Asya mendudukan dirinya di taman sekolah menatap siswa dan siswi berlalu lalang didepannya, matanya melirik kembali kearah rombongan gadis-gadis cantik yang berjalan hendak melewatinya
Ia menatap iri gerombolan gadis itu, ia ingin sekali merasakan mempunyai sahabat dekat seperti mereka. Mempunyai tempat berkeluh kesah dan teman bercerita ataupun bermain
Sedari kecil ia tak pernah merasakan yang namanya kehangatan seorang sahabat, dari TK sampai SMA ia sendiri.
Asya ingin mengajak mereka mengobrol tapi mereka seolah-olah menganggap Asya itu virus selalu menjauh saat Asya mendekat. Jika diizinkan memilik takdir kehidupan Asya ingin lahir dari keluarga sederhana namun penuh kasih sayang dari pada harus lahir di keluarga berkecukupan tanpa kasih sayang dan dijauhi oleh teman-teman sebayanya dengan alasan mereka selalu dibandingkan dengan Asya oleh orang tuanya
"Salah ya kalau aku jadi anak pintar?" Guman Asya, kalau bisa ia ingin bodoh saja agar ada yang ingin mendekatinya, agar mereka tak dibandingkan dengannya
"Gak salah, merekanya yang punya penyakit hati" ucap seseorang mengagetkan Asya
Gadis itu mendongak menatap pemuda yang berdiri disampingnya dengan tatapan mengarah kedepan tanpa ekspresi
Asya diam ia menundukkan kepalanya takut siswi sekolahnya melihat kedekatan mereka dan semakin membenci Asya
"Geseran dikit, gue mau duduk" ucapnya
Asya tak bergeser ia memilih berdiri kemudian berjalan melewati pemuda itu dengan kepala menunduk. Namun langkahnya terhenti saat pemuda itu menahan tangannya
"Mau kemana?" Tanyanya
Asya menggeleng ia melepas tangan pemuda itu yang menahan lengannya "maaf, tolong lepasin nanti ada yang lihat dan makin benci sama aku" ucapnya dengan nada pelan seperti berbisik
Pemuda itu melepas tangannya ia melirik sekitarnya yang sudah sepi, mungkin mereka berada di kantin. Ada beberapa siswi tapi jauh dari posisi mereka, taman sekolah digunakan untuk orang yang ingin membaca atau belajar jadi ditaman hanya ada orang-orang ambis
"Duduk, gak akan ada yang lihat" ucapnya menarik tangan Asya duduk
Asya masih menunduk namun melirik name tag pemuda itu agar dugaanya benar, Daniel Arwasta Diningrat marga yang sama dengan Dikta
"Lo kenapa nunduk terus?" Tanya Daniel penasaran tapi Asya tak menjawab membuat Daniel berdecak
"Gue agak kurang suka sih sama orang yang kalau di ajak ngomong nunduk atau diam doang" ucapnya lagi
Asya mendongak menatap Daniel ia mengerutkan keningnya, ternyata dugaannya tentang Daniel yang cuek dan gak banyak bicara ternyata salah. Karena sejak kemarin pemuda itu membantunya, dia banyak bicara sampai mereka kembali bertemu di taman
Daniel sempat tertegun saat melihat manik mata Asya yang begitu indah membuatnya diam seribu bahasa
Tersadar dari lamunannya ia mengangguk "gitu kan enak" ucapnya, ia merogoh sakunya mengeluarkan permen dari sakunya
"Buat Lo" permen itu diberikan pada Asya, gadis itu langsung menerimanya dan berucap terimakasih
"Kemarin Lo langsung pergi, kenapa?" Tanya Daniel, bersama Asya ia banyak bicara. Daniel pun bingung padahal bersama orang lain ia tak banyak bicara tapi sama Asya bawaanya pengen ngobrol terus
"Maaf, kemarin aku ada urusan. Aku belum ngucapin terima kasih sama kamu" ucap Asya, kemarin saat dirinya menangis di hadapan Daniel ia langsung pergi karena malu
Daniel mengangguk, sesekali melirik kearah Asya yang begitu cantik saat angin menerbangkan rambut panjangnya dan cahaya matahari menerpa wajahnya
Mereka pun sama-sama diam hingga Bell masuk berbunyi, Asya berdiri begitupun dengan Daniel
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS DUA
Teen Fiction[update tiap hari] Garis dua itu adalah garis takdir, begitulah yang Asya pikirkan saat ia mengetahui dirinya hamil setelah mengeceknya dengan testpack yang bergaris dua