Happy reading
Please correct me if I wrong, komen kalau ada typo ya...
Please support me with vote, comment and share, thx
***
[ RAYA - 19 ]
“Teman dekat korban?”
“Saya rasa ada satu anggota yang paling dekat dengan korban, tetapi sepertinya dia masih dalam keadaan berduka.”
Meisya berbicara dengan beberapa anggota yang ada di markas. Sebagian dari mereka memilih diam di asrama ketika gudang masih disterilkan. “Bisa kau tunjukkan yang mana?”
“Kamarnya ada di deret yang sama dengan kamar korban. Dua kamar sebelumnya.”
“Terima kasih.” Meisya mengangguk sopan kemudian melangkah menuju kamar yang dimaksud diikuti dua anggota lainnya.
Punggung jarinya terkepal, mengetuk pintu kamar tersebut. Ketukan ketiga, engsel bergerak terbuka. Menampilkan pria jangkung dengan tampilan lesuh serta kantong mata hitam melingkari matanya.
Meisya tersenyum tipis, menggerakkan kepalanya ke kanan. “Sepertinya kau perlu sedikit udara,” ucapnya kemudian melangkah menjauhi kamar.
Dua anggota di belakang Meisya menarik dan memegang kedua lengan pria itu kemudian membawanya mengikuti Meisya.
Mereka berhenti di sebuah gazebo. Meisya menyuruh pria itu duduk. Dengan pelan dan lambat, pria itu menurut.
“Tell me who's your name.”
“Gasa,” ucapnya pelan.
“Kau terlihat sangat berduka. Sepertinya korban sangat dekat denganmu,” ujar Meisya.
“Apa yang ingin kau tahu?” Masih dengan suara yang parau, pria itu mengucapkan kata tersebut.
“Semua yang kau tahu,” balas Meisya.
“Aku sebenarnya tidak yakin dia membunuh dirinya sendiri,” lanjutnya, “bagaimana menurutmu?”
Ucapan Meisya berhasil membuat Gasa mendongak. “Tidak ada yang lebih menginginkan hidup diantara kami kecuali dia,” tuturnya.
Meisya mulai menyimak cerita Gasa dengan wajah yang tak sedatar tadi. Ia melipat tangannya di depan dada.
“Tujuanku kemari untuk pergi dari semua orang. Sedangkan tujuannya kemari untuk kembali pada orang tersayang. Untuk apa dia mengakhiri hidup jika setiap hari dia selalu membicarakan putri kesayangannya? Orang tuanya hidup karena mendapat pekerjaan dari pemimpin kita. Dia berniat membalas budi kepada Nona Disa sekaligus memberikan putrinya sebuah kehidupan. Dia selalu menolak tawaran untuk mengedar dan memilih tinggal di markas dalam waktu yang lama. Tujuannya adalah putri kesayangannya,” jelas Gasa memandang ke depan dengan tatapan kosong.
“Kau juga memiliki anak, bukan?” tanya Meisya membuat Gasa langsung memandangnya dengan mata yang membesar.
Detik selanjutnya ia membuang muka. “Aku dapat merasakan perasaan itu. Tatapan kosong namun terbesit rasa rindu yang mendalam,” terang Meisya.
“Kau bercerita menggunakan hatimu. Ada kesungguhan di dalamnya. Kau tahu bagaimana kondisinya. Kau juga pasti tahu bagaimana perasaannya beberapa hari sebelum ia ditemukan di pabrik.
“So, tell me what happened to him,” pungkas Meisya.
Suasana dingin menyelimuti mereka diantara keheningan.
“I feel like, he lost his way,” ucap Gasa.
“Dia tidak pernah bercerita lagi tentang putrinya. Tidak pernah bersemangat memulai harinya. Dan begitu banyak 'tidak' selama beberapa hari sebelum kejadian itu. Aku asing dengan sosoknya. Kepribadiannya berubah dalam sekejap. Aku juga bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Aku bahkan belum menemukan jawabannya sampai dengan dia sudah tiada,” jelas Gasa emosional.

KAMU SEDANG MEMBACA
RAYA : Fidelity
Action[Sequel RAYA] Kisahnya berlanjut... Diva mulai merasakan keraguan terhadap hubungannya dengan Alaska yang tengah berada di Jepang. Kuncinya adalah kepercayaan namun Diva hanyalah perempuan biasa dengan segala prasangkanya. Apa ia harus bersikap ego...