Untukmu aku akan bertahan
Dalam gelap takkan kutinggalkan
Engkaulah teman sejati
Kasihku di setiap harikuAfgan
•••|♪♪♪|•••
Malam ini hujan mendadak hadir di tengah-tengah Ibu Kota. Mengukir sedikit demi sedikit jejak-jejak kaki di tanahnya. Meninggalkan setidaknya air yang mulai menggenang di salah satu jalanan.
Di antara suara hujan, atma Bunda dirasa gundah. Setelah mendapat kabar tentang kecelakaan anaknya, dunia Bunda turut celaka. Hatinya tak berhenti merapal doa di sepanjang jalan menuju rumah sakit.
"Bang, Kakak gimana? Gak kenapa-kenapa kan?"
Saat Mahen baru keluar dari ruang tempat Jendra periksa sementara, Bunda mencercanya dengan pertanyaan. Mahen tidak tahu harus menjawab bagaimana, apalagi saat raut khawatir Bunda yang bertambah membuat jiwa nya bergetar.
"Kakak baik-baik aja. Tapi, kecelakaan di kakinya berakibat fatal kalau gak segera ditangani. Apalagi, Kakak sempat kehilangan banyak darah, sampai benturan dikepala."
Mahen tidak ingin mengatakan ini sebenernya, tapi ia harus. Saat pertama menjumpai Jendra di ruang itu, Mahen tak kuasa menahan tangis. Tapi kalau bukan dirinya yang menangani Jendra, siapa lagi? Dia dokter, sekaligus Abangnya.
"Ada banyak kemungkinan yang terjadi setelah ini. Kelumpuhan pada kaki atau...." Untuk sesaat Mahen menggantungkan ucapannya. Bayang-bayang wajah Jendra masih belum hilang dari ingatannya.
"Atau koma bahkan terganggunya kemampuan berbicara," sambung Mahen.
Rasanya tubuh Bunda akan ambruk, untung saja di belakangnya ada Yera yang sigap menahan.
"Sekarang gimana, Bang?" Ayah yang dari tadi duduk, kini mulai berdiri.
"Kakak harus segera dioperasi. Kakak operasinya sama Abang, jadi Bunda sama Ayah jangan panik."
"Abang, tolong adek mu, ya? Bunda gak mau ada hal buruk yang terjadi."
Mahen hanya bisa mengangguk. Tatapan Bunda seolah memberinya banyak harapan. Mahen tidak bisa menjanjikan banyak hal disini.
"Abang berusaha buat nyembuhin Kakak. Jangan nangis lagi, Bunda."
"Nak, kamu Abang yang sempurna. Ayah percaya sama kamu."
Hanya dengan itu, Mehen jadi semakin yakin jika dirinya bisa membawa bangun Jendra. Walaupun operasi ini tidak bisa menjamin kehidupan Jendra ke depannya. Bahkan kemungkinan kecil, setelah bangun semuanya kembali normal. Tapi Mahen memilih untuk tidak mengatakannya, apalagi saat melihat mata Bunda, Mahen tidak bisa.
"Kamu, yakin?"
Mahen mendongak, mendapati tatapan khawatir dari Yera. Mahen lagi-lagi tersenyum, menenangkan istrinya. "Aku Abang, Yer. Kamu jangan terlalu khawatir, kamu lagi hamil."
Baru saja kemarin lusa Mahen mendapati wajah bahagia keluarganya saat tau, Yera hamil. Namun sekarang tiba-tiba saja hal buruk terjadi, pada Jendra. Wajah bahagia kemarin lusa berubah menjadi kekhawatiran mendalam.
Yera menatap punggung Mahen yang berlalu kembali ke dalam, rasanya seperti goresan di hatinya. Ia tahu ini sama sekali tidak mudah. Saat Mahen harus menjalankan kewajibannya sebagai dokter, tapi di satu sisi fokusnya harus terbagi pada keadaan Jendra setelah ini. Yera hanya berharap, apapun yang terjadi nanti, Mahen tidak menyalahkan dirinya.
Tak lama dari arah kanan, teman-teman Jendra dan Sarah berlari kecil dengan wajah tak kalah khawatir. Terutama Sarah, matanya itu terlihat memerah.
"Kakak aku kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dan Semesta | Jeno Ft Yeji ✔
Teen Fiction-SELESAI- [REVISI] ❝Tentang tulip dan kisah cinta yang abadi antara dua hati.❞ Cover from pinterest