Bagian Tujuh Belas

8 1 0
                                    

"Rel, lo masak tega kita tidur di luar!" teriak Rovel saat tahu pintu ruko terkunci dari dalam.
Aku mengambil gawai dan melihat jam, pukul satu malam.

Tidak ada jawaban dari Aurel. Mirip seperti ibu kami memang. Membeli makanan full penyedap rasa, Aurel buang. Minuman boba pun tidak boleh. Merokok tidak boleh, sekarang telat pulang sudah terkunci.

"Yaudah, kita tidur di sofa aja." Rovel menarik tanganku.

Aku terdiam. Tidak mungkin kami bertengkar lagi setelah beberapa menit lalu saling menyangkal. Aku masih teringat kalau Rovel bilang dia laki-laki waras yang punya nafsu.

"Maksudnya kamu di sofa. Aku yang jaga biar nyamuk gak gigit, hehehe," lurus Rovel. Tampaknya dia tahu kalau aku sudah berpikir aneh-aneh.

"Aku percaya, kok, sama kamu--"

"Udah gak papa. Aku di lantai sini jaga kamu, udah larut banget nih," potong Rovel cepat.

Dia membuka lebar selimut di sofa dan menyelimuti tubuhku.

"Selamat tidur, cantik." Rovel menepuk atas kepalaku, seperti kebiasaan Romeo.

Aku membalas dengan senyum. Segera memejamkan mata. Kalau tidak besok akan kesiangan lagi.

***

"Elena...."

Aku mendengar suara itu samar. Sambil kakiku digoyangkan. Aurel. Aku bangkit dan meraih gawai di saku, pukul enam pagi.

"Cepet mandi. Gue udah bikin sarapan buat kalian," suruh Aurel. Aku mengangguk pelan.

Rovel tidur beralas tikar di bawahku, hanya memakai hoodie semalam tanpa selimut.

"Sayang, bangun. Udah pagi." Aku menggoyangkan pundaknya.

"Hmmmm," jawab Rovel tanpa membuka matanya.

"Udah pagi, bangun."

"Iyaa." Rovel menguap sambil menggeliatkan tubuhnya ke kanan kiri.

***

Oh, sial. Aku lupa mengerjakan tugas tambahan dari Pak Roman. Sekarang beliau sudah berdiri di depan kelas sambil memanggil satu per satu murid untuk menyetor tugas pertemuan minggu lalu.

Tugas itu aku sudah selesai, tetapi tambahan karena aku tidak masuk belum sama sekali. Haduh, semoga Pak Roman mau memberi waktu tambahan lagi.

"Olivia."

Lah, kenapa namaku terpanggil duluan? Bukannya presensiku paling akhir karena anak baru. Yasudah, daripada nanti menjadi nugget krispi geprek aku segera maju.

"Ma ma maaf, Pak. Tuu tu gas tamba han nya, bo boleh di dikasih wak tu la lagi?" pintaku gugup, bicara pun ikut gagap.

"Satu minggu lagi, tugas tambahan harus selesai."

"Iya, Pak."

Pak Roman mengecek kajian dari masalah yang diberikan minggu lalu. Semoga tidak curiga karena kajian itu sama dengan Aurel. Kenapa lebih takut berhadapan langsung dengan Pak Roman ketimbang bertemu Hercules.

"Istirahat temui saya di ruang konseling."

Aku terbelalak. Ada apa tiba-tiba meminta bertemu di konseling. Haduhh salah apalagi ini.

"Baik, Pak."

Sepanjang pelajaran Pak Roman aku tidak fokus. Menit jam rasanya berjalan cepat dari biasanya. Apa mungkin benakku tidak bisa lepas dari apa yang membuat Pak Roman meminta bertemu.

Kriiiingggg.

Huft, tiba juga dering bel itu.

"Aku ke ruang konseling dulu, ya," pamitku pada Rovel.

ELENA GAURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang