ISTRI DOU harus hamil.
Ameena tak percaya, dan Presiden Juhan enggan berbohong. Harapan Aradh yang tersisa adalah para Postulat, dan jika mereka mati, Ameena masih memiliki cadangan. Begitulah rencana Presiden Juhan. Istri pria raksasa itu termenung, sampai menyisakan keheningan di dalam kegelapan.
Andai bulan purnama menyinari Socotra, tanah berbatu tak akan segelap sekarang. Presiden Juhan membawa Ameena ke pulau terpencil itu. Tanah berbatu dan dipenuhi bukit kering cokelat menghampar sejauh mata memandang. Flora aneh bersebaran, termasuk pohon baobab yang gemuk di seluruh batang, namun kurus di dahan.
Presiden Juhan memiliki alasan tersendiri. Dia berpikir, Sang Mata Satu tidak akan mengejar sebab enggan ke sana.
"Saya menyelamatkan Anda sebab suami Anda masih hidup, dan menjadi pemenang," tutur Presiden Juhan menyalakan lampu oranye. "Masih ada harapan untuk Anda dan suami Anda. Karena itu, jangan tewas dulu."
Ameena menyorotkan tatapan khawatir. Dia tidak tahu siapa pria penuh uban di depan. Beruntunglah dia memperkenalkan diri sebagai Juhan Nazareh, Presiden Palestina. Pria berjas hitam itu tiba-tiba mengetuk pintu bersamaan dengan berita kematian Raja Arab Saudi. Baru saja wanita berusia 25 tahun tersebut bernapas lega, sebab sang suami masih diberi umur, napas kembali sesak.
Apakah mereka mengincarku juga? pikir Ameena.
Beruntunglah ketukan di balik pintu berasal dari Presiden Juhan. Ameena bernapas lega meski ia tak paham. Mengapa seorang presiden menyelamatkan dia, bukannya sang raja? Hingga istri Dou tersebut paham, pria tua yang membawanya adalah pemimpin Palestina, satu dari dua pemenang Parade Mata Satu.
Masalah seharusnya selesai, tetapi tidak demikian. Ketika Ameena menaiki limusin hitam yang dikendarai Presiden Juhan, semenanjung Laut Merah tiba-tiba lenyap. Pemandangan di seluruh jangkauan berganti menjadi gurun pasir, lalu ke sebuah pulau berbatu entah di mana. Ameena pun takut, bahkan sempat enggan percaya pria tua di depan bukan manusia, tetapi salah satu dari antek-antek Sang Mata Satu.
"Aku akan menjelaskannya," tutur Presiden Juhan menghampiri Ameena.
Istri Dou itu termenung di atas sajadah merah. Ada kabah ditenun hitam. Dia barusan melaksanakan salat magrib, lalu dilanjut isya. Mukena putih masih menyelimuti tubuh langsing. Sorot khawatir masih belum menyingkir, bahkan bibir licin terus memunajatkan doa-doa keselamatan.
"Masih ada harapan untuk kita," sambung Presiden Juhan ke samping Ameena. Setelah memasang tenda oranye, dia berusaha menenangkan wanita pemurung itu. "Berdoalah kepada Yang-Tertinggi, dengan izin-Nya, kita bisa melewati ini— "
"Bala! (Sekali-kali tidak!)" potong Ameena menggeleng. Sebab keduanya sama-sama orang Arab, ia tak ragu menggunakan bahasa ibu untuk berbicara. "Kita hanyalah orang-orang lemah di antara penduduk Aradh. Aku hanyalah seorang wanita rapuh yang kehilangan kelima putra, bahkan suami juga-hampir. Dan Anda hanyalah seorang pria tua yang tidak sekuat pemuda."
Presiden Juhan terdiam sejenak. Ia melirik urat-urat dan kulit kendur di tangan. Dia tersenyum sendu, lalu berkata, "Na'am (Benar)." Pria tua itu mengangguk. "Saya tidak bisa menyangga pernyataan Anda. Semuanya benar. Meski begitu, bukankah sudah saya bilang, saya akan menjelaskan semua, dan ketika saya sudah mengatakannya, Anda akan paham atas optimisme saya."
"Bagaimana bisa?" tanya Ameena lirih, putus asa. "Iya, Anda mungkin punya kekuatan ajaib, sama seperti perwakilan negara Anda. Namun, apa hubungannya? Aku bahkan tidak tahu alasan Anda menyelamatkan saya, bukannya sang raja!?"
"Saya adalah seorang Postulat, begitu pula suami Anda."
Ameena tersentak. Dia tahu istilah Postulat. Makhluk ajaib itu sudah menyelamatkan bumi dari perang dunia ketiga. Dengan ajaib, ia memusnahkan kejahatan dalam sekali jentik. Namun, perkataan Presiden Juhan tak bisa dicerna akal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Postulate
Science Fiction[DAFTAR PENDEK WATTYS 2023] Sang utusan Tuhan menyebut dirinya sebagai 'Postulat'---Messal, ia akan menggulingkan istana Sang Mata Satu yang melayang di atas bumi meski harus menentang yang-tak-terbinasakan. *** Masa depan bukan tentang gedung tingg...