Via pov
—————"Lho Vi, kok bentar amat? Mana David nya?" Devan bertanya sambil mengunyah makanan yang ada di mulutnya. Disamping Devan pun ada Nisa sedang menatapku bingung. Aku yang ditanya pun juga bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin aku beri tau mereka jika David sedang bersama Ammy, bisa–bisa aku akan ditatap kasihan dengan mereka. Aku tidak ingin dikasihani, lagi pula aku sudah muak dengan sifat David yang tidak jelas ini. Ia anggap apa aku ini? Didepan ku ia belagak manis tetapi dibelakangku malah begini.
Ya, aku memang 'pernah' yakin jikalau David mengatakan ia hanya menganggap Ammy seperti adik sendiri tetapi sikap yang mereka tunjukan bukanlah menandakan bahwa mereka itu kakak–adik. Katakanlah aku cemburu. Ya, aku memang cemburu. Bagaimana aku tidak cemberu melihat orang yang aku sayang malah seperti ini.
"Hei, Vi?" Aku tersadar saat Nisa menegurku.
Aku mengeleng–gelengkan kepalaku pelan "ya, kenapa?"
"Ish, ditanyain malah melamun!" Ucap Nisa kesal. Belum sempat aku menjawab, orang yang sedang ditanya pun muncul. Ya, David datang tetapi ia tidak sendiri. Ia bersama Ammy. Oh, tuhan itu cukup membuat hatiku sakit.
Aku sempat mendongak tetapi pada saat mataku menatap Ammy dan Ammy pun juga menatapku aku langsung mengalihkan pandanganku dan menunduk, sok–sok memaikan ponsel.
"Panjang umur lo Vid, baru juga dicariin. Eh, ada Ammy juga" sapa Devan. David sedari tadi terus memperhatikanku tetapi aku tetap merunduk. Bagimana aku tau? Karena David dan Ammy duduk dibangku kosong sebelahku jadi aku bisa melihatnya dengan ekor mata. Kursi ini panjang sehingga bisa muat untuk 4 orang atau lebih.
Saat sedang ngobrol ini–itu —minus aku, karena aku dari tadi hanya diam— entah datang dari mana tiba–tiba saja aku melihat Risma sudah ada disamping Devan. Udah kaya setan aja aku lihat anak itu.
"Vi, lo kenapa diem aja sih? Ngga kaya biasanya" tegur Risma. Ini lah yang aku kesal, dari ber–6 ini hanya Risma lah yang paling peka, apapun yang aku rasakan pasti ia selalu tau. Apa mungkin ia bisa membaca pikiran? Ah, mana mungkin. Tapi, bisa jadi juga.
"Nggak, gue nggak papa" jawabku sambil tersenyum. Nggak tau apa kalau itu fake smile?
"Yakin nggak papa?" Kini Nisa meyakinkan jawabanku dan sekali lagi aku mengaguk sebagai jawaban. Setelah itu tidak ada lagi yang menanyakan tentang diriku yang –hanya diam–
Aku sedikit kesal dengan David. Ia melihatku tetapi ia tidak megajak ku berbicara seperti biasanya. Ia sangat aneh hari ini. Oh, bukan hari ini saja ia aneh setiap hari malahan.
Cukup capek menunduk terus, akhirnya aku pun mengangkat kepalaku, namun tidak kusangka jika Ammy mamangilku.
"Apa" kuusahakan supaya suaraku tidak terdengat malas–malasan
"Bisa kita bicara?" Aku menautkan alisku. Bicara? Kenapa harus izin, jika ingin bicara ya, bicara saja.
"Mau bicara apa? Tanyaku. Sepertinya si Ammy ini sedang serius.
"Tapi nggak disini, yuk ikut gue" Ammy berdiri dan aku pun ikut berdiri. Tentang yang lain, mereka melihatiku dan Ammy bingung. Sedangkan David, ah sudahlah tidak usah pikirkan dia dulu.
Aku mengekori Ammy dari belakang sampai kami di taman belakang sekolah. Yah, tempat ini sangat sepi ada sih orang cuman paling satu atau dua, itupun mereka asik membaca buku. Aku pun suka kemari untuk menenang kan pirikan.
Ammy sudah duduk dibangku sedangkan aku masih berdiri mematung sambil melihatnya. Sebenarnya aku masih ragu untuk ikut dengan nya. Secara dia pernah membuatku hampir mati kedinginan didalam gudang. Aku takut Ammy akan melakukan nya lagi.
"Vi, duduk aja sini gue nggak bakal ngapa–ngapain lo lagi" ucap Ammy namun tetap saja aku masih ragu tetapi Karena aku melihat keseriusan dari mata Ammy akhirnya pun aku duduk disampingnya.
"Lo mau ngomongin apa" tanyaku to the point
Cukup lama Ammy berdiam diri. Aneh Tadi dia yang ingin mengajak ku bicara tetapi sekarang dia malah diam saja.
"Gue mau minta maaf" tuturnya membuatku tertegun. Seorang Ammy meminta maaf padaku? Sugguh aku tidak menyangka. Aku kira, ia akan memohon lagi supaya aku menjauhi David tetapi ternyata?
Aku masih diam saja, aku ingin ia segera melanjutkan perkataannya supaya aku tau jika ia benar meminta maaf dengan tulus.
"Gue tau selama ini gue salah. Gue egois dan nggak mikirin perasaan lo sama David" Ammy berbicara sambil menunduk "Tetapi sekarang keadaan udah berubah. Dia lebih milih lo. Bahkan gue baru tau kalau dulu David hanya kasihan ngeliat gue, makanya dia jadiin gue pacarnya."
"Lo udah dianggap kaya adiknya sendri My. Dia sayang sama lo" selaku. Aku hanya ingin dia tau jika David itu sayang kepadanya.
Ammy semakin menunduk "gue tau dan gue baru sadar. Seandainya gue tau dari dulu mungkin gue nggak akan ganggu hubung kalian dan kalian bakal bahagia sekarang" lirihnya sendu. Aku merasa kasihan pun akhirnya merangkul Ammy untuk menenangkan nya. "Gue nggak punya siapa–siapa Vi," kini ia sudah menangis.
"Lo nggak boleh sedih dan terpuruk begini My. Terus terusan terpuruk nggak akan menyelesaikan masalah yang ada di diri lo. Justru pada saat itu lah, lo di wajibkan untuk bangkit dan memulainya lagi dari awal. Gue tau masalah yang lo hadapin ini sangat berat tetapi apa lo sanggup hidup suram seperti ini terus? Apa nggak ada terlintas di pikiran lo untuk berubah menjadi kepribadian yang baik?" Nasihatku pada Ammy yang sedang sesunggukan. Lha, bahkan aku baru sadar jika aku sudah ngomong panjang lebar begitu.
"Gue nggak mau hidup kaya gini terus Vi dan gue juga mau berubah tapi gue nggak tau gimana caranya sedangkan gue aja nggak punya keluarga dan juga..... Teman"
"Ada gue. Lo itu teman gue My" ucapku membuat Ammy langsung menatapku kaget
"Ta–tapi gue udah sering—"
"Gue nggak pernah punya dendam sama lo My. Gue tau lo ngelakuin itu karena suatu alasan. Kita–kita juga nggak benci sama lo asalkan, lo harus ngerubah sikap lo menjadi lebih baik." Ucapku diakhiri dengan senyuman.
"Jadi gue dimanafin?" Tanya Ammy antusias walaupun matanya sudah berlinangan airmata.
Aku pun menganguk, toh aku pun juga tidak terlalu marah padanya. Lagipula ia sudah jujur dan sudah meminta maaf dengan tulus. Tanpa ku duga Ammy langsung memelukku sambil mengatakan terima kasih. Walaupun sangat kaget mau tak mau pun aku membalasnya.
***
Segini dulu
I know.. I know gantung banget terus lama pula next nya. Wkwkwk
Maafkan aku

KAMU SEDANG MEMBACA
Curious [COMPLETE]
Novela JuvenilDulu ku pikir untuk masuk kedalam kehidupan nya itu sangat lah mudah, namun aku salah. dia 'berbeda', sangat berbeda menurutku. entahlah aku tidak tau apa yang dimaksud dengan 'berbeda' dan itu membuatku penasaran. ingin sekali aku mengetahui hal it...