𝙳𝚒𝚊 • 02

6 2 0
                                    

Catatan: Cerita ini hanya fiksi, bila ada kesamaan nama tokoh, latar, dsb., itu hanya kebetulan semata.

Tema: Seseorang di Masa Lalu
Hari ke-4

***

Setengah jam berlalu, Via sudah berada di dalam kamarnya, meringkuk kedinginan selepas dipaksa masuk untuk mandi dan keramas, sedangkan hujan di luar sana masih sangat deras. Via merasa sedikit kesal karena dituntut bundanya untuk tidak lagi bermain hujan-hujanan siang ini, padahal teman-temannya di luar masih bermain dengan asyik, suara tawa mereka bahkan terdengar jelas masuk ke dalam kamar. Via hanya meratapi nasibnya dengan berselimut di atas kasur, melihat ke luar jendela, memperhatikan teman-temannya dari kejauhan.

Sampai ketika siang berikutnya datang, dia masih meringkuk di kamar. Badannya menggigil kedinginan, kondisinya siang ini menjadi lebih buruk daripada pagi tadi. Sejak kemarin malam badannya pun mulai panas.

"Via, jahenya diminum dulu." Ibunya menyodorkan segelas jahe hangat.

"Bun, Via bosan banget hari ini nggak sekolah," katanya dengan wajah datar sambil sesekali batuk.

"Bunda tahu, Via, tapi tidak sekarang, ya, Sayang .... Kamu harus istirahat dulu hari ini, besok kalau sudah mendingan, Via boleh sekolah lagi." Si anak hanya mengangguk lesu, sedikit kecewa.

Tampak dari luar rumah, seorang bocah laki-laki dengan seragam sekolahnya sedang memandangi kamar Via. Bocah itu teman sebaya Via yang notabene teman sebangkunya di kelas. Di tangannya terpegang sebuah kotak kecil yang dihias pita di atasnya. Ia mengetuk pintu rumah Via dengan ragu.

"Assalamualaikum ...," salam anak itu. Tak berselang lama, ibunya Via membalas salam dari dalam, lalu membukakan pintu.

"Eh, Angga mau jenguk Via?"

Bocah yang diketahui bernama Angga itu mengangguk. "Via udah boleh dijenguk, Tan?"

"Boleh, Via pasti senang kalau dijenguk. Ayo masuk!" ajak tuan rumah.

Angga dituntun menuju kamar Via, anak itu masih menggenggam erat kotak yang ia bawa. Sampai di kamar, tampak seorang bocah perempuan yang masih terbaring lemah di atas kasur.

"Via, Angga datang buat jenguk, nih. Mau ngobrol sejenak, enggak?" tawar sang ibu.

Via menengok pelan, menemukan sesosok anak yang familiar di sebelah bundanya. "Angga?"

Angga menatap pilu teman sebangkunya, ia mendekati Via.

"Kalian ngobrol aja dulu, Bunda buatin minuman."

Mereka mengangguk, lalu saling menatap satu sama lain.

Via beranjak duduk. "Kenapa belum ganti baju?" tanyanya, heran melihat Angga masih mengenakan seragam sekolah.

"Biar 'gak bolak-balik, hehe ...," kilah Angga. Mengingat ia membawa sebuah hadiah untuk temannya, Angga menyodorkan kotak itu, berharap hadiahnya bisa menghibur Via di kala sedih.

Via menerima kotak itu sepenuh hati. Ia segera membukanya dengan rasa penasaran.

Netranya langsung membulat begitu kotak yang dibawa Angga dibuka. "Wah, Angga .... Kok kamu bisa punya ini?!" Via memandang Angga semangat. Ia mendapati kotak musik balerina di dalamnya, dengan perpaduan warna pink dan putih.

Angga cengar-cengir. "Kamu suka? Itu punya kakak perempuanku, loh .... Tapi karena dia sudah kerja jadi 'gak mau lagi." Ia mengangkat bahu, sama-sama heran dengan sikap kakaknya.

Via mengangguk. "Baik banget, deh! Sampaikan rasa terima kasihku ke kakak perempuanmu, ya! Makasih buatmu juga, Angga!"

Mereka tergelak bersama.

***

"A-Angga ...?"

Pemuda itu mengangguk. "Apa kabar, Vi?" Gadis di sampingnya tak menjawab, masih tak percaya dia akan datang mendadak.

"Ingat tidak, Vi? Beberapa tahun lalu saat kita kebetulan bertemu. Aku ingat betul 'kejadian itu', dan menyesalinya sampai sekarang," katanya.

Via menelan ludah, teringat kembali kejadian yang selalu mengganjal di hatinya. "Kenapa harus membicarakan 'kejadian itu'?" tanyanya. "Tidak adakah sebuah kisah yang lebih menyenangkan untuk dibahas?"

Angga tersenyum, bergumam, "Banyak ..., tapi tentu tidak akan kubahas kali ini."

Mereka masih menunggu kedatangan bus sejak tadi.

"Waktu itu aku lebih mementingkan hal yang tidak penting, sampai kamu pun kuabaikan, sedangkan jelas-jelas kamu bersusah payah memanggilku-padahal saat itu juga adalah kesempatan emas untuk kita bertemu lagi setelah bertahun-tahun tidak berjumpa ...." Angga menghentikan kalimat, menengok ke arah gadis di sebelahnya. "Maaf, Vi."

Gadis yang telah diketahui bernama Via itu menatap Angga lamat. Tak membalas apa pun. Ia merenung beberapa saat.

"Ah, sepertinya kamu harus pergi sekarang." Tepat saat Angga menyelesaikan ceritanya, bus datang secara tiba-tiba.

Via melihat ke arah bus itu. Berceletuk, "Sebenarnya aku sedikit kecewa waktu itu."

Angga tersenyum hampa. "Hmm ... ya, aku yakin pasti begitu."

Hening sesaat.

Via menghembuskan napas, berdiri hendak memasuki bus, mencairkan suasana. "Tapi, lupakanlah masalah itu. Kamu ... mau mampir sejenak ke rumahku, Angga?" tawarnya. Ia kembali menengok ke sahabat masa kecilnya itu.

Angga tersenyum, merasa tersanjung, ternyata ia masih dianggap oleh Via. "Dengan senang hati, Vi. Aku masih ingin berbincang panjang dengan teman lamaku ini."

Mereka tertawa pelan, seketika saling mengerti begitu kembali dipertemukan.

The end.

***

Senin, 11/04/22

Lapangan KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang