01-09-22
"Mau apa?" tanya Lily lirih seraya menunggu jawaban dari mulut Vi.
"Apa kamu mau melihatku segera menikah lalu menikmati kebahagian bersama pasangan, hingga tak lagi punya waktu untukmu? Apa kamu yakin sudah bisa hidup mandiri tanpa ada aku yang menemani? Itu kah yang kamu inginkan?" Vi menatap lekat wajah Lily dengan rasa kecewa yang tampak dari sorot mata.
"Vi, kenapa kamu begitu serius menanggapinya, apa kamu tidak bisa diajak bercanda? itu bahkan bukan ideku."
"Untuk hal yang satu ini sangatlah sensitif bagiku, tak bisa untuk bahan candaan. Asal kamu tau, selain cinta yang tak biasa ini tumbuh dengan sendirinya, perjuanganku untuk mendapatkan gadis ini tidaklah mudah. Aku telah menunggunya selama bertahun-tahun dan selama itu pula aku harus berdamai dengan hati dan pikiran yang kadang sangat sulit untuk dikendalikan. Alasan itulah yang membuatku sudah tak punya lagi ruang untuk orang lain."
"Aku baru tau jika ternyata kamu sebucin itu. Aku hanya tak ingin menjadi penghalang bagimu untuk menjemput jodoh karena terlalu sibuk mengurusku. Aku ingin melihatmu bahagia seperti orang lain. Vi, maafkan aku," Lily melingkarkan tangan ke lengan Vi dengan manja lalu bersandar ke pundaknya.
"Tak perlu melakukan apapun untukku, aku sudah sangat bahagia bersamamu," Vi mencium lembut puncak kepala Lily serta menghirup dalam-dalam aroma wangi di rambutnya.
"By the way, aku penasaran dengan orang yang kamu maksud, seperti apakah rupa gadis yang sangat beruntung itu, kapan aku bisa bertemu dengannya?" Lily mendongakkan kepala menatap Vi dengan wajah tak sabar.
"Sekarang belum saatnya, suatu hari nanti kamu pasti akan tau," ucap Vi tersenyum sambil mencubit dagu Lily dengan gemas.
Bunyi alarm yang menggema memenuhi isi ruangan sukses membuat Lily terperanjat bangun. Ia beranjak ke kamar mandi dengan tergesa karena seperti biasa, Lily tak mau terlambat untuk datang ke sekolah.
Selang tiga puluh menit, Lily telah siap dengan semua perlengkapan sekolahnya lalu segera menuju ruang keluarga. Ia tak mendapati Vi yang biasanya sudah rapi menunggu untuk sarapan. Lily meneruskan langkahnya ke dapur namun Vi juga tak ada di sana, kini tempat terakhir yang dituju Lily adalah kamar.
"Vi!" Panggilnya seraya mengetuk pintu.
Tak ada sahutan, Lily memanggil ulang dengan suara yang sedikit meninggi juga ketukan yang lebih keras di pintu namun lagi-lagi Vi tak menjawab membuat Lily penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang ia lakukan di dalam kamar.
"Vi, kamu lagi ngapain? aku masuk ya," Perlahan Lily membuka pintu, ia mendapati Vi masih berada di atas ranjang dengan selimut yang menutup rapat bagian tubuh.
"Ya ampuun, kok belum bangun sih!" Lily berdiri di samping ranjang dengan muka heran memperhatikan Vi.
"Hari ini aku tidak bisa mengantarmu ke sekolah," terang Vi dengan suara parau juga mata yang masih terpejam.
"Emang kenapa, Apa kamu sakit?" Lily berjalan mendekat lalu duduk di pinggir ranjang kemudian tangannya meraba kening Vi.
"Aku baik-baik saja, hanya sedikit pusing," membuka mata, Vi meraih tangan Lily lalu menurunkan dari keningnya.
"Sepertinya kamu terkena serangan darah tinggi, pantesan kemarin marah-marah," ledek Lily dengan tawa yang tertahan.
"Mungkin, dan gadis di hadapanku inilah penyebabnya," Vi meremas tangan Lily yang sedari tadi masih berada dalam genggaman.
"O ya?" Lily mencebik. "Lalu apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahan itu?" Ia tampak pasrah.
"Hmm, mudah saja. Aku ingin seharian ini kamu mengatakan iya dengan semua yang aku mau tanpa ada penolakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lily_kekasih kecilku (SN x BTS)2 (Fanfiction)
FantasiKim Taehyung, sosok keturunan konglomerat yang menjadi aneh, seumur hidup merasa kesepian, terlahir sebagai anak semata wayang tidaklah mudah baginya. Meski di asuh dan di besarkan dengan kasih sayang yang melimpah, namun tiada arti jika kasih sayan...