2.4 | Momentum

274 39 74
                                    

AMAT KENCANG. Gemuruh ombak menggetarkan gendang telinga seakan berlomba dengan debaran jantung. Aroma air asin membuat bulu kudu berdiri. Mana mungkin air laut sanggup bergulung-gulung ke tengah tanah kering Qatar.

Tak ada yang mampu untuk disaksikan. Kristal bening yang tak membiaskan cahaya memagari setiap orang. Padahal semenit yang lalu, deretan tiga saf para peserta masih berjajar menunggu jam menunjuk angka satu.

Dasar Mata Satu keparat!

"MESSAL! BANGUNLAH!"

Sepasang mata hijau yang bersinar lebih terang daripada zamrud mengerjap. Di atasnya, sudah ada sepasang netra biru yang menatapnya khawatir. Dengan cucuran keringat yang bersarang di ujung berewok, lintasan kesadaran kembali kepada pemuda yang sempat semaput dikalahkan syok.

"Parade Mata Satu sudah dimulai!"

Messal menelisik sekitar, dan benar, hanya putih bening yang mengitarinya. Kulit kakinya mengecap sensasi basah. Betul sudah, air laut sedang mengisi setiap lorong. Sementara di belakang punggung, badan keras yang berkontraksi, berusaha mengerang.

"Messal, cepat keluarkan aku!" rintih Dou meringis menahan sakit.

Aku ingat.

Messal telah membuat keputusan yang benar.

<<<

BEBERAPA detik yang lalu, ketika sosok bermuka serigala—Tib Agesh—memulai Parade Mata Satu, langit-langit menumbuhkan dinding kristal yang berkelok-kelok.

Sebuah labirin.

Sang Mata Satu merencanakan kecurangan kotor.

Parade dimulai sebelum waktu yang sudah dijanjikan, dan itu berbeda dari lima tahun lalu. Sekarang, 195 peserta terpisah dalam sekali pukul. Tak ada yang bisa saling membunuh. Sang pemilik parade ingin membunuh setiap orang dengan tangannya.

Tepat saat jajaran dinding kristal yang memagari setiap peserta—layaknya dipenjara di sarang semut, Messal melompat ke arah Dou. Meski ia tahu, waktu yang tersisa tidak akan cukup, pemuda pendek itu bertaruh dengan ikatannya bersama sang sekutu.

"Dou!" teriak Messal mengulurkan tangan.

Lebih cepat dari kedipan mata, Dou langsung menyambut Messal yang melompat ke arahnya. Pria raksasa itu bergegas berlari kepada Messal.

Tidak akan cukup. Waktu yang tersisa untuk membawa Messal ke tempat Dou—maupun sebaliknya—terlalu sedikit. Mereka akan tertindih oleh dinding.

Namun, Messal yang sudah menempelkan punggungnya ke dada Dou langsung menyalurkan sentakan energi. Kekuatan Dou yang belum terbangun, tiba-tiba aktif, lalu sang pria raksasa spontan mengangkat kedua tangan.

Suara benda dengan berat lebih dari satuan ton berdentum mencium lantai marmer. Dinding kristal mendarat sampai memisahkan setiap peserta rapat-rapat.

Messal seketika tak sadarkan diri di detik dentuman yang menyeruak serempak. Sementara Dou, ia menyangga dinding dengan seluruh tenaganya sampai sebagian besar ototnya berkontraksi, lebih kuat daripada atlet angkat besi.

Masih belum selesai, gemuruh ombak yang menyusul, berjatuhan dari langit-langit. Entah dari mana, air laut mengalir begitu deras, sampai seisi ruangan sanggup terisi penuh kurang dari semenit.

"MESSAL, BANGUNLAH!" teriak Dou membangunkan Messal.

Serempak, keduanya harus pergi ke satu sisi, tepat saat Dou melepaskan cengkeraman untuk menahan dinding kristal.

PostulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang