[9] Rencana Lama

792 72 2
                                    

Mendorong tubuh Carlix, Eirine bangun saat melihat seorang anak yang kira-kira berusia 6 tahun berdiri di bawah pohon yang tak jauh dari mereka. Ia melipat kedua tangannya dengan wajah kesal yang terlihat menggemaskan. Mata hitamnya yang besar menatap mereka dengan kesal, hidungnya yang mancung dan kecil, bibirnya yang tipis, dan rambutnya hitamnya yang menyempurnakan penampilannya. Ia pikir, anak itu sangat tampan.

“Ayo kita kembali, putri.” Itu suara Carlix. Kami menjaga jarak setelah kejadian beberapa saat yang lalu.

“Tapi, tidak mungkin meninggalkannya disini sendiri, Carlix. Lihat, dia masih kecil dan kurasa dia tersesat.”

Terkejut, itu yang terjadi saat mereka mendengar suara tangisan dari anak itu. Eirine mendekat dan menenangkannya. Ia berlutut lalu memeluk anak itu, mengusap punggung kecilnya dengan lembut.

“Dimana orang tuamu?”

Sesegukan, wajah anak itu sampai sembab dengan hidung yang memerah. Eirine ingin sekali mencium pipi dan hidungnya yang lucu.

“Ayah sibuk dan ibu sudah pergi. Paman jahat!”

Eirine memiringkan kepalanya, berusaha mencerna maksud anak itu. Ah, ia terdiam saat baru menyadari jika ibu anak ini sudah tidak ada, ayahnya mungkin sibuk dengan pekerjaannya hingga ia datang bersama pamannya namun pamannya meninggalkan anak ini sendiri.

“Carlix..”

“Putri, kita tidak bisa membawanya. Bagaimana jika pamannya datang dan mencarinya?”

“Tapi, saya tidak bisa meninggalkannya disini, ini sudah malam. Belum tentu ada yang akan menjemputnya.”

Sejujurnya, Eirine tidak bisa menolak wajah anak itu. Dia benar-benar tidak bisa meninggalkan wajah memelas yang sangat manis itu.

“Siapa namamu?” Tanyanya.

“Lucc.” Eirine melirik Carlix yang menatap Lucc dengan tatapan aneh. Anak itu juga melihat Carlix dengan tatapan yang berbeda.

“Apa Lucc tidak masalah ikut dengan kami? Nanti kami akan mengabari orang tua Lucc, hm?” Ia mengangguk setuju dengan wajah yang benar-benar manis. Eirine benar-benar jatuh hati pada anak kecil itu.

-
-
-

Di tempat lain, Vincent berdiri dibalik tembok, menunggu seseorang yang akan ia temui. Ia membeku saat merasakan tatapan tajam dari seseorang. Ia meneguk ludahnya dengan kasar saat menyadari jika orang itu sudah ada disana, auranya benar-benar terasa. Ia menyesal datang kesini jika akan dihukum lagi.

“Jadi, dimana kau membuang Lucc?” Suara dingin itu benar-benar mengintimidasi hingga membuat mentalnya jatuh.

“Aku tidak...” Ia meremang melihat tatapan tajam itu.

“Ampun Yang Mulia, saya tidak membuangnya, ini hanya bagian dari rencana.” Vincent susah payah mengatakannya.

“Kau menggunakan keponakanmu yang manis untuk menyukseskan rencanamu? Dia masih kecil, bodoh, dan penurut. Bagaimana jika ada yang menculik atau menyakitinya?”

Vincent menahan dirinya agar tidak berdecak kesal. Siapapun tahu jika apa yang diucapkan oleh kaisar utara itu adalah kebalikan dari yang sebenarnya. Penurut? Lucc bahkan anak pembangkang yang paling menyebalkan yang pernah ada di dunia. Dia pintar dan dewasa di usianya itu.

-
-
-

Keesokannya, setelah mengirim surat pada orang tua Lucc, mereka menikmati waktu bersama. Lucc menyukai istana kekaisaran selatan, ia bahkan bisa berlarian kesana-kemari dan bermain di istana. Eirine yang mengizinkannya melakukan hal itu.

I'm Only Meant to be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang