*8*

267 73 14
                                    

12-07-22

Mobil Vi melaju pelan saat mulai memasuki gang sempit yang diapit oleh pagar tanaman Boxwood. Tak jauh berbeda dengan tempat tinggal sebelumnya meski terletak di dekat perkotaan. Suasana sunyi terus mengiringi di sepanjang perjalanan dengan jalur berkelok bak labirin.

"Sepertinya aku akan tersesat jika berada di tempat ini sendiri," ucap Lily sambil melihat sekeliling dengan takjub.

"Itu tidak akan terjadi, Lily. Aku selalu bersamamu," jawab Vi dengan santai.

Beberapa menit berlalu, akhirnya Vi menghentikan mobilnya di halaman sebuah rumah minimalis, bercat warna putih kombinasi abu tua. Kesan modern begitu kental, fasilitas di dalamnya juga sangat memadai. Maka tak perlu waktu lama bagi Lily untuk bisa beradaptasi dengan tempat tinggalnya yang baru.



Lily terlihat gelisah, kedua tangannya yang tadi diam bertumpu di pangkuan, kini bergerak jadi saling meremas. Vi duduk di samping Lily sambil terus mengawasi  tingkah anehnya. Hingga saat terdengar suara bel tanda masuk berbunyi yang sontak membuyarkan pikiran serta membuatnya semakin gugup. Hari ini adalah hari pertama Lily bisa merasakan kembali belajar di sekolah formal.

"Vi, rasanya aku tak ingin pergi kesana?" Lily menunjuk ke arah kelas.

"Tenanglah Lily, ini hanya sekolah biasa, apa yang kamu takutkan?" Vi mengelus rambut Lily, berusaha menenangkannya.

"Aku takut guru pengajarnya galak? bagaimana kalau banyak murid yang tak menyukaiku?" terlalu banyak kekhawatiran dalam benak Lily. Vi sangat paham dan bisa memaklumi karena memang selama bertumbuh dalam kurun waktu lima tahun, Lily tak pernah bersosialisasi dengan anak-anak sebayanya.

"Percayalah, itu tidak akan terjadi. Ini sekolah terbaik yang aku pilih. Tugasmu hanya belajar, bukan untuk mencari teman, mengerti?" tegas Vi, meyakinkan Lily.

"Baiklah!" Lily mengangguk meski masih terlihat ragu.

"Lily."

"Iya." Lily menoleh sebelum tangannya sempat membuka pintu mobil.

Vi menatap lekat wajah Lily. Wajah cantik nan manis pemilik mata indah yang telah dia anggap sebagai kekasih kecilnya sejak kala itu. Vi selalu tergoda jika berlama-lama memandangi Lily. Godaan itu tak jarang berhasil tersalurkan. Vi mulai mendekatkan wajahnya dan perlahan mencium pipi Lily dengan mesra hingga beberapa saat.

Lily tak menolak, ia sudah terbiasa. Ciuman yang kadang terasa aneh itu sudah sering mendarat di pipinya. Kini Lily keluar dari mobil dengan senyum. Ketegangan di wajahnya menghilang. Perhatian Vi adalah yang terbaik, dia selalu bisa membuatnya merasa aman dan nyaman. Hal itulah yang sampai saat ini masih tertanam dalam benak Lily, tak ada satupun yang menurutnya janggal.

Tiga hari berlalu setelah masa pengenalan lingkungan sekolah. Kini Lily telah siap menerima pembelajaran dengan sistem fullday school. Hal itu tak menjadi masalah, justru Lily terlihat senang dan tak akan bosan karena banyak kegiatan yang bisa ia lakukan.

Pagi itu, Vi sedang menikmati secangkir teh hangat di ruang makan sambil menunggu Lily untuk sarapan. Namun tak seperti biasanya, kali ini Lily tak segera menampakkan diri, dia begitu lama berada di dalam kamar. Sadar adanya hal yang tak beres, Vi akhirnya mendatangi Lily.

Vi mengetuk pintu kamar, kemudian masuk dengan Perlahan. Lily masih terbaring di atas ranjang dengan berbalut selimut. Pemandangan yang tak biasa saat hari efektif sekolah.

"Lily, kamu sakit?" Vi melangkah menghampiri Lily, kemudian memegang kening dan pipinya.

"Aku baik-baik saja. Hari ini hanya sedang malas dan tak ingin di ganggu, tolong pergilah," jawab Lily sambil menarik selimut, membenamkan wajahnya.

Lily_kekasih kecilku   (SN x BTS)2 (Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang