Aku terganggu dengan getar ponsel tanpa henti, kulihat layar gawai masih pukul empat pagi. Salah satu asisten papa membombardir panggilan sejak dua puluh menit yang lalu.
"Halo? Lo gak lihat jam berapa lo telepon ini gue ha?"
"El, Tuan Kritis. Sekarang di rumah sakit."
Aku menjingkat, kepalaku serasa berpetir saat subuh. Semalam Papa masih menghubungiku tanpa ada tanda-tanda sakit.
"Lo jangan bikin gue panik, ya!" ancamku.
"Mending lo sekarang ke sini, gue udah share lokasi rumah sakit. Inget, jangan bawa Jeff sama Romeo."
"Tunggu gue di sana."
Aku mengambil napas, masih berpetir kepalaku. Belum ada yang bangun, aku meraih jaket Rovel di meja, kelamaan kalau aku ke kamar.
Aku memastikan Jeff dan Romeo di kamar mereka, aman, mereka masih lelap.Motor Aurel ada di sini, tapi aku tidak bisa mengendarai benda roda dua ini. Segera aku memesan taksi online, cukup sepuluh menit taksi datang, aku memakai jaket dan masuk.
Ponselku bergetar lagi, Arman, asisten pribadi Papa.
"El, Tuan--"
"Jaga Papa baik-baik. Gue udah di jalan." Aku memotong cepat.
"Tuan nungguin lo, napasnya udah berjarak," kabar Arman.
Aku memutus telepon sepihak, Arman akan menambah stress dan rasa panikku. Aku tahu selama ini tidak ada penyakit serius dalam tubuh Papa, kalau seperti ini pikiranku banyak negatifnya. Jalan lengang, hanya beberapa mobil menyalip dan dua motor di belakang taksi ini.
Akhirnya sampai di rumah sakit sesuai lokasi yang Arman kirim. Sepi, sepanjang kamar ruang inap hanya beberapa saja yang dihuni.
"Arman!"
Arman menoleh, dia sendiri di depan ruangan Papa. Kami langsung masuk. Selang oksigen menyambut pandangan mataku pertama kali melihat tubuh tegap Papa terbaring di bangsal.
"Pa...."
Papa menoleh dengan mata satu, wajah pucat dan seluruh tubuhnya dingin.
"Semua yang kamu butuhin ada di ponsel Papa. Cepet kamu kabur dari Jeff dan Romeo, Elena," ucap Papa lemas.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Papa gak boleh tinggalin Elena. Elena sama siapa?"
"Papa percaya kalau Rovel bisa jaga kamu. Maafin Papa Elena, Papa harusnya percaya sama kamu buat keluarin Jeff dan Romeo dari lingkungan kita."
"Elena makin gak ngerti, Pa."
"Hercules--"
Ucapan Papa terputus dan garis lurus panjang tertera di layar monitor EKG bersamaan suara monitor tanpa jeda. Aku panik, menekan tombol merah di atas ranjang Papa.
"Arman cepet cari susternya!" teriakku.
Dua suster dan dokter datang, wajah mereka tegang menyuruhku mundur dari ranjang. Aku pias, melihat perlahan napas Papa hilang dan matanya sempurna tertutup.
Dokter memeriksa titik nadi di tubuh Papa, sambil menggeleng dan melepas selang infus. Suster menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuh Papa.
Aku terduduk di lantai, air mataku lolos dan pundakku berguncang.
"Papa!!" teriakku parau, aku bangkit dan berlari membuka selimut yang sempurna menutupi tubuh kaku itu.
"Elena tenang." Arman menghentikan tanganku yang menepuk-nepuk pipi Papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELENA GAURA
Teen FictionBagaimana bisa Rovel mengetahui kalau aku Elena Gaura anak seorang mafia besar. Padahal aku mencari kehidupan baru di kota ini sebagai Olivia Gaura, nama baru yang berarti kedamaian.