XDINARY PART 3

1K 34 0
                                    

Selamat membaca
.
.
.
🍃🍃🍃

Hari ini, Paradise High School mengadakan pensi. Banyak siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Nathan, Aron dan Alden juga telah bersiap dengan band mereka, tidak lupa Nia yang juga berada disana.

Nia bersama anggota band nya menaiki panggung pensi. Penonton yang melihat itu berteriak histeris memuji pesona yang ditunjukkan band ini. Namun tidak untuk Difa and the gang.

"Gue jujurly muak banget liat tuh anak pungut!! Pengen bat gue naik ke panggung, terus cakar tuh muka songongnya" geram Difa saat melihat Nia yang tak hentinya menyebarkan senyum ramah pada penonton.

"Lo bisa gasih nahan dulu emosinya. Jangan sampe Lo dulu nih yang gua ca-kk-arr!! Ucap Nara tak tahan saat Difa yang terus-terusan mendumel tak jelas.

Saat ini, mereka semua tengah memperhatikan pertunjukan yang dibawakan Nia. Jujur, Suara dan aura Nia selalu berhasil membius siapa saja yang mendengarnya. Bahkan Nara dan Difa juga larut didalamnya. Saat tengah fokus, seseorang datang pada Difa dan membisikkan sesuatu,

"Nontonnya gak usah seserius itu. Bola matamu bisa saja jatuh!" Mendengar suara yang sangat familiar ditelinga, membuat Difa dan Nara kompak menoleh kearah belakang untuk memastikan apa yang tengah dipikirkan mereka.

"Lo ngapain sih disini?!!" Kesal Difa yang melihat sosok laki-laki yang berpenampilan sesuai dengan tema pensi saat ini. Wajahnya yang tampan dan memiliki cita rasa bule, menjadikannya sebagai objek perhatian bagi wanita-wanita yang haus akan kasih sayang.

"Saya hanya ingin membantu pasien saya!" Ucapnya serius dengan wajahnya tak berhenti memandang sosok remaja yang tengah beraksi disana.

"Dokter Aqin gausah banyak alasan deh. Kita bisa sendiri" ucap Mita.

"Lagian dokter ngapain sih ngikutin Difa terus? Bukannya dokter itu udah tungan?

"Itu benar. Tapi beberapa waktu lalu, tunangan saya meminta untuk mengakhirinya hubungan kami, dengan alasan dia ingin fokus dalam berkarir. Sangat lucu ketika mengetahui fakta bahwa ada wanita yang menolak saya sebagai suaminya" Aqin terkekeh kecil. Entah dia sedang bersedih atau membanggakan dirinya, yang pasti saat ini Difa sedang mual-mual. Aqin yang melihat aksi Difa hanya tersenyum lembut. Jika Aksinya ini diketahui oleh Aqil, Jeje ataupun yang lainnya, sudah pasti ia akan dipermalukan oleh lelaki itu. Bagaimana bisa ia menyimpan ketertarikan pada remaja didepannya ini?? Satu yang Aqin harapkan, bahwa suatu saat ia tidak akan dicap sebagai pedofil oleh mulut suci Jeje yang akhir-akhir ini sangat lemes. Eh, bukannya Jeje juga seorang pedofil? Bahkan Jeje menyimpan perasaan pada mahasiswanya sendiri. Ah lupakan.

"Udah Lo semua diem aja. Pak dokter juga, kalau emang niatnya bantuin Alana, harus totalitas. Bukannya moduslitas" sindir Mita

"Saya tau anak kecil. Saya disini hanya untuk membuktikan orang didepan itu dan orang yang sejak tadi memperhatikan kita adalah saudara kandung."

"Hah? Maksud dokter apa?" Nia terkejut saat mendengar kalimat Aqin tentang orang yang memperhatikan mereka.

"Jika kamu masih memiliki mata, maka berbalik lah dan lihatlah kearah jam 11. Jaga tingkah kamu, jangan berlebihan saat akan berbalik."

"Tuh mulut apa samyang sih, pedes banget." Kesel Nia kemudian berbalik dan memandangi arah jam 11. Bener saja, Aron sejak tadi memperhatikan mereka tanpa mereka sadari. Tangannya mungkin fokus dengan alat musiknya, tapi tatapan matanya tidak bidlsa dibohongi.

"Sekarang saya hanya perlu kalian mengambil rambut Nia. Untuk anak itu.." tunjuk Aqin pada Aron, "kalian tidak perlu khawatir, karena tim laki-laki sudah mengatasinya dengan cepat. Tidak seperti kalian, yang menikmati pensi dan melupakan tujuan kalian" sindir Aqin. Matanya beralih memandang Difa dan Nia yang sangat kesal dibandingkan dengan temannya. Pandangan keduanya menunjukkan kalau mereka tengah berfikir suatu cara untuk mendapatkan sehelai rambut Nia.

Saat Nia menyelesaikan nyanyiannya, saat itu juga Difa berjalan cepat dengan tatapan membunuh menuju panggung.

Disinilah dia, berhadapan dengan Nia secara langsung. Aksi Difa membuat Aron terkejut dan dengan refleks berdiri dan berusaha melindungi Nia, saudara perempuannya. Namun, tidak. Tidak semudah itu. Ada dinding gaib yang membatasi keduanya.

"LO KAN!!" Difa menunjuk tepat pada wajah Nia.

"Maksud Lo apa?" Nia masih dalam mode stay calm.

"Halaaahh.. gausah munafik deh. Lo kan yang udah nyuruh si Zara buat bully gue! Seperti Lo nyuruh kakaknya ngebully sahabat gue, Alana!!"

"KENAPA JADI GUE YANG DIBAWA-BAWA ANJING!!" Teriak Zara tak terima dibawah panggung.

"DIAM LO LENTE. MULUT LO BAU AZAB!" CTAK!!! Makian Difa terasa seperti cambuk goib bagi Zara. Ia hanya terdiam dan menjauh dari panggung, sebelum ia akan dipermalukan lagi oleh Difa. Kini tatapan Difa kembali tertuju pada Nia.

"Lo fitnah gue?" Tanya Nia tak percaya. Baru saja ia tersenyum ramah, sekarang ia dihadapkan dengan Difa. Sebisa mungkin Nia harus mengontrol dirinya untuk tidak bertindak lebih.

"Iya! Lo kan yang udah minta babu Lo buat ngebully gue!! Ngaku deh!!" Tuntut Difa lagi. Percayalah, saat ini yang Difa inginkan hanyalah Nia yang menyerangnya. Jika seperti itu ia akan membalasnya dan terjadilah pertengkaran.

"Bukan gue! Gue gak pernah minta orang untuk ngebully Lo!" Ucap Nia kemudian berbalik hendak turun dari panggung. Nathan hanya menyaksikan perdebatan itu tanpa mau menolongnya.

Karena tak mendapatkan apa yang diinginkan, Difa kesal dan segera menarik rambut Nia. Dan benar saja, apa yang diinginkannya kini sudah ada ditangannya.

Berkat tarikan itu, banyak rambut Nia yang didapat Difa. Difa hanya tersenyum puas, sedangkan Nia berusaha sekeras mungkin untuk tidak melawan Difa. Nia hanya ingin reputasinya tetap baik.

"Lo udah keterlaluan!" Karena tak tahan, Nathan pun segera menghampiri Difa.

"Cih.. sampah" Difa sangat malas menatap wajah lelaki didepannya ini. Dia hanya berbalik dan pergi meninggalkan Nathan.

.
.
.
TBC
Like, komen, share..
Typo?? Sorry 😅
💚💙💚

(Story Of Ending) LET ME BE HAPPY ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang