𝙻𝚊𝚗𝚐𝚒𝚝 𝙺𝚎𝚕𝚊𝚖 𝚍𝚊𝚗 𝙺𝚒𝚕𝚊𝚞𝚗𝚢𝚊

0 1 0
                                    

Catatan: Cerita ini hanya fiksi, bila ada kesamaan nama tokoh, latar, dsb., itu hanya kebetulan semata.

Tema: Malam
Hari ke-14

***

Suatu malam dengan kesunyian tak terbanding. Seorang gadis tiga belas tahun sedang memandangi langit di teras loteng rumahnya, ia mengamati bentangan yang kini sudah amat langka dihiasi bintang. Hanya tampak sebuah kilau kelam di ujung sana, bintang yang seorang diri.

"Kak! Dengar ini!" Tiba-tiba bocah perempuan berusia tujuh tahun menyerunya, berlari-lari di anak tangga.

Seseorang yang disebut 'kakak' menengok, ia gadis yang tadi memandang langit. "Apa?"

Selembar kertas diperlihatkan, menarik perhatian kakaknya. "Ta-da! Adek bikin puisi, persis seperti yang Kakak ajari beberapa hari lalu."

Kakaknya menganga, terpukau. "Coba bacakan, Dek!" titahnya.

Si Adik menarik napas, berdeham. Kemudian mulai membacakan puisi.

"Wahai, gadis di hadapanku
Engkau begitu menawan dengan bakatmu
Menjadikanmu pujaan hatiku

Engkau kakakku, yang sangat baik
Dan yang sangat cantik
Meski, aku tetap lebih cantik

Terima kas—"

"Pfft!" Si Kakak tak kuasa menahan tawa. Begitu adiknya memasang wajah kecut, ia segera meminta maaf dan mempersilakan si Adik membacakan puisinya kembali.

"Terima kasih atas semua sikap baikmu, Kak
Impianmu merupakan impianku juga
Mari menjadi dua orang di posisi yang sama

Sekian ...."

Kakaknya bertepuk tangan, mengapresiasi karya adiknya. "Bagus banget, Dek!"

Si adik tersenyum bangga, mengibaskan rambut panjang mengkilatnya.

"Dan yang sangat cantik, meski aku lebih cantik. Maksudnya apa, ya, Dek?" Senyum tanda bahaya itu membungkam si Adik.

Dia menyenyumi balik, meski tampak tanggung, dan berdalih, "E-eh ... kayaknya Kakak salah dengar, a-aku 'kan bilangnya,'Dan yang sangat cantik, bahkan melebihiku yang cantik'."

"Oh, ya?" Kakaknya pura-pura tak percaya, adiknya manggut-manggut.

"Hmm ... enggak perlu bohong, Dek. Kakak 'gak marah, cuma mengetes kejujuranmu aja."

"I-iya, maaf, sebenarnya Adek bohong. Tapi itu cuma gurauan, kok, Kak. Jangan bawa ke hati, ya," pinta si Adik sungguh-sungguh.

Kakaknya tertawa, mengangguk. "Omong-omong keren banget, ya. Kamu baru diajari beberapa kali tapi tampak mulai mahir. Apalagi cara membaca puisinya yang sudah lumayan mendalami."

Si Adik terkikih. "Adek minta ajar ke guru, Kak."

Kakaknya terpesona. "Wah, begitu. Lalu, apa yang dimaksud'Impianmu merupakan impianku juga, mari menjadi dua orang di posisi yang sama'?"

"Adek tahu, Kakak bermimpi menjadi penyair. Adek pun sama. Adek pikir sebaiknya kita sama-sama menjadi penyair yang dikenal semua orang."

Gadis yang masih terpana dengan penjelasan adiknya itu mengajak si adik untuk duduk di sebelahnya, berbincang hangat sembari menatap langit kelam.

"Tengok, sedari tadi Kakak mengamati, hanya ada satu bintang yang bersinar di sana." Gadis itu menunjuk ke arah bintang yang sebelumnya seorang diri.

Adiknya menuruti, mendongak ke bintang itu. "Eh, sekarang sih ada dua, Kak."

Sebuah bintang yang ia lihat sebelumnya, kini telah ditemani sebuah bintang lain tepat di sebelahnya, dengan kilau yang sama, tetapi sedikit lebih kecil.

Gadis itu mengangguk. "Adek tahu enggak dua bintang itu mengibaratkan apa?" Si Adik menggeleng.

"Kita."

Adiknya menoleh, heran. "Kita?"

"Iya, mulanya Bintang A sendirian, seperti Kakak yang di sini hanya sendiri. Tetapi begitu Adek datang, Bintang B pun muncul." Dia tersenyum.

"Kata Adek kita harus di posisi yang sama, bukan?" Gadis kecil di sebelahnya mengiakan. "Maka dari itu, Kakak menyuruh Adek duduk, supaya kita setara. Lalu, bukankah dua bintang itu juga sejajar? Dengan kilau yang sama."

Adiknya mengiakan lagi.

"Kakak duduk di sini untuk merenung, ditemani Bintang A yang kilaunya sangat redup. Kemudian Adek datang, dan membuat perasaan Kakak menjadi lebih segar." Kalimatnya dijeda sejenak. "Seakan Kakak dan Bintang A satu hati. Adek dan Bintang B juga satu hati."

Gadis kecil itu menatap kagum kakaknya. "Kerrrrreeenn .... 'Gak salah Adek bilang kalau Kakak menawan dengan bakatnya tersendiri. Orang dewasa memang keren ...."

"Et, Kakak belum dewasa, Dek! Hahahah!"

Malam itu, dihabisi dengan menikmati pemandangan langit kelam yang dihiasi kilau dua buah bintang.

The end.

***

—Kamis, 21/04/22

Lapangan KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang