Catatan: Cerita ini hanya fiksi, bila ada kesamaan nama tokoh, latar, dsb., itu hanya kebetulan semata.
Tema: Teman tapi Nyaman
Hari ke-12(Belum revisi)
***
Suara motor Devan begitu mulus sampai tidak terdengar oleh telinga. Minggu sore ini, dia sedang menemani sahabat baiknya ke toko buku untuk membeli komik dan novel. Sahabatnya bernama Irina. Mereka sudah bersahabat baik sejak dipertemukan oleh sebuah buku. Buku itu ibarat jembatan yang menyambungkan satu pulau ke pulau lain, membuat yang berjarak menjadi terhubung, seperti ketika mereka sedang bertengkar.
Awal pertemuan mereka ialah ketika hari pertama masuk SMP. Saat itu di jam istirahat, Devan tak sengaja melihat Irina sedang membaca komik horor yang ternyata ia juga menyukainya. Dia pun menghampiri Irina dan mulai berkenalan. Mulai dari situ, mereka menjadi semakin akrab karena sering membahas komik-komik dan semua hal yang berhubungan dengan buku.
"Jadi beli novel horor, Rin?" tanya Devan kepada Irina di pintu masuk toko buku.
Gadis di sampingnya mengangguk. "Iya, mau beli komik juga."
"Aku punya rekomendasi novel horor-misteri. Kamu mau?" tawarnya.
Irina menghentikan langkah, menengok, matanya meminta keterangan, 'Apa judulnya?'.
"Days at Grandma's House ...."
"Wih ... me-na-rik. Kalau sinopsisnya seru aku akan beli."
"Hahah, oke ...."
Tiba di lantai dua, aroma khas buku baru bertebaran hingga puncak eskalator. Di sana mereka pun mulai mencari buku yang mereka inginkan. Untungnya buku komik yang dicari Irina masih ada satu, kalau tidak, Devan pasti akan membelikannya di toko online dan membuat Irina merasa berhutang budi. Novel horor-misteri yang direkomendasikan Devan juga ada di sana, dan Irina membeli komik itu, karena komiknya memang terlihat sangat menarik dari segi cover dan sinopsisnya.
Setelah dua jam berkeliling melihat-lihat berbagai macam buku, akhirnya mereka bergegas pergi ke kasir untuk membayar buku yang sudah mereka pilih, lalu pergi ke parkiran motor.
"Rin, kamu mau makan dulu enggak?" tanya Devan.
"Boleh, aku mau bakso. Kalau kamu apa, Dev?" Irina menanyakan balik.
"Bakso saja, sama. Nanti biar aku yang membayarnya," ujar Devan.
"Sungguh!?" Devan mengiakan. "Wih, lagi banyak uang, nih. Terima kasih, ya!" Irina menyenggol pelan Devan dengan sikunya seraya tersenyum. Melihat sahabatnya tersenyum semanis itu, membuat Devan sedikit terkejut sekaligus terpana. Selama lebih dari empat tahun berteman, aneh sekali dia baru menyadarinya sekarang.
"O-oh iya, sama-sama ...." Devan yang masih terpana menjawab dengan mulut kaku. "Ehm ... ya sudah, ayo berangkat." Irina kemudian menaiki motor dengan kepala yang sudah terpakaikan helm.
***
"Dev, biar aku saja yang pesan, kamu cari tempat duduk dan bayar, hehe ...," guyon Irina sesampainya di warung bakso.
"Oh, oke. Aku bakso biasa, pakai bihun, bukan mie, ya," jelas Devan.
"Sip!"
Devan pergi mencari tempat duduk di dalam. 'Kenapa aku baru menyadari hal itu sekarang? Aneh.' Terlihat Devan sedang memandang gadis dengan rambut sebahu dan setelan baju berwarna merah serta celana panjang hitam dari tempat duduknya. Sepertinya dia masih heran akan hal tadi-yang membuatnya terpana itu.
Tidak berselang lama, pesanan mereka datang. Sembari menikmati bakso yang telah di pesan, mereka berbincang-bincang soal komik yang tadi dibeli.
"Novelnya seru, Dev, baru satu bab sudah bikin penasaran,"cakap Irina, fokusnya masih pada novel yang disarankan Devan.
Devan yang melihatnya tersenyum senang sekaligus narsistik. 'Haduh, diriku ini mengapa jago sekali mencari komik-komik bagus, sih!? Ahahahaha!'
Ting!
Di tengah-tengah pembicaraan, tiba-tiba ada pesan masuk ke telepon Devan. Wajahnya memasang ekspresi tak percaya begitu pesannya dibaca, seketika ia ternganga, matanya berbinar. "Rin! Coba buka pesan yang kukirim!" titahnya.
Irina menuruti perintah Devan, membuka pesan itu. "Dev, ini ...." Irina tidak bisa berkata-kata lagi, sama terkejutnya dengan Devan. "Lomba membuat komik, juara pertama berhadiah pen tablet ...." Dia menatap orang di hadapannya, termangu.
Benar-benar kejutan luar biasa hari ini bagi Irina. Sedari dulu ia memang sangat mengidamkan sebuah pen tablet untuk mendukung hobi menggambarnya, terutama dalam membuat komik.
"Pas sekali temanya horor, Rin! Siapa tahu kamu menang 'kan kalau ikut? Harga daftarnya juga 'gak begitu mahal, tuh." Devan meyakinkan Irina.
"Aku kurang percaya diri sama karya buatanku."
"Kalu ada kendala, aku akan bantu. Yakin dulu, deh!" Devan meyakinkannya sekali lagi. "Enggak masalah kalau kalah, yang penting sudah berusaha. Hitung-hitung buat pengalaman."
Irina berpikir dua kali, sampai tekadnya membulat. "OKE!" serunya antusias.
***
"DEVAN, DEVAN, DEVAN! Lombanya dimulai besok dan waktu pengerjaannya 15 hari!" teriakan itu layaknya bel sekolah yang membuat seisi kelas menoleh ke satu suara.
"Uhuk!" Orang yang disebut-sebut itu tersedak, ia sedang menikmati santapan paginya.
Gadis peneriak itu panik. "E-eh, 'gimana ini, maaf, ya!" Dia meraih botol minum di sisi tas gendongnya, lalu menyodorkan. "Ini minum dulu. Kamu kenapa sarapan di sini?"
Devan menerima, dan menenggaknya. Setelah batuknya reda, ia menjawab, "Enggak sempat, buru-buru."
"Tumben sekali seorang 'Devan' sok buru-buru. Pacar saja 'gak punya." Irina mengejek.
"Buru-buru mau ketemu kamu, Rin," jawabnya dengan wajah datar. "Mau bahas komik, 'kan?"
"Aih, iya juga. Jadi, tadi pagi aku sudah daftar. Waktu pengerjaannya mulai besok, selama lima belas hari."
Devan manggut-manggut, melanjutkan sarapan. "Kalau ada kendala bisa hubungi aku." Sahabatnya mengacungkan ibu jari. Beberapa saat kemudian, bel yang sebenarnya berbunyi nyaring di setiap penjuru sekolah.
"Ah ... nanti kita lanjut lagi, ya!" Irina langsung pergi ke tempat duduknya, Devan hanya mengangguk.
The end.
***
—Selasa, 19/04/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapangan Kehidupan
القصة القصيرةHidup tidak seperti jalan tol, selalu ada tikungan tajam di tiap perjalanannya. (Antologi cerpen) Sᴛᴀʀᴛ: 8 April 2022 Fɪɴɪsʜ: 27 April 2022 * * * DILARANG KERAS PLAGIAT!!! Cover by Pinterest