•9

1.1K 185 3
                                    

'anak-anak' angkatan atas

'anak-anak' angkatan atas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
















"harusnya Brion bersyukur, Dipta masih biarin dia hidup."

Maudy duduk di samping ranjang Claudio. Dia tidak sendirian, melainkan bersama Hanif dan Devano juga setelah dua orang itu pusing dengan Brion. Memilih bertanya pada Claudio usai Malvin menyuruh.

"nyokapnya mati, di depan matanya sendiri."



flashback on



"DIPTA HEH! LU MAU BUNUH ANAK ORANG?!"

Tanpa melepaskan kerah baju Brion, berbalik menatap Claudio di sampingnya. Dengan tatapan datar, "tanya ke temen lu sekarang. KENAPA DIA DIEM AJA WAKTU TAU NYOKAP GUA DIBUNUH BOKAP GUA?!" Bentaknya.

Sukses membuat Claudio kaget, syok.

"Dip— uhuk uhuk! lepass dulu, gua—"

"malem itu gua butuh lu sebagai saksi, Bri... tapi lu pergi... cuma gara-gara duit?"

"orang— yang... hidup bareng d-duit kaya lu... ga paham rasanya... Dipta," balas Brion, tersenyum pahit.

"lu nutupin kriminal, Brion." Pandangan datar Dipta berubah jadi sendu. "kelakuan lu udah mirip koruptor negara," lalu tertawa kecil.

"jiwa Dipta... hampir mati kalo ga ada gua," ucap Dipta lagi.

Claudio dan Brion sama-sama bingung mendengar ini.

"tapi gapapa, Bri. sebajingannya lu, lebih bajingan lagi bokap gua. tenang aja," bisik Dipta, memberikan ruang bernapas untuk Brion.

Lalu helaan napas sedih terdengar, "tapi gua mau lu ngerasain apa yang gua rasain."

Beralih pada Claudio, "oh iya, Claudio. pura-pura aja lu ga denger apa-apa oke? kalo masih mau temenan sama Dipta, sayang banget kan sama dia?"

"Dip, lu ngomong apa? gua minta maaf buat nyokap lu tapi please... ini bukan lu banget."

"gua lihat nyokap gua mati, nyokap gua dibunuh sama bokap gua. lebih anjing lagi darahnya masuk ke mata gua, si bangsat Brion lihat itu tapi diem aja. biarin Dipta nangis ngemis-ngemis ke dia buat jadi saksi tapi nyatanya apa? dia ngepihak pembunuh, cuy. orang bayaran bego yang rela masuk penjara, bahkan polisi-polisi sialan yang ga becus kerja cuma makan duit... ga percaya lagi gua sama mereka."



flashback off
























alter































"Dipta mentalnya ga baik, lu kemana aja?"

Jerome sedikit terhuyung ketika Hanif mendorongnya tiba-tiba. Menatap temannya itu meminta penjelasan.

"lu tau orang yang bunuh Tante Ami itu Om Edward?"

Jerome terdiam.

Tatapan kecewa dari Hanif serta Devano yang terkejut menyaksikannya.

"JE!" Bentak Hanif setelah daritadi berusaha tenang.

"kak? sumpah?" Devano menggeleng-gelengkan kepalanya berharap Jerome akan menjawab jika itu tidak benar.

Tapi justru mendapat anggukan kecil. Bersyukur saat ini dia bersama Hanif, jika bersama yang lain, mungkin mereka akan kelepasan bermain tangan sekarang.

Hanif seperti tidak bisa berkata-kata lagi. Dia sedih dan kecewa.

"Dipta adek lu, kak. kenapa?" Tanya Devano nyaris berbisik.

Dan Jerome tidak bisa menjawab.
























alter































Suara pukulan bertubi-tubi dari dalam ruangan, serta darah yang muncrat kesana-kemari. Detik ini, Dipta merasakan deja vu. Akan darah yang terus mengotori ruangan bercat putih itu. Dan sedikit mengenai wajahnya.

"JANGAN MAIN PISAU, PA!"

"tau apa kamu, Dipta?"

"JANGAN LUKAIN MAMA!"

"pergi atau kamu lihat Mama kamu mati."

Ingatan dan suara-suara buruk terus muncul di kepalanya. Pandangannya yang kabur perlahan mulai kembali jelas. Menatap takut pada Reihan sekarang.

"Rei, udah Rei... lu bisa bunuh orang," Dipta menarik tangan kanan Reihan.

Dengan napas yang tidak beraturan, Reihan menghentikan aktivitasnya. Tidak menolehkan kepalanya pada Dipta. Bagian depan tubuhnya berlumur darah bahkan sampai ke rambut blondenya.

Terlalu menyeramkan.

"tangan lu... pasti sakit banget ya?" Tanya Dipta.

Karena Reihan terus membelakanginya, akhirnya memilih untuk mendekat ke samping lelaki itu.

"ini, merah semua," ucap Dipta pelan.

Hendak mengusap wajah Reihan, yang sayang ditahan oleh si empu, "kotor nanti tangan lu, diem aja." Begitu ucapnya.








cklek








Pintu terbuka, 3 orang yang sama seperti tadi masuk. Lalu memberikan jalan pada 1 orang di belakang mereka. Sukses membuat Dipta membulatkan matanya terkejut.

"Papa?"

"Dipta! kamu kenapa ada di sini?"

Orang itu adalah Papa Dipta, —Edward. Memasang raut panik dan sedihnya lalu memeluk anaknya penuh kekhawatiran.

Tidak hanya Dipta, Reihan turut terkejut. Selama ini mereka semua tidak tahu seperti apa orang tua Dipta. Hanya Claudio, Jerome dan teman-teman Jerome yang tahu. Saat orang tuanya di rumah, Dipta tidak akan mengizinkan teman-temannya datang.

Yang dilihat Reihan sekarang ini—

"Edward J?"

—narapidana yang dihukum 15 tahun penjara usai membunuh kedua orang tuanya, 8 tahun lalu.

"kenapa udah bebas?"
























alter































"lu percaya hukum negara ini?"

Malvin tersenyum remeh, dia sudah menyaksikan ini sendiri. Bahkan kedua orang tuanya, yang sebenarnya tidak dia ambil pusing karena seperti peduli tidak peduli terhadapnya dan adiknya.

Sekarang Malvin begitu membenci mereka.

"gua baru tau kemaren kalo orang tua gua, ikut andil buat nutup kasus nyokapnya Dipta."

Kenyataan itu menyakitkan. Malvin bukan orang seperti ini —dulu. Anak-anak mengenalnya dengan kepribadian riang dan menyenangkan. Namun semenjak lulus dari SMA, ada sesuatu yang membuatnya jadi orang arogan dan pemarah. Semenjak dia sadar, hidup tanpa uang itu bukan apa-apa.

Ketika teman-temannya berkuliah, Malvin tidak. Dan padahal sebenarnya, dia hanya sedikit keras untuk hidupnya dan adiknya.

alter • harubby ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang