Betapa cinta ini
Sungguh berarti tetaplah terjaga
Selamat tinggal kasih 'ku telah pergi selamanyaBunga terakhir
Ku persembahkan kepada yang terindah
Sebagai suatu tanda cinta untuknya
Bunga terakhir
Menjadi satu kenangan yang tersimpan
Takkan pernah hilang 'tuk selamanyaKaulah yang pertama
Menjadi cinta tinggallah kenangan
Berakhir lewat bunga seluruh cintaku untuknyaBebi Romeo
•••|♪♪♪|•••
Sore ini langit tampak baik-baik saja, seperti biasa. Tidak ada yang istimewa dari hari itu. Hanya saja saat Jendra memutuskan untuk berbelok ke pemakaman umum, sebelum benar-benar memarkirkan motornya, ia singgah di toko bunga langganannya.
Langkah kakinya terbawa begitu saja menelusuri pemakaman itu, sambil sesekali melirik dan membaca nama yang tertera di atas nisannya.
Langkah Jendra terhenti di diepan makam yang ia tuju. Di atas nisan, terukir jelas nama Jeya. Jendra berjongkok di samping makam itu, meletakkan bunga tulip merah di atas rerumputan yang tumbuh di atas makam. Setelahnya Jendra mengangkat tangannya, mulutnya mulai melafalkan doa untuk mendiang.
Dalam hatinya, Jendra tak henti-henti berharap jika pemilik makam ini bisa mendapat tempat paling nyaman. Beberapa waktu ini, Jendra lebih sering mendoakan daripada meratapi kenangannya dengan Jeya. Setelah bertemu dengan Jendra kecil, ia jadi paham jika hadiah terbaik untuk mereka yang telah tiada, adalah doa.
Untuk sesaat, Jendra menghela napasnya. Ditatapnya makam itu, dengan senyum tipis. Tahun pertama ditinggalkan, Jendra selalu tersenyum hambar dan sendu ketika ke sini. Tapi untuk kali ini, Jendra seolah tersenyum nyaman.
"Ya, aku datang lagi." Sesekali Jendra mengusap nisan itu.
"Aku kangen kamu, Ya." Ini bukan pertama kalinya Jendra mengatakan rindu ketika mengunjungi tempat peristirahatan Jeya, tapi entah mengapa kata rindu kali ini seolah membuat relung hatinya bebas.
Di makam Jeya, hanya ada bunga tulip. Mungkin ada sesekali yang menabur bunga lain di atas makam, entah itu siapa. Setidaknya mereka tidak pernah melupakan kecintaan Jeya pada tulip.
Makam Jeya cukup teduh karena di belakangnya terdapat pohon besar. Di sebelah kanan makamnya masih kosong.
"Aku udah ketemu sama Jendra kecil. Ganteng kaya aku, pinter nya kaya kamu. Dia selalu antusias setiap aku main ke panti."
Meskipun Jendra tahu ceritanya tidak akan pernah ditanggapi, tapi melakukannya adalah candu untuk Jendra. Ia selalu bercerita, seolah-olah ada seseorang di sampingnya. Tidak mengapa untuk Jendra jika ada yang nyinyir.
"Mereka nyiapin gitar buat kamu, tapi gak sempat ngasih. Jadinya gitar itu dikasih ke aku, kamu ikhlas kan?"
Kali ini Jendra benar-benar tersenyum, bukan senyum palsu yang selalu ia bawa setiap kesini, tapi senyum yang mewakilkan jika dirinya sudah baik-baik saja.
"Semua cepat banget berlalu. Hadden sama Kalesha makin lengket, kalau kamu masih ada mungkin sekarang kita lagi ngomongin kebucinan Hadden."
Sekarang, dan nanti mungkin hanya ada kata andai yang mampu Jendra katakan pada dunia. Andai semua masih sama seperti dulu. Tapi Jendra tidak ingin berandai lebih, dia tidak ingin terjun kembali dalam dinginnya kehilangan.
"Kalau waktu bisa diputar, aku gak akan halangin kamu pergi, Ya. Aku justru gak akan nangis dan berpikir kalau hidup aku gak akan baik-baik aja setelah itu. Ternyata kata kamu benar, dunia akan baik-baik aja selama aku baik sama diri aku sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dan Semesta | Jeno Ft Yeji ✔
Teen Fiction-SELESAI- [REVISI] ❝Tentang tulip dan kisah cinta yang abadi antara dua hati.❞ Cover from pinterest