Haii im back!!
Anyway, happy new year guys!
NUNGGU LAMA PASTI YA?
Siapa yang selalu pantengin cerita ini?Vote cover untuk cerita ini yuk di bab 13
Koreksi bila ada typo! Dan jangan lupa beri dukungan untuk kemajuan cerita ini
(GA TAU BAKAL TETEP MAJU APA NGGK)Selamat membaca!! :)
RAYA : Fidelity
[Bab 15]
+“Papa kalo emang belum bener-bener sembuh, jangan pulang dulu,” ucap Diva.
Gadis itu sibuk menyiapkan tas sekolahnya. Seragam batik terpasang di badannya.
Sebuah earphone menempel di telinga kirinya, sementara ponselnya tergeletak di meja belajar.
Tangannya sibuk memilih buku pelajaran dan memasukannya ke tas.
“Ahh, iya... Om Yosi juga waktu itu bilang,” sahut gadis itu yang tengah menguncir rambutnya menjadi satu.
“Kakek Max ada perlu apa emangnya di sini?” tanya Diva setelah selesai menguncir rambutnya.
Lantas bergerak membawa tasnya ke pundak dan mengambil ponselnya. Ia berjalan keluar kamar.
Di tengah jalan Diva terkekeh. “Kangen Raya?”
“Kangen juga, tapi nggak kangen banget,” sahutnya.
“Papa mau tidur? Kalo gitu Raya matiin telfonnya, ya? Raya juga mau sekolah.”
Di penghujung tangga, gadis itu tersenyum kemudian berkata, “Raya juga sayang Papa. Bye bye!”
Sahutannya membuat Olivia menengok lantas tersenyum lembut menyambut Diva.
“Morning, Aunty!” sapa Diva tersenyum manis.
“Morning too, Baby!” balas Olivia.
“Tiramisu toast for you.” Olivia menghidangkannya di depan Diva.
Diva memekik bersemangat. “Oh my god! Thank you!” Lantas ia duduk di kursinya dan bersiap makan.
“Umm, enak banget! Raya boleh nambah?” tanya Diva.
“Of course babe! Why not!” balas Olivia senang.
“Tapi buat bekal ke sekolah,” sahut Diva selesai mengunyah.
“Okay, Aunty siapin. Kamu sarapan dulu, sendiri nggak papa, kan?” Diva mengangguk sembari terus mengunyah roti itu.
Diva mengambil ponselnya yang bergetar. Sebuah pop-up notifikasi muncul, menampilkan grup kelasnya yang di spam Raka hanya untuk menanyakan seragam.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYA : Fidelity
Action[Sequel RAYA] Kisahnya berlanjut... Diva mulai merasakan keraguan terhadap hubungannya dengan Alaska yang tengah berada di Jepang. Kuncinya adalah kepercayaan namun Diva hanyalah perempuan biasa dengan segala prasangkanya. Apa ia harus bersikap ego...