan ini. Tapi gue mohon kali ini aja buat lo ngikutin keluarga gue. Ini semua juga bukan buat gue, tapi buat opa gue. Jadi please, gue harap kita bisa kerja sama buat keluarga besar gue sama lo"

Aku tetap terdiam mendengar perkataan Rendra yang sepertinya terlihat putus asa. Pikiranku masih blank.

"Kenapa Ren ? Kenapa harus gue ?" Tanyaku pada Rendra dengan dingin.

"Kalau gue juga bisa milih, gue nggak akan milih lo" ujarnya tetap dingin.

Kami berdua berpandangan dengan dingin. Tetapi amarahku saat ini memuncak. Sangat memuncak. Kata kata Rendra memang sangat menusuk. Entah kenapa aku sangat tersinggung.

"Jadi gue cuma mastiin kalau di pernikahan nanti lo nggak kabur. Buat hal yang lain, kita bahas setelah nikah" ujarnya tetap dingin.

"Lo tenang aja, gue nggak bakalan kabur buat masalah kayak gini" jawabku ketus.

"Thanks" ujar Rendra, kemudian kami kembali terdiam.

"Sekarang gue anterin lo pulang"

Aku menggeleng, "Gue bisa pulang sendiri". Tapi kemudian aku menguap, rasanya udah pengen cepet cepet tidur.

Rendra langsung menyalakan mobil dan segera melajukan mobilku ke jalanan.

"Ren, gue bisa nyetir sendiri. Lo ngga perlu repot repot anterin gue"

"Gue bukan cowok yang nggak bertanggung jawab" ujarnya tanpa menoleh ke arahku.

Yaudah terserah.

Aku menggeliat ketika samar samar terdengar seseorang memanggilku.

"De, bangun. Udah sampe" Rendra menepuk pipiku pelan.

Aku terkesiap. Oh my God, ternyata aku tertidur di mobil. Semoga aja aku ngga ngelakuin hal bodoh saat aku nggak sadar. Tapi ngapain aku peduli.

"Yaudah gue turun dulu ya" aku segera mengemasi barang barangku. "Eh lo pulang gimana ?"

"Gue masih nyari taksi online" kata Rendra sambil memegang iphone nya.

"Lo pake mobil gue aja. Daripada lo kenapa kenapa di jalan"

Rendra menatapku. "Serius ?"

"Engg iya, gue besok biar dijemput Rani. Pake mobil gue aja. Udah, gue turun dulu. Thanks udah nganterin"
Aku segera turun dari mobil. Bisa bisanya aku meminta Rendra untuk membawa mobilku. Aku merutuki perkataanku sendiri.

Setelah aku masuk rumah, aku mengintip dari jendela. Perlahan Rendra menyalakan mobil lalu meninggalkan rumahku.

****

Wedding SuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang